UNDIP, Semarang (18/03) – Dunia pangan saat ini tengah menghadapi berbagai tantangan serius. Beragam inovasi terus dihasilkan oleh para peneliti dalam pengembangan makanan masa depan. Namun, kemajuan tersebut juga menimbulkan berbagai pertanyaan, khususnya terkait aspek keamanan dan kehalalannya.
Pandangan Islam tentang pangan telah ada sejak jaman Nabi, sangat mungkin untuk dikembangkan di era modern untuk membantu manusia dalam menyelesaikan problematika krisis pangan.
Ahli Nutrisi UNDIP Prof. Dr. Mohammad Djaeni, ST., M.Eng menyampaikan pandangannya dalam sebuah webinar yang dihadiri puluhan professor dari seluruh Indonesia. Acara ini merupakan sebuah kajian ilmiah di bulan puasa Ramadhan yang membawa tema masa depan makanan (future food) dalam perspektif Islam.
Diskusi ini dianggap penting karena di tengah tantangan global seperti perubahan iklim, krisis air, dan lonjakan populasi, dunia dituntut untuk menemukan solusi inovatif dalam pemenuhan kebutuhan pangan bagi manusia. Islam sebagai agama yang komprehensif telah memberikan landasan kuat terkait konsumsi makanan yang tidak hanya halal, tetapi juga thayyib (baik dan bermanfaat bagi tubuh).
Dalam paparannya, Prof Djaeni mengatakan bahwa pandangan Islam ini, sangat mungkin untuk dikembangkan di era modern untuk membantu manusia dalam menyelesaikan problematika krisis pangan.
Menurutnya Islam telah memiliki landasan bagi manusia untuk makan makanan yang baik dan halal yang merupakan makanan-makanan yang terbaik untuk manusia. Ia juga menyebutkan dalam Al-Qur’an dan hadis terdapat berbagai jenis makanan yang disebut secara eksplisit dan dikenal memiliki manfaat besar. Beberapa di antaranya adalah jahe (QS. Al-Insan: 17), pisang (QS. Al-Waqi’ah: 29), kurma (QS. Maryam: 23–25), zaitun (QS. At-Tin: 1), madu (QS. An-Nahl: 69), dan buah tin (QS. At-Tin: 1). Hadis juga menyebut habatussauda (jintan hitam) sebagai obat bagi segala penyakit kecuali kematian.
Menurutnya, gambaran mengenai makanan dan minuman penghuni surga dalam Al-Qur’an dan hadis dapat menjadi inspirasi dalam merancang makanan masa depan. Diceritakan bahwa makanan surga tidak akan habis walaupun dikonsumsi terus-menerus, tidak menyebabkan buang hajat, dan memiliki khasiat luar biasa.
Ia menambahkan, penghuni surga disebut bisa menikmati daging burung, hati ikan, buah-buahan, air jahe, air kafur, madu, susu, hingga khamar yang tidak memabukkan. Dalam hadis riwayat Muslim, disebutkan bahwa air dari Telaga Al-Kautsar cukup untuk menghilangkan rasa haus selamanya. Konsep inilah yang kini menjadi perhatian dalam pengembangan smart food—makanan dan minuman yang memberi dampak nutrisi optimal dalam waktu lama dengan volume konsumsi yang minimal.
Pengembangan smart food bisa dilakukan untuk menciptakan makanan yang saat dikonsumsi mampu memberikan energi dan hidrasi tahan lama, idealnya hingga 12–24 jam, tanpa perlu merasa lapar atau haus. Ini membutuhkan riset mendalam mengenai bagaimana makanan dicerna, diserap, dan digunakan tubuh secara efisien.
Komposisinya harus berbasis bahan halal dan tinggi nutrisi, dengan sifat slow digestive serta kemampuan menyimpan dan melepaskan cairan secara bertahap di dalam tubuh. Dalam konteks ini, Islam memberi arah yang sangat relevan karena mendorong konsumsi makanan yang tidak berlebihan, bersih, dan bermanfaat bagi tubuh.
Kita semua tau bahwa tantangan utama yang dihadapi masyarakat saat ini adalah masalah ketahanan pangan. Lahan pertanian yang semakin sempit menuntut adanya inovasi berupa pemuliaan tanaman yang cepat panen, tahan hama, dan dapat tumbuh di berbagai kondisi. Sementara itu, jumlah penduduk yang terus meningkat menuntut efisiensi dalam konsumsi pangan. Maka, dibutuhkan makanan dan minuman yang cukup dikonsumsi satu atau dua kali sehari, tetapi tetap memberikan asupan energi dan nutrisi optimal dalam jangka waktu panjang.
Dengan pendekatan integratif antara sains dan nilai-nilai Islam, masa depan pangan tidak hanya bisa menjawab tantangan global, tetapi juga membawa misi kemanusiaan dan spiritual. Islam bukan hanya memberikan aturan tentang apa yang boleh dan tidak boleh dikonsumsi, tetapi juga memberi inspirasi untuk membangun sistem pangan yang berkelanjutan, efisien, dan bermartabat. Future food bukan hanya soal teknologi, melainkan tentang nilai, keberlanjutan, dan kemaslahatan umat manusia secara menyeluruh. (NH)