Indonesia memiliki kekayaan dan keragaman kuliner, salah satunya ialah produk ikan asap. Selain sebagai salah satu cara pengawetan, ikan asap digandrungi karena cita rasa yang dihasilkan. Sayangnya, sebagian besar masyarakat masih menggunakan cara yang tradisional untuk proses pengasapan ikan, yakni dengan menggunakan untaian kawat sebagai tempat peletakan ikan dengan tungku yang terbuat dari tumpukan batu bata. Cara ini dinilai kurang memperhatikan sanitasi dan kurang higinies sehingga dapat berpengaruh bagi kesehatan maupun lingkungan.
Melalui permasalahan tersebut, dosen S1 Jurusan Manajemen Sumber Daya Pantai, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Prof. Dr. Ir. Fronthea Swastawati, M.Sc. mencetuskan teknologi baru dalam pengasapan ikan, yakni menggunakan metode asap cair. Inovasi ini membawa Fronthea menjadi salah satu Guru Besar di Universitas Diponegoro. Dalam pidatonya berjudul Inovasi Teknologi Asap Cair Untuk Pengolahan Hasil Perikanan yang Modern dan Higienis di Indonesia. Beliau juga memaparkan kelemahan-kelemahan lain dalam teknik pengasapan tradisional. “Penampilan yang kurang menarik (hangus sebagian), kontrol suhu yang sulit dilakukan, dan pencemaran udara. Produk yang dihasilkan pun kurang bahkan tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI),” tuturnya pada saat pelantikan, Rabu (15/06).
Asap cair merupakan hasil kondensasi uap asap yang berasal dari bahan bakar yang mengandung lignin, selulosa dan hemiselulosa. Asap hasil pembakaran mengandung senyawa-senyawa yang memiliki manfaat sebagai antioksidan, antibakteri dan juga sebagai perisa makanan. Asap cair memiliki kandungan senyawa fenol, asam organik dan karbonil. Ketiga senyawa tersebut berperan dalam memperbaiki sifat produk ikan asap, antimikroba dan antioksidan. Senyawa karbonil dalam asap cair berperan dalam pembentukan karakteristik ikan asap yang dihasilkan. Asap cair merupakan bahan tambahan makanan yang telah masuk SNI 01-7-152-2006 sebagai perisa asap pada makanan.
Selain lebih terjamin, metode asap cair juga mudah diterapkan, penggunaan yang praktis, cita rasa produk lebih seragam, dapat digunakan secara berulang, dapat digunakan berbagai jenis bahan pangan, mengurangi pencemaran lingkungan, hingga senyawa karsinogen yang dapat direduksi/dihilangkan.
Penggunaan metode asap cair pun tergolong mudah. Pada ikan segar atau filet cukup dengan cara merendam produk dalam larutan asap cair pada waktu dan konsentrasi tertentu. Konsentrasi dan waktu perendaman ini tergantung dari jenis dan jumlah ikan. Penggunaan asap cair pada pengenceran 2,5 kali dapat menghambat oksidasi lemak sehingga lebih baik diterapkan pada steak ikan cakalang dibandingkan penggunaan asap cair pada pengenceran 5 kali.
Ia menambahkan potensi perikanan yang besar di Indonesia belum tergarap secara maksimal. Dengan adanya modernisasi pengolahan produk perikanan khususnya ikan asap ini, diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas dari produk yang dihasilkan. Selain itu, metode asap cair yang merupakan metode baru dapat menjadi trend baru bagi kalangan generasi milenial karena lebih praktis, lebih higienis, dan non karsinogen.
Saat ini Prof. Dr. Ir. Fronthea Swastawati, M.Sc menjadi Guru Besar ke-22 pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Undip. Terdapat 161 Guru Besar aktif yang dimiliki Universitas Diponegoro sampai saat ini. (Aslam-Tim Humas)