Universitas Diponegoro

Wayang Kulit Kontemporer Meriahkan Dies Natalis ke-7 SV UNDIP

Puncak Dies Natalis ke-7 Sekolah Vokasi Universitas Diponegoro meluncurkan Desa Vokasi Budaya ditandai dengan pagelaran seni wayang kulit kontemporer yang menampilkan 7 Dalang dan 7 Sinden mementaskan lakon yang berjudul “Bharatawarsa”. Acara berlangsung di Auditorium Imam Barjo Kampus Undip Pleburan, Sabtu (21/10) malam.

Dalam sambutannya Rektor Undip, Prof. Dr. Yos Johan Utama, S.H., M.Hum., menuturkan SV merupakan bagian dari Undip dan telah menjadi salah satu icon di Undip, hal ini dibuktikan dengan alumni Undip paling cepat mendapatkan pekerjaan .

“Terus berkembang, terus bangkit dan mengembangkan potensi yang ada sehingga pada akhirnya jargon ‘Saatnya Vokasi Juara’ akan benar-benar menjadi kenyataan,” ucap Rektor.

Dalam kesempatannya Dekan Sekolah Vokasi, Prof. Dr. Ir. Budiyono, M.Si. menyampaikan desa vokasi budaya merupakan platform unik yang dirancang untuk merayakan perpaduan pendidikan vokasional dan kekayaan budaya. Melalui berbagai kegiatan dan program menarik, inisiatif ini bertujuan memberdayakan mahasiswa, pendidik, dan masyarakat dengan keterampilan vokasional sekaligus melestarikan dan mempromosikan warisan budaya yang beragam. Sedangkan, pagelaran wayang kulit dengan 7 dalang dan 7 sinden ini tidak hanya menjadi hiburan seni, tetapi juga sebuah perwujudan harmoni antara warisan budaya dan kreativitas kontemporer.

“Kehadiran Desa Vokasi Budaya adalah bentuk komitmen nyata dari Undip. Kawasan pedesaan di sana akan menjadi pusat atau central penyelenggaraan pelatihan, kursus berbagai kecakapan vokasional sekaligus dikembangkan berbagai unit usaha berbasis keunggulan lokal. Semoga di usia yang ke-7 ini SV berjalan dengan mantap, berdiri dengan tegap, dan beresemangat membangun Undip tercinta,” kata Prof Budiyono.

Sementara pementasan wayang kulit kontemporer ini mengisahkan tentang upaya Raja Bharata yang memperluas wilayah pemerintahannya pada babat Alas Ingas yang kemudian berdiri Negara Ngastina. Bharata adalah putra dari pasangan Duswanta dan Sakuntala, ia diwarisi tahta oleh ayahnya yang merupakan seorang raja besar pada jamannya. Namun ketika Prayasa dipimpin oleh Bharata timbulah gejolak pemberontakan dari negara tetangga. Yang paling besar pasukannya adalah negara Magada dan negara Angga. Dua negara itu selalu mengganggu ketentraman rakyat Prayasa. Perang pun pecah hingga menewaskan senopati senopati besar dari ketiga negara.

Prabu Bharata meminta saran dari sang kakek Resi Kanwa lalu pergi bertapa di lereng Himalaya. Turunlah Dewa Ganesya memberi petunjuk padanya. Para dewa memerintah Bharata untuk melebarkan negaranya hingga ke Alas Ingas, ia pun bersedia lalu pergi menuju Alas Ingas. Ketika sedang merobohkan pohon pohon di Alas Ingas, muncul penunggu alas yang berwujud gajah besar lalu menyerang Bharata. Tapi gajah itu bisa dikalahkan oleh Bharata dan berubah wujud menjadi ksatria bernama Gajahoya. Dari peristiwa itu lalu Bharata menamai wilayah itu menjadi Gajahoya. Dengan berdirinya kedaton Gajahoya, maka kekuasan Bharata semakin besar dan kuat. (LW-Humas)

Share this :
Exit mobile version