Semarang – Jawa Tengah (7/12). Pengembangan usaha peternakan ruminansia, khususnya di sentra padat penduduk sangat dibutuhkan perhatian. Hal ini mengingat limbah peternakan sapi berpotensi mencemari lingkungan. Demikian halnya petani peternak sapi yang tergabung dalam Kelompok Ternak Makmur Bhumi Jaya, Desa Tubanan, Kecamatan Kembang Kabupaten Jepara, yang posisi kandangnya terletak di tengah pemukiman warga.
Ahmad Mufid selaku Ketua Kelompok menjelaskan bahwa kandang kelompoknya berada di padat pemukiman, sehingga limbahnya perlu ditangani secara khusus. “Tahun lalu kami sudah dibantu program Corporate social responsibility (CSR) sebuah perusahaan, dibangunkan digester biogas agar kotoran sapi bisa dimasukkan ke digester. Tetapi tidak tahu masalahnya, ternyata belum berfungsi seperti yang diharapkan.” ungkap Mufid.
Menindaklanjuti permasalahan yang dihadapi petani peternak, Fakultas Peternakan dan Pertanian Undip mengirimkan dua dosennya untuk meninjau lokasi sekaligus memberikan solusinya. Selasa, 6 Desember 2022, Dr. Ir. Marry Christiyanto, M.P., IPM dan Dr. Ir. Cahya Setya Utama, S.Pt., M.Si., IPM berkunjung ke kandang kelompok TBM Jaya. “Banyak yang membangunkan biogas, tetapi peternaknya belum diberikan pemahaman untuk mengoperasionalkan biogas dengan baik dan benar. Ini yang menyebabkan digester biogas yang mangkrak, tidak berfungsi.” jelas Marry Christiyanto.
Digester biogas tidak bisa disamakan sebagai peralatan biasa, karena digester biogas adalah Continous system, yang harus selalu diisi kotoran ternak secara rutin agar dapat berfungsi optimal. Jika berhenti pengisiannya akan mengakibatkan digester berhenti sistemnya dan dibutuhkan biaya besar untuk mengaktifkannya kembali. Sumber permasalahan yang menyebabkan biogas tidak menyala di kompor harus ditemukan sehingga peternak tidak merasa sia-sia melakukan pengisian digester biogas.
Upaya pengolahan limbah peternakan menjadi pupuk organik juga menjadi aspek penting guna meningkatkan pendapatan petani peternak. “Limbah kotoran yang berbau tidak sedap ini nantinya harus berganti menjadi bau uang, dengan syarat pupuk produksi peternak juga harus sudah tidak berbau kotoran lagi, sudah berbau khas fermentasi yang berhasil.” jelas Cahya kepada peternak. Proses fermentasi kotoran ternak (padat dan cair) melalui fermentasi terkendali dengan bahan bahan yang mudah diperoleh, akan menghasilkan pupuk organik berkualitas yang akan mudah dipasarkan dan diterima oleh konsumen.
“Kami menjadi sangat faham banyak hal dengan kehadiran Tim dari FPP Undip dan semoga ada kegiatan pendampingan berkelanjutan ke kelompok kami, agar peternak mendapatkan hasil optimal dari beternak.” kata Mufid. Segala bentuk bantuan termasuk introduksi teknologi tepat guna akan dapat efektif dan berdaya guna jika dibarengi dengan program pendampingan berkelanjutan. Kerjasama antara Perguruan Tinggi dengan CSR Perusahaan dan peternak akan mempercepat tercapainya peningkatan kesejahteraan masyarakat.