Semarang – Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Psikiatri (PPDS) Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Diponegoro (UNDIP) bersama Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) Cabang Semarang menggelar webinar membedah gangguan mental pada remaja di saat pandemi Covid-19. Webinar yang diikuti mahasiswa dan masyarakat dari berbagai daerah di Indonesia ini menampilkan dua narasumber, yaitu dosen FK Undip dr. Rachmawati Sp. KJ, dan Psikiater RSUD Tugurejo Semarang dr. Ratih Widayati Sp. KJ.
Webinar yang yang resminya bertajuk “Masalah Gangguan Mental Pada Remaja Saat Pandemi Covid-19” ini dimoderatori oleh dosen FK Undip, dr. Natalia Kus Setiarini. Selaku pembicara pertama Pembicara pertama, dr. Rachmawati, Sp. KJ membawakan tema “Remaja Rentan Alami Masalah Kesehatan Mental Saat Pandemi”; sementara dr. Ratih Widayati, Sp. KJ menyampaikan paparan dengan tema “Tips Menjaga Kesehatan Mental Remaja di Masa Pandemi”.
Dokter Rachmawati mengingatkan bahwa remaja saat ini sangat rentan mengalami gangguan kesehatan mental yang ditimbulkan adanya pandemi Covid-19. Dia menyebut kebijakan penanggulangan penyebaran Covid-19 di Indonesia berpotensi memicu anxiety (gangguan kecemasan), depresi, dan stress di masyarakat. “Faktor lain yang menyebabkan seseorang mengalami gangguan kecemasan adalah lingkungan, emosional, dan faktor fisik,” dia menegaskan.
Hal lain yang bisa memicu anxiety, depresi dan stress pada masyarakat di saat pandemi adalah peredaran hoax atau berita bohong. “Penyebaran informasi tidak benar atau hoax serta asumsi-asumsi adanya teori konspirasi juga dapat memperburuk kondisi kesehatan mental,” ujar Rachma yang juga alumni PPDS Psikiatri UNDIP ini.
Dari hasil penelitian yang dilakukan terkait permasalahan kesehatan jiwa selama pandemi Covid-19 di Indonesia, ditemukan beberapa gambaran yang patut diwaspadai. Dari 2.364 responden yang diteliti, 67 persen di antaranya mengalami depresi, 68 persen mengalami kecemasan, dan 77 persen mengaku mengalami trauma psikologis.
Jika difokuskan pada kelompok remaja, kerentanan saat pandemi terjadi karena di masa pengembangannya terjadi hambatan untuk bersosialisasi. Pandemi Covid-19 yang diikuti kebijakan dengan pembatasan berbagai aktivitas, menjadi salah satu penyebab remaja rentan mengalami gangguan.
Pada masa remaja, kebutuhan interaksi untuk saling sharing atau melakukan kegiatan bersama merupakan kebutuhan, tapi hal itu pun dibatasi. Padahal kegiatan bersama menjadi faktor dalam membentuk kesehatan mental remaja seperti kematangan dan pertumbuhan, ingatan terhadap suatu obyek, kemampuan untuk menilai realitas secara tepat, dan hati nurani belum berkembang. Ketika itu dibatasi, muncullah masalah.
Dalam webinar yang digelar Jumat (30/4/2021) ini Psikiater RSUD Tugurejo Semarang, dr. Ratih Widayati Sp. KJ, menganggap munculnya kecemasan atau efek yang ditimbulkan oleh pandemi terhadap kesehatan mental adalah hal yang wajar. “Merupakan hal yang normal pada waktu yang menekan ini untuk merasakan perasaan sedih, marah, frustasi, cemas ataupun semuanya,” para Ratih.
Karena itu, dia memberikan saran agar para remaja mau mengkomunikasikan perasaan yang dialaminya ke orang lain sebagai tips mengurangi risiko gangguan. “Kamu diizinkan merasakannya dan mengkomunikasikan pada orang lain mengenai perasaanmu,” sarannya.
Dia memberi tips kepada para remaja untuk tetap mempertahankan rutinitas seperti memulai hari pada waktu yang hampir sama setiap harinya sebagai salah satu langkah mengurangi gangguan mental. Penerapan sleep hygiene (kebiasaan tidur yang baik dan menyehatkan) dengan mempertahankan jadwal tidur yang konsisten hingga menghindari kafein mulai dari sore hari.
“Selain itu perlu juga terhubung dengan orang lain karena di kondisi saat ini sangatlah mudah untuk merasa cepat kesepian dan terasing dari orang lain. Lalu istirahat yang cukup dengan meluangkan waktu untuk diri sendiri setiap hari,” pungkasnya. (tim humas)