UNDIP, Semarang – Program Studi Teknologi Rekayasa Kimia Industri (TRKI) Sekolah Vokasi Universitas Diponegoro terus menunjukkan inovasinya dalam mengembangkan potensi sumber daya lokal. Salah satu proyek unggulan terbaru adalah produksi glukosa cair berbasis pati sagu, yang diinisiasi oleh dosen TRKI Mohamad Endy Julianto, S.T., M.T. bersama mahasiswanya, Malika Pintanada Kaladinanty (Malika) dan Abitha Mona Wisya (Abitha).
Untuk diketahui Indonesia sebagai negara penghasil sagu terbesar di dunia, memiliki lahan sagu mencapai 1,25 juta hektar atau 51% dari total luas lahan sagu dunia. Sagu mampu menghasilkan 25 ton pati kering per hektar, jauh lebih tinggi dibandingkan padi (6 ton) dan jagung (5,5 ton). Teknologi budi daya sagu yang sederhana dan ekonomis menambah nilai unggul komoditas ini, menjadikannya bahan baku ideal untuk produk turunan seperti glukosa cair.
Pada kesempatannya, Malika menyampaikan bahwa saat ini glukosa cair sebagian besar diproduksi dari singkong dan jagung. Produk ini memiliki banyak manfaat, antara lain sebagai pengganti gula pasir dalam industri kembang gula, minuman, dan biskuit. “Kebutuhan glukosa cair dalam negeri yang baru terpenuhi 60% dan masih mengandalkan impor hingga 112.396 kg menunjukkan potensi besar untuk pengembangan produk berbasis local,” ungkap Malika.
Sementara Abitha menambahkan bahwa glukosa cair dapat diproduksi melalui hidrolisis pati, baik dengan metode enzimatis maupun asam. Pati sagu menjadi pilihan utama karena kandungan amilopektinnya yang tinggi, serta kadar protein dan lemaknya yang rendah. “Faktor-faktor ini menjadikan pati sagu cocok untuk proses hidrolisis tanpa menghasilkan reaksi Maillard yang menyebabkan warna kecokelatan pada glukosa cair,” ucap Abitha.
Lebih lanjut Endy menjelaskan tentang potensi penggunaan reaktor membran tubular dalam proses hidrolisis enzimatis. “Proses enzimatis memiliki konversi yang tinggi hingga mencapai 97% dan lebih hemat energi karena beroperasi pada suhu rendah,” katanya. Metode ini juga ramah lingkungan karena tidak membutuhkan bahan kimia tambahan, sehingga tidak menimbulkan endapan garam.
Keunggulan lain dari reaktor membran adalah kemampuannya menggabungkan proses sakarifikasi enzimatis dengan pemisahan partikel. Enzim yang digunakan dapat didaur ulang, dan inhibitor dari reaksi dapat dihilangkan melalui membran secara simultan, sehingga meningkatkan efisiensi proses.
Endy menyimpulkan bahwa teknologi ini dapat menjadi solusi strategis untuk meningkatkan kemandirian bangsa dalam memenuhi kebutuhan glukosa cair dan mendukung diversifikasi produk berbasis sagu. “Dengan modifikasi proses dan pengaturan reaksi yang optimal, teknologi ini menjanjikan prospek besar untuk diimplementasikan dalam skala industri,” ujarnya.
Melalui inovasi ini, Prodi TRKI SV UNDIP berkomitmen untuk terus mendorong penelitian yang relevan dan mendukung kemajuan industri berbasis sumber daya lokal, serta memberikan kontribusi nyata sesuai dengan tagline UNDIP Bermartabat dan Bermanfaat. (Endy-SV; ed. DHW)