Site icon Universitas Diponegoro

FPP UNDIP Siap Menambah Empat Calon Guru Besar

Universitas Diponegoro menggelar presentasi makalah ilmiah empat calon guru besar UNDIP yang diselenggarakan oleh Dewan Profesor Universitas Diponegoro, Kamis (2/10).  Keempat calon guru besar yang berasal dari Fakultas Peternakan dan Pertanian tersebut adalah Sutaryo, S.Pt., M.P., Ph.D.; Dr. Ir. R.R. Retno Adiwinarti, M.Sc.; Ir. Bambang Sulistiyanto, M.Agr.Sc., Ph.D., IPU; dan Dr. Yoyok Budi Pramono, S.Pt., M.P.

Dalam makalahnya yang berjudul Optimalisasi Produksi Biogas dari Limbah Ternak Sapi Upaya Mewujudkan Industri Peternakan yang Berkelanjutan, Sutaryo menyampaikan upaya menurunkan emisi dari limbah ternak sapi salah satunya dengan penanganan limbah ternak secara anaerob untuk produksi biogas. Langkah tersebut selain dapat mencegah fermentasi yang tidak dikehendaki dari manure sapi juga dapat menghasilkan biogas yang dapat digunakan untuk menggantikan penggunaan sumber energi berbasis fosil.

“Untuk dapat bersaing dengan sumber energi berbasis fosil, produksi methana dari manure sapi harus ditingkatkan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan pretreatment manure sebelum diolah secara anaerob dan co-gesti dengan biomassa yang lain yang mempunyai kandungan nutrisi, kecernaan dan potensi produksi methana yang lebih tinggi. Namun demikian untuk dapat diaplikasikan pada skala industri, kajian yang lebih detail masih diperlukan khususnya mengenai tambahan biaya yang dipelukan untuk menerapkan kedua perlakuan tersebut dan untuk mengkaji ketersediaan bahan yang digunakan sebagai co-substrate dengan manure sapi,” terangnya.

Sedangkan Retno dalam materinya mengenai pemeliharaan ruminansia kecil mengatakan peningkatan produktivitas ternak dapat dilakukan dengan sistem pemeliharaan intensif dengan tipe kandang bebas dan pemberian pakan yang ditingkatkan kualitasnya (kandungan protein kasar 14-15% dan TDN 56-62%).

“Bentuk pakan yang efisien untuk meningkatkan produktivitas ternak dan meningkatkan kesejahteraan ternak adalah pakan komplit atau total mixed ration berbentuk pellet. Selain itu, pakan berbentuk pellet dapat menutupi rasa bahan pakan limbah yang kurang disukai ternak. Pakan yang dikonsumsi akan mempengaruhi jumlah kunyahan dan berhubungan dengan kesehatan rumen, oleh karena itu kesehatan rumen ternak harus dijaga dengan memperhatikan pH dalam rumen yang dipengaruhi antara lain oleh kandungan serat kasar dalam pakan yang akan mempengaruhi jumlah kunyahan,” ungkapnya.

Sementara Bambang membahas mengenai Teknologi Fermentasi untuk Pengembangan Pakan Fungsional pada Unggas. Hasil kajian penggunaan produk fermentasi sebagai bahan pakan fungsional, terbukti memberikan hasil positif sebagai pengganti antibiotika unggas, seperti ayam broiler, ayam kampung, maupun kalkun dengan berbagai ragam peran dan fungsinya.

“Peluang pengembangan unggas lokal sebagai penunjang produksi mengingat genetik tidak berbasis jagung dan bungkil kedelai, memberikan respon terhadap penggunaan aditif fungsional lebih baik. Hal ini akan sangat berguna sebagai upaya pemberdayaan sumberdaya lokal untuk mendukung perkembangan industri peternakan nasional,” jelasnya.

Pada kesempatannya, Yoyok berbicara Peran Sistem Fermentasi dan Keamanan Pangan dalam Pengembangan dan Diversifikasi Produk untuk Peningkatan Mutu dan Kesehatan. Ia menerangkan fermentasi, sebagai metode pengolahan pangan tradisional, telah terbukti meningkatkan kualitas dan nilai gizi makanan. Namun, kompleksitas proses fermentasi dan berbagai faktor eksternal seperti perubahan iklim dan kurangnya regulasi telah menimbulkan tantangan dalam menjamin keamanan pangan produk fermentasi.  Sistem fermentasi dan sistem keamanan pangan dapat diintegrasikan sebagai metode alternatif solutif untuk meningkatkan mutu dan kesehatan dengan produk pangan baru yang inovatif.

“Kontaminasi mikroba, kontaminan kimia, dan variabilitas proses produksi merupakan risiko utama yang dapat mengancam kesehatan konsumen. Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan upaya bersama dari berbagai pihak, mulai dari produsen, pemerintah, akademisi, hingga konsumen. Penerapan standar produksi yang baik, pemantauan kualitas yang ketat, dan edukasi publik menjadi kunci dalam membangun sistem keamanan pangan yang kuat dan berkelanjutan untuk produk fermentasi,” pungkasnya. (LW-Humas)

Share this :
Exit mobile version