Hari Tuberkulosis (TB) sedunia diperingati setiap tanggal tanggal 24 Maret, menurut sejarah pada tanggal 24 Maret 1882 Robert Koch pertama kali menemukan kuman TB yaitu Mycobacterium Tuberkulosis. Tuberkulosis (TBC) atau TB merupakan penyakit menular akibat dan umumnya menyerang paru-paru, tetapi juga dapat menyerang organ tubuh lain.
“Gejala TBC ada yang khas dan tidak khas, yang khas seringnya batuk darah, sedangkan yang tidak khas seperti batuk berdahak biasa, penurunan berat badan, dan meriang. Tidak ada salahnya untuk screening ke fasilitas kesehatan untuk mengetahui kondisi jenis batuk. TBC bukan karena genetik melainkan karena kontak erat, artinya dengan satu rumah kontak dekat dalam waktu yang cukup lama bisa menularkan. Kuman TB ini memang sudah terbukti tidak tahan terhadap sinar matahari, apabila terkena sinar matahari dalam waktu setengah jam, kumannya yang ada di udara akan mati” tutur dr. Dinda Saraswati R., Sp.PD., Dokter Spesialis Penyakit Dalam Rumah Sakit Nasional Diponegoro Universitas Diponegoro.
Ia menyampaikan penyembuhan TBC, tetap menggunakan obat anti TB yang telah diterapkan oleh Kementerian Kesehatan dimana pengobatannya mengkonsumsi obat setiap hari selama 6 bulan untuk kasus yang tidak resistensi obat. Tetapi apabila pasien tersebut terkena TB yang jenis resistensi obat makan pengobatannya akan lebih panjang dan dengan kombinasi obat yang lebih kompleks.
“Kuman TB saat menginfeksi paru-paru seperti membangun rumah, batuk berdarah atau tidak tergantung seberapa luas kerusakan yang diakibatkannya, apakah ia mengenai pembuluh darah atau tidak. Semua batuk darah belum tentu TB sehingga harus memeriksakan diri untuk memastikannya dan kita juga selalu mengedukasi masyarakat jika batuk darah segera periksa” lanjutnya.
“Kalau sudah mengetahui ada yang terdiagnosis TB, otomatis Puskesmas atau RT atau RW menyarankan untuk screening satu rumah yang kontak dekat. Meskipun terdeteksi TB, pasien tersebut jika di rumah masih bisa bersosialisasi tentu saja dengan menjaga jarak dan menggunakan masker. Pengobatan TB ini memerlukan waktu lama sehingga dukungan terhadap pasien terutama keluarga sangat penting, misalnya dengan mengingatkan mengkonsumsi obat, menjaga gizi dan tidak dikucilkan dari lingkungan” terang dr. Dinda.
“Kita mesti meningkatkan pengetahuan dan kesadaran bagaimana upaya untuk memutus mata rantai TB, menemukan orang yang terkena TB sekaligus mengawal dan melanjutkan pengobatan sampai tuntas sehingga TB tidak akan menular pada orang lain. TB ini tidak hanya di paru, kuman TB bisa menginfeksi semua organ di seluruh tubuh. Alangkah baiknya jika ada gejala segera di bawa ke fasilitas kesehatan terdekat untuk dipastikan apakah sakit TB atau bukan, apabila memang TB harus diobati hingga tuntas. TB bisa sembuh dengan pengobatan yang tepat dan support dari keluarga serta lingkungan juga menjadi point penting” pesannya. (Lin-Humas)