Universitas Diponegoro

FRI 2019 Hasilkan Sejumlah Rekomendasi Penting

Universitas Diponegoro (Undip) selama dua hari telah berhasil dan sukses menyelenggarakan Konferensi Forum Rektor Indonesia (FRI) 2019. Kegiatan tahunan kali ini mengambil tema “Peran perguruan tinggi mewujudkan pembangunan berkeadilan dan restrukturisasi perguruan tinggi untuk mempersiapkan generasi emas Indonesia”. Konferensi yang di gelar dari hari Kamis-Sabtu (25-27 April) di gedung Prof Sudarto diikuti oleh rektor/pimpinan perguruan tinggi negeri (PTN) dan perguruan tinggis swasta (PTS) seluruh Indonesia, serta dibuka oleh Sekjen Kemenristekdikti, Prof. Ainun Na’im, Ph.D, MBA, mewakili menteri Ristekdikti yang berhalangan hadir karena ada tugas dari presiden ke China.

2 agenda besar kegiatan tahunan Konferensi FRI 2019 yakni Konvensi Kampus XV dan Temu Tahunan FRI 2019 membahas 4 sub tema dalam sidang-sidang komisinya. 4 Sub tema yang diangkat FRI tahun ini yaitu Revitalisasi perguruan tinggi; Peran Perguruan Tinggi untuk mewujudkan pembangunan berkeadilan dan mempersiapkan generasi emas ditinjau dari sisi hukum dan politik; Peran Perguruan tinggi dalam kajian ekonomi untuk mewujudkan pembangunan berkeadilan dan mempersiapkan generasi emas Indonesia; Kajian Sosial Budaya dalam mewujudkan pembangunan berkeadilan dan mempersiapkan generasi emas Indonesia.

Arahan tertulis Menteri Ristek dan Tehnologi yang dibacakan Prof Ainun dalam pidato pembukaan, menekankan bahwa para pimpinan dan Rektor PTN/PTS agar memperhatikan beberapa hal pertama, Penyelenggaraan Pendidikan Daring, yakni meliputi Penerapan sistem pembelajaran daring melalui SPADA-IdREN; Pengembangan mata kuliah daring nasional, Reorientasi kurikulum; Pengembangan literasi baru berbasis data, teknologi, humanities; Pengembangan kegiatan ekstra kurikuler diarahkan untuk pengembangan kepemimpinan dan bekerja dalam tim work; Mendorong mahasiswa menjadi wirausaha, melalui Program Hibah Kewirausahaan Kemristekdikti; serta Entrepreneurship dan internship. Kedua, Pentingnya perolehan sertifikat selain ijazah (employability lulusan). Ketiga, Program Beasiswa untuk peningkatan kualitas SDM. Keempat, Revitalisasi Pendidikan Vokasi, diarahkan untuk penguatan kompetensi lulusan vokasi yang berdaya saing. Peningkatan Kualitas Universitas-WCU, dilakukan melalui intensifikasi (Penyelenggaran tri dharma yang unggul dan Restructuring (organisasi yang ramping)) dan ekstensifikasi (Peningkatan kapasitas dan resources Internasionalisasi). Terakhir, Peningkatan Kapasitas Iptek & Inovasi, diarahkan untuk memperbanyak riset grup dan sinergitas riset, kolaborasi dengan peneliti dunia untuk tema Industri 4.0 & Society 5.0.

Menindaklanjuti arahan menteri, para peserta konferensi melakukan kajian dalam sidang-sidang komisi. Adapun hasil rekomendasi sidang komisi-komisi, Komisi I yang membahas soal Revitalisasi Perguruan Tinggi menghasilkan 5 point rekomendasi, yaitu:

  1. Tantangan Perguruan Tinggi di Era Industri 4.0, terkait dengan perubahan generasi, masyarakat, gaya hidup, perkembanganindustri dan perubahan budaya perlu disikapi dengan bijak mengedepankan kaidah moral, agama dan nilai-nilai luhur budaya Indonesia.
  2. Mendorong terselenggaranya Entrepreneurial University, yakni melalui program Initiating Startup Companies dan Collaborative Research (riset  bersama antara perguruan  tinggi dan industri yang  didukung oleh pemerintah)
  3. Meningkatkan sinergi antara Pemerintah; Perguruan  Tinggi dan Sektor  Bisnis dan industri
  4. Klasterisisasi Perguruan Tinggi ditujukan untuk meningkatkan daya saing dan menuju kemandirian melalui upaya pemetaaan, pembinaan dan penugasan oleh Kemenristekdikti.
  5. Perlunya lembaga yang menjembatani hasil riset dan inovasi dengan pengguna (industri, pemerintah dan masyarakat)

Komisi II yang membidangi Politik dan Hukum juga menghasilkan beberapa rekomendasi, yakni:

  1. Perlunya politik yang dilandasi dengan kejujuran, keadilan dan rakyat betul-betul berdaulat bukan sebagai objek politik, bahkan menjadi korban politik.
  2. Perlunya dikembangkan tradisi memberikan penghargaan bagi para mantan presiden Republik Indonesia sebagai wujud penghargaan bagi mereka yang telah berkontribusi bagi kemajuan bangsa dan negara.
  3. Perlunya penegakan hukum yang berkeadilan, tidak pandang bulu dan amanah, serta hukum yang lebih mengedepankan kejujuran dan harus dilandasi dengan nilai-nilai Pancasila.
  4. Perlunya pembuatan aturan hukum yang melarang secara tegas tentang perbuatan dan praktik-praktik LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual, and Transgender). Minimal perihal perluasan makna zina pada UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, sehingga zina bukan hubungan antara laki-laki dan perempuan saja melainkan bisa diluaskan pada sesama jenis. Mengingat populasi LGBT di Indonesia sudah hampir 1% dari penduduk Indonesia.
  5. Perlunya payung hukum dalam rangka melindungi kepemilikan hak atas tanah oleh rakyat Indonesia yang lebih berkeadilan dan perlunya pembatasan kepemilikan hak atas tanah bagi warga negara asing.
  6. Perlunya penguatan pendidikan yang menumbuhkan kembali jati diri bangsa yang dilandasi dengan kejujuran.

Sementara itu, Komisi III yang diberikan tugas untuk mendiskusikan kajian ekonomi dan pembangunan yang berkeadilan, menghasilkan cukup banyak rekomendasi, yakni:

  1. Tujuan mencapai pertumbuhan yang berkeadilan agar memberikan fokus kepada potensi ekonomi secara menyeluruh, tidak parsial dalam menyelesaikan isu-isu strategis ekonomi Indonesia saat ini yakni isu kemiskinan dan ketimpangan ekonomi.
  2. Perubahan lingkungan strategis revolusi industri 4.0 agar direspon dengan memberikan perhatian pada ekonomi digital secara proporsional dengan tidak melupakan watak dasar ekonomi Indonesia sebagai negara agraris. Selama ini sektor pertanian sebagai kantong kemiskinan agar dikembangkan menjadi sektor pertanian sebagai kantong kesejahteraan melalui regulasi dan kebijakan yang memberikan insentif bagi petani, peternak dan nelayan.
  3. Pada saat yang sama, pemerintah harus menyiapkan mitigasi dampak revolusi industri 4.0 terkait isu ketenagakerjaan, khususnya pada sektor-sektor yang sensitif terdampak digitalisasi.
  4. Perubahan lingkungan strategis revolusi industri 4.0 harus direspon dengan memperhatikan dampak sosial budaya agar era ekonomi digital tidak menggerus budaya dan kearifan lokal Indonesia.
  5. Lebih jauh, potensi budaya dan kearifan lokal justru harus dikembangkan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan strategi hilirisasi dengan meningkatkan sektor hulu.
  6. Peran perguruan Tinggi sangat krusial dalam merespon perubahan lingkungan ekonomi stratgeis revolusi industri 4.0 dan sekaligus mengoptimalkan pemanfaatannya. Oleh karena itu perguruan tinggi perlu merumuskan perubahan kurikulum dan perubahan proses belajar yang sesuai dengan perubahan lingkungan strategis ekonomi tersebut untuk menghasilkan lulusan yang memiliki jiwa inovasi yang kuat.
  7. Agar pemerintah membangun ekonomi berdasarkan pasar 33 UUD 1945, khususnya terkait dengan penguasaan sumber daya.

Komisi IV sebagai komisi yang membedah persoalan mewujudkan pembangunan yang berkeadilan dan mempersiapkan generasi emas menghasilkan beberapa rekomendasi sebagai berikut:

  1. Perlu melakukan rekonstruksi pola asuh dan pendidikan karakter dalam pendidikan formal maupun informal.
  2. Perlunya menekankan Pendidikan karakter ke dalam budi pekerti (adab / ta’dhim) dan hubungan sosial namun tetap memperhatikan kondisi generasi muda saat ini.
  3. Perlu ada sistem atau peninjauan ulang sistem SKS yang dinilai membebani mahasiswa maupun dosen sehingga ada keseimbangan dalam pelaksanaan Tri dharma yang meliputi Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian Masyarakat.
  4. Perlu merespon perilaku budaya akademik yang lebih menitik beratkan pada kegiatan e-learning, sehingga mengurangi hakekat hubungan kemanusiaan dosen dan mahasiswa. Tatap muka dapat digunakan untuk memahami kondisi psikologis mahasiswa dan memberikan keteladanan langsung sebagai seorang guru/dosen.
  5. Perlu Rekonstruksi kurikulum melalui pendidikan karakter, Rekonstruksi budaya akademik e-learning, rekonstruksi kurikulum melalui penanaman budaya lokal dan kearifan lokal, dan rekonstruksi kurikulum ke sosial budaya lokal.
  6. Kemenristekdikti perlu meningkatkan hibah untuk pengabdian masyarakat terkait masalah sosial dan budaya karena pintu bagi perguruan tinggi untuk melakukan perubahan di masyarakat adalah melalui Pengabdian Masyarakat.
  7. Perlu peningkatkan kerjasama dengan dewan pendidikan di level daerah, mengingat tidak semua masalah kemudian langsung muncul di level PT namun dimulai dari pembentukan karakter calon mahasiswa dari pendidikan dasar, menengah, dan atas.
  8. Perlu peningkatan alokasi APBN untuk PTS (yang jumlahnya 90%) yang umumnya mempunyai keterbatasan dalam sumber daya sehingga perekrutan SDM dan mahasiswa juga terbatas sehingga kualitas pembelajaran tidak maksimal.
  9. Kebijakan pendidikan perlu memasukan pertimbangan kondisi kewilayahan seperti sarana dan prasaran serta public infrastructure yang masih sangat kurang.
  10. Perlu penguatan kesadaran berbangsa “unity in diversity”.
  11. Perlu meninjau Sistem Akreditasi yang high cost dan pengurangan beban administrasi bagi dosen (disesuaikan dengan kondisi wilayah).
  12. Peningkatan penyelenggaraan festival budaya oleh Perguruan Tinggi guna menjadi perekat bangsa.
  13. Perlu penguatan Quadran Helix (PT-Masyarakat-Pemda-Swasta) dalam rangka pencapaian pembangunan berkelanjutan dan generasi emas Indonesia.

Rektor Undip, Prof Yos Johan Utama selaku tuan rumah dan Ketua FRI periode 2019-2020 menyampaikan bahwa hasil-hasil rekomendasi tersebut akan disampaikan pada pemerintah sebagai pertimbangan pengambilan kebijakan. FRI akan memperkuat peran perguruan tinggi sebagai katalisator pembangunan industri digital melalui riset dan teknologi merupakan upaya yang perlu dilakukan menghadapi revolusi industri 4.0. Upaya memperkuat perguruan tinggi sebagai katalisator pembangunan industri digital melalui riset dan teknologi penting dilakukan. Langkah lain dengan meningkatkan relevansi keterampilan yang diajarkan dengan yang diperlukan dalam pengembangan industri 4.0. “saya kira ini hal yang penting untuk membangun perguruan tinggi sebagai katalisator pembangunan industri digital melalui pendidikan, penelitian, dan inovasi,” ucapnya.

Sejalan dengan pendapat Rektor Undip, Prof Dwia Tina Pulubuhu Ketua FRI 2018-2019, juga menegaskan bahwa dalam rangka inovasi perguruan tinggi, tema besar Konferensi FRI tahun ini adalah peran perguruan tinggi di era digital. Oleh karenanya perlu dikembangkan pendidikan kolaboratif dengan menggunakan metode yang sesuai, seperti distance learning, blended learning. Kemudian kebutuhan untuk memenuhi industri 4.0, maka perlu ada pembukaan vokasi yang mengarah pada science tehnology, sustainable, efektif dan efisien. “intinya pada pengelolaan birokrasi, sehingga nanti ilmu-ilmu yang satu rumpun, dapat digabung dalam satu prodi atau departemen atau fakultas” ungkap Rektor Universitas Hasanudin.

Namun demikian dalam penerapannya masih menemui kendala, utamanya persoalan perubahan nomenklatur baru, gelar baru, nama prodi tidaklah sederhana karena terkait dengan kebijakan lintas kementrian. OTK PTN dalam struktur tertentu terikat dengan statuta pendanaan, sehingga harus dilakukan penyesuaian dan di setujui oleh kemenpan. “oleh karenanya FRI mendorong agar kebijakan lintas kementrian tersebut lebih cepat dan sederhana” tukas Dwia.

Dalam konferensi ini juga dilakukan pemilihan ketua dan wakil FRI periode 2020-2021. Rektor IPB, Prof Arif Satria terpilih secara aklamasi sebagai ketua FRI elected 2020-2021, didampingi Dr. Nasrullah (Universitas Teknokrat Indonesia) sebagai Wakil Ketua FRI elected 2020-2021. Adapun Prof Dwia Aries terpilih sebagai Ketua Dewan Pertimbangan FRI periode 2019-2020.

Acara Konferensi FRI ditutup dengan penyerahan pataka FRI sebagai simbol estafet kepemimpinan FRI, dari Ketua FRI periode 2018-2019, Rektor Unhas Prof. Dr. Dwiya Aries Tina Pulubuhu ke Rektor Undip, Prof Dr. Yos Johan Utama, Ketua FRI 2019-2020.

Share this :
Exit mobile version