“Capaian ini tentunya bukan merupakan akhir perjuangan tetapi merupakan awal perjuangan untuk bisa lebih produktif dalam berkarya dan menghasilkan pemikiran-pemikiran yang lebih brilian untuk almamater, bangsa, masyarakat dan negara kita. Ini adalah tradisi yang baik, karena pihak dekanat menginisiasi lulusan Doktor untuk memberikan sosialisasi tentang pemikiran yang dihasilkan dari proses perenungan yang panjang serta menghasilkan sesuatu yang perlu kita follow up dan meresonansikan kepada masyarakat. Hal yang ditemukan itu tidak hanya berakhir di paper atau disertasi saja tetapi mari kita cari jalan agar pemikiran-pemikiran yang baik itu bisa kita aplikasikan di tengah masyarakat dan kita mulai dengan memberikan sosialisasi atau informasi seperti kegiatan hari ini” tutur Wakil Rektor I Universitas Diponegoro, Prof. Budi Setiyono, S.Sos., M.Pol.Admin., Ph.D dalam acara Orasi Ilmiah Doktor Baru Fisip Berjaya di Dunia dengan tema Tata Kelola Sosial Politik Menuju Indonesia Baru (8/12).
Dr. Drs. Hadi Warsono, MTP., Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Undip, dalam sambutannya menyampaikan dengan adanya kegiatan orasi ilmiah ini akan memberikan semangat pada yang lain untuk studi lanjut. “Sekolah memang tidak mudah, kita akan dihadapkan pada banyak situasi dan proses yang dilewati dimana semua itu adalah tantangan yang harus dihadapi para Srikandi Fisip yang telah lulus ini dan semoga menjadi motor penggerak bagi yang lain untuk melanjutkan studi” ungkapnya.
Empat doktor baru Fisip antara lain Dr. Dra. Sri Suryoko, M.Si. (Dosen Administrasi Bisnis), Dr. Dra. Hermini S., M.Si. (Dosen Hubungan Internasional), Dr. Dra. Dyah Lituhayu, M.Si. (Dosen Administrasi Publik) dan Dr. Supratiwi, S.Sos., M.Si.(Dosen Ilmu Pemerintahan). Sementara panelis acara ini adalah Dr. Laila Kholid Alfirdaus, S.IP., MPP dan Dr. Dra. Kismartini, M.Si serta dimoderatori oleh Dr. Nurul Hasfi, MA.
Sementara Dr. Dyah dengan orasi ilmiahnya yang berjudul Tantangan Birokrasi Dalam Membangun Perilaku Anti Korupsi mengatakan latar belakang penelitiannya korupsi merupakan musuh bagi tata kelola pemerintahan yang baik dan profesional juga musuh bagi kemanusiaan. Perilaku korupsi yang terjadi di dalam birokrasi tidak terlepas dari struktur dalam birokrasi dan sikap individu sendiri. Korupsi yang terjadi membuktikan bahwa bawahan prinsipnya harus melakukan apa yang diperintahkan oleh atasan sehingga kasus penyuapan kepada oknum legeslatif memang harus dilakukan. Alasan yang digunakan atasan untuk memberikan uang kepada oknum legeslatif guna percepatan proses legislasi.
Dan Dr. Supratiwi menyampaikan hasil disertasinya mengenai Otonomi Daerah Sebagai Kesamaan Instrumentasi kebijakan: Belajar dari Kesulitan Mengelola Isu Lingkungan Hidup, yang bertujuan menunjukkan keterbatasan pemikiran tentang otonomi daerah yang selama ini masih dalam posisi sebagai mainstream (sebagai keleluasaan kewenangan) dan mengusulkan pemikiran otonomi daerah sebagai policy frame work, yakni sebagai keseksamaan instrumentasi kebijakan dalam rangka mencapai tujuan kebijakan (membangun daerah tanpa melampaui daya dukung alam).
“Pada kesimpulannya studi ini menegaskan tidak siapnya kajian pemerintah, khususnya kajian otonomi daerah, memandu perjalanan Indonesia untuk berotonomi luas, dan pada saat yang sama memanfaatkan otonomi yang diberikan untuk menyelenggarakan policy-making yang semakin handal untuk mengatasi persoalan lingkungan hidup. Kewenangan atau otonomi tidak diintrumentasikan dengan seksama sehingga dalam policy making abai terhadap pertimbangan nilai-nilai ekologis. Perizinan ruang dengan mudah diberikan demi mengejar pendapatan daerah, akibatnya daya dukung lingkungan terlampaui dan bencana pun akhirnya dipanen” pungkas Dr. Supratiwi. (Lin-Humas)