Bisnis memfasilitasi pemenuhan kebutuhan konsumsi dasar hingga tersier, pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, serta pendorong inovasi, namun sekaligus kontributor emisi karbon, timbulan sampah, dan beragam pencemaran laut, air, udara, dan tanah yang memicu terjadinya bencana alam, gangguan kesehatan, dan penurunan kualitas hidup masyarakat. Untuk itu dibutuhkan perubahan strategi dan operasi bisnis kearah keberlanjutan secara proaktif, dimana keberlanjutan merupakan bagian dari corporate governance yang membutuhkan sistem, mekanisme, dan cara kerja yang baik dan jelas serta terukur untuk kepentingan jangka pendek maupun jangka panjang. Parameter bisnis berkelanjutan dirumuskan berbasis triple bottom line. Hal tersebut disampaikan oleh Bulan Prabawani, S.Sos., M.M., Ph.D. dalam Sidang Pleno Presentasi Makalah Ilmiah Calon Guru Besar Universitas Diponegoro berjudul Pengarusutamaan Keberlanjutan dalam Bisnis yang diselenggarakan oleh Dewan Profesor Undip, Selasa (8/11).
“Bisnis berkelanjutan perlu diterapkan pada seluruh sektor termasuk pertanian dan peternakan, serta perikanan. Agroforestri di Temanggung dan Magelang memberikan pendapatan lebih tinggi dibandingkan monokultur khususnya dengan kombinasi tanaman keras, komoditas, dan buah yaitu Sengon/Suren, Kopi, Tembakau, Alpukat, dan Durian, walaupun pengelolaan ternak belum terintegrasi dengan pertanian” ungkapnya.
Lebih lanjut ia mengatakan Implementasi bisnis berkelanjutan bergantung pada pendekatan institusional dalam bentuk peraturan, kebijakan, fasilitasi, dan keberpihakan pemerintah karena pelaku bisnis seringkali menghadapi pilihan untuk tetap bertahan menerapkan bisnis berkelanjutan dengan output yang belum dapat diprediksi dan peluang untuk sekedar pragmatis mendapatkan keuntungan setinggi-tingginya. Bagaimanapun karakter dan perilaku-pelaku dan konsumen bisnis dipengaruhi oleh pengetahuan dan norma subyektif yang kemudian mempengaruhi sikap dan keinginan konsumen untuk membeli atau tidak membeli suatu produk.
Sementara dalam presentasi ilmiah dengan judul Peran Teknologi Pengolahan Limbah Biomassa dalam Pengembangan Energi Baru Terbarukan, Dr. T. Ir. Indro Sumantri, M.Eng. menuturkan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development goals) merupakan pedoman bagi usaha atau kegiatan agar pembangunan tidak menurunkan kualitas lingkungan hidup. Peningkatan jumlah penduduk dan industri telah menurunkan kualitas lingkungan hidup juga meningkatnya kebutuhan akan energi. Pengolahan air limbah dengan kadar senyawa organik tinggi dilakukan secara biologis proses anaerobik. Pemilihan proses anaerobik karena cocok untuk kadar organik tinggi dan juga hasil akhir degradasi menghasilkan biogas.
“Pengolahan air limbah secara anaerobik telah dilakukan baik dalam reaktor Up-flow Anaerobic Sludge Blanket (UASB) dan reaktor bersekat anaerobik (anaerobic baffled reactor, ABR). Kedua reaktor telah dapat diaplikasikan di industri untuk mengolah air limbah dengan kadar yang tinggi. Pengembangan proses anaerobik adalah perolehan energi hasil degradasi senyawa organik yakni biogas” terangnya.
“Sementara dengan melimpahnya limbah padat pertanian juga memberikan peluang untuk dibuat senyawa biobutanol sebagai energi baru terbarukan, biobutanol mempunyai kualitas yang lebih baik jika dibandingkan dengan bioetanol. Pembuatan biobutanol dilakukan secara fermentasi dengan mikroba genera Clostridium. Baik biogas maupun biobutanol merupakan energi baru terbarukan yang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai sumber energi baru bagi Indonesia karena saat ini sudah terbatas sumber-sumber energi fosilnya sehingga harus melakukan impor untuk memenuhi kebutuhan” pungkas Dr. Indro. (Lin-Humas)