Desa Bengle Kecamatan Talang Kabupaten Tegal merupakan sentra kerajinan batik khas Tegal. Salah satu inovasi yang dilakukan oleh Tim Kuliah Kerja Nyata (KKN) Universitas Diponegoro Periode I Tahun 2022/2023 di Desa Bengle di bawah bimbingan Dosen Pembimbing Lapangan Dr. Hersugondo, S.E., M.M., Dr. Catur Kepirianto, M.Hum. dan Ardiana Alifatus Sa’adah S.Si., M.Si. adalah membuat motif logo Universitas Diponegoro pada batik khas Tegalan sebagai bentuk kreatifitas mahasiswa tim KKN di desa tersebut. Harapannya motif baru dengan logo Universitas Diponegoro akan memperkaya motif-motif batik Tegalan dari Desa Bengle dan semakin memperluas pasar batik untuk lebih menggairahkan para pengrajin untuk mengembangkan usahanya setelah 2 tahun vacum tanpa order di masa pandemi Covid 19.
Batik Tegal pertama kali diperkenalkan pada akhir abad ke-19 dibawa oleh Raja Amangkurat I (Sunan Amangkurat Mas) yang saat itu tengah menikmati Pantai Utara bersama pengikutnya kemudian ia menurunkan ilmu membatiknya kepada anak cucu hingga meluas sampai ke masyarakat. Motif batik pada saat itu hanya didominasi warna hijau dan kecokelatan. Seiring berjalannya waktu, Batik Tegalan memiliki beraneka ragam jenis dan warna, diantaranya motif batik flora maupun fauna. Batik Kota Tegal memiliki ciri khas dengan motif fauna yang dilatarbekangi oleh kehidupan masyarakat pesisir pantai, sedangkan Batik Kabupaten Tegal di dominasi flora seperti Batik Beras Mawur dengan corak berupa titik-titik putih seperti beras tumpah yang dikombinasikan dengan beberapa bunga.
“Insipirasi terciptanya Batik Tegalan dengan Motif Logo Undip karena di beberapa desa di kecamatan Talang merupakan sentra Industri Batik. Dan tentunya ini menambah variasi motif agar lebih berkembang, tidak hanya itu-itu saja. Sementara pemasaran mereka itu karena relatif harganya mahal juga terbatas, jadi tidak bisa menjangkau masyarakat yang lebih luas. Apalagi semasa pandemi bisa dikatakan omsetnya mungkin 10-20% dari biasanya. Untuk itu, kami mengajak mahasiswa yang sedang KKN untuk ikut berperan serta dengan membuat inovasi baru salah satunya adalah dengan membuat motif Batik Tegalan dengan logo Undip.” Ungkap Dr. Hersugondo.
“Ada beberapa Batik yang telah dibuat mahasiswa, sekitar 5 motif dan akan ditampilkan ketika Expo. Dengan demikian, variasinya akan lebih banyak dan memungkinkan untuk dipakai mahasiswa dan karyawan Undip. Batiknya sendiri terdiri dari 2 jenis, yakni Batik Tulis dan Batik Printing, tergantung pasar yang akan di tuju. Untuk pasar menengah keatas Batik yang akan dipasarkan adalah Batik Tulis, dan untuk pasar menengah kebawah Batik yang akan dipasarkan adalah Batik Printing karena sesuai dengan kemampuan konsumennya” lanjutnya.
“Sedangkan media yang digunakan adalah media marketing melalui sosial media, karena pasar batik itu sangat luas. Kalau konsumen di sekitar pengrajin itu sangat sedikit dan terbatas kemampuan untuk membelinya. Jadi, harus dipasarkan lebih luas dan jangkauannya lebih jauh sehingga mereka yang belum mengenal Batik Tegalan bisa menjadi konsumennya” imbuh Dr. Hersugondo.
Proses pembuatan batik tulis relatif lama karena pekerjaan pengrajin yang rata-rata adalah ibu rumah tangga. Satu lembar kain batik bisa dikerjakan paling cepat 1 (satu) minggu, dan paling lama adalah 1 (satu) bulan. Hal tersebut yang menjadikan harga Batik Tulis menjadi mahal, apalagi batik yang memiliki kualitas tinggi atau halus dengan kain yang juga berkualitas. Sedangkan untuk Batik Printing, dalam 1 (satu) hari bisa menghasilkan 10 (sepuluh) lembar kain Batik.
“Untuk motif Undip, pembatik belum punya cap logo Undip sehinggga nanti akan kami kembangkan melalui program pengabdian masyarakat LPPM dengan membuat canting untuk logo Undip agar bisa diproduksi lebih banyak dan lebih luas. Para pengrajin juga belum memiliki stempel untuk Batik Printing karena kita baru mengenalkan selama KKN sekitar sebulanan terakhir. Semoga para pengrajin batik Tegalan terus berkarya dan bersemangat” pungkasnya. (Lin/Nuril/Arbi-Humas)