Universitas Diponegoro

UNDIP Dorong Mahasiswa Jadi Agen Perubahan Lingkungan Lewat Greendips Scholarship

UNDIP, Semarang (24/06) — Universitas Diponegoro terus memperkuat komitmennya dalam menciptakan kampus berkelanjutan melalui berbagai inisiatif lingkungan. Salah satu program inovatif yang menjadi sorotan adalah Greendips Scholarship yakni program beasiswa berbasis aksi lingkungan yang mengubah sampah menjadi peluang bagi mahasiswa untuk berkontribusi sekaligus menerima manfaat pendidikan.

Dalam podcast UNDIP TV bertajuk “Ngobrolin Sampah di UNDIP: Dari Green Habits hingga Greendips Scholarship”, hadir tiga narasumber dengan latar belakang berbeda namun satu visi: mewujudkan kampus hijau dan berkelanjutan. Mereka adalah Dr. Bina Kurniawan, SKM., M.Kes. (Kepala UPT K3L UNDIP), Adam Nur Wahid (Ketua Bidang Lingkungan BEM UNDIP), serta Muhammad Dzikri Prayoga (Awardee Greendips Scholarship dan Ketua Society of Renewable Academic).

Dr. Bina mengungkapkan bahwa UNDIP menghasilkan sekitar satu ton sampah setiap harinya. “Dibutuhkan berbagai inovasi agar UNDIP tidak lagi membuang sampah ke TPA, melainkan mengelolanya secara mandiri, terutama sampah anorganik yang sulit terurai,” ungkapnya.

Salah satu terobosan adalah pengembangan Reverse Vending Machine (RVM) di UPT Perpustakaan untuk menukar sampah botol plastik menjadi poin. Selain itu, dengan riset pengubahan sampah menjadi bahan bakar, penyediaan fasilitas seperti bank maggot, kandang ayam, dan pengolahan limbah B3 serta pembangunan TPST sebagai laboratorium edukasi menjadi bagian dari roadmap besar UNDIP.

“Melalui Greendips, sampah menjadi berkah. Program ini mengubah limbah menjadi sumber beasiswa bagi mahasiswa peduli lingkungan,” jelasnya.

Adam Nur Wahid menyoroti pentingnya green habits yang dimulai dari individu. “Gerakan lingkungan bukan sekadar tren, tapi komitmen jangka panjang,” tegasnya. Ia mendorong kolaborasi antara mahasiswa, organisasi, dan pihak kampus agar gerakan ini tak hanya hidup, tapi berkelanjutan.

“Greendips tak hanya memberi beasiswa, tetapi juga membentuk relawan, kader lingkungan, dan jaringan mitra dari kos-kosan hingga warung makan untuk menerapkan prinsip pengelolaan sampah yang benar,” jelasnya. Hingga kini, sudah ada enam awardee beasiswa yang terlibat aktif dalam program ini.

Program Greendips juga membuka donasi sampah dari sivitas kampus dan masyarakat umum. Dalam pelaksanaannya, relawan turut berperan penting, seperti saat kegiatan Orientasi Dipo Muda (ODM) 2024, dengan memilah sampah organik ke bank maggot, anorganik untuk penjualan dan pendanaan beasiswa, serta residu ke TPA.

Lebih lanjut, Muhammad Dzikri Prayoga menegaskan bahwa Greendips Scholarship mendorong mahasiswa untuk tak hanya unggul akademik, tetapi juga aktif dalam gerakan keberlanjutan. “Program ini membuka wawasan saya tentang pentingnya sustainability. Di Society of Renewable Academic, kami belajar menerapkan gaya hidup ramah lingkungan, riset energi bersih, hingga membuat konten edukasi,” ujarnya.

Ia mengajak mahasiswa untuk memulai dari hal kecil seperti memilah sampah, menanam pohon, hingga menjadi relawan dalam program lingkungan.

Dr. Bina menggarisbawahi bahwa tantangan terbesar bukan pada fasilitas, tetapi pada kesadaran perilaku. “Sistem kita sudah mendukung, dari tempat sampah terpilah hingga pemrosesan. Tapi tantangan utamanya ada di konsistensi pengguna. Sampah adalah soal perilaku,” tegasnya.

UNDIP terus menanamkan nilai-nilai keberlanjutan kepada seluruh civitas academica. Peraturan Rektor No. 5 Tahun 2023 tentang pengelolaan sampah menjadi payung kebijakan untuk mendorong perubahan nyata dari hulu ke hilir—mulai dari pemilahan di sumber, pemanfaatan hasil pirolisis, hingga pembangunan kandang ayam dan maggot untuk pengolahan limbah organik.

Melalui program seperti Greendips Scholarship, UNDIP ingin membentuk ekosistem kampus yang bukan hanya bersih dan sehat, tapi juga mampu menjadi pusat edukasi dan inspirasi dalam pengelolaan lingkungan. (Komunikasi Publik/UNDIP/DHW)

Share this :
Exit mobile version