SEMARANG – Pakar kesehatan lingkungan Universitas Diponegoro (UNDIP) mengungkapkan dampak cemaran lingkungan sangat erat kaitannya dengan tumbuh kembang anak. Wanita usia subur dan bayi yang terpapar pestisida memiliki risiko lebih tinggi untuk menderita stunting.
Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Undip, Dr dr Suhartono Apoina Kartini Budiono MKes, mengatakan dari hasil penelitiannya di Kabupaten Brebes selama tahun 2017 menunjukkan daerah penghasil bawang merah ini merupakan pengguna pestisida tertinggi di Indonesia, bahkan disebut tertinggi di Asia Tenggara. Penelitian tersebut menemukan bahwa paparan pestisida menjadi salah satu faktor terjadinya stunting pada anak-anak sekolah dasar ( D).
Secara teknis disebutkan nilai OR-nya 3,9 yang diartikan faktor risiko anak yang terpapar pestisida 3,9 kali lebih besar dibanding anak yang tak terpapar pesrtisida. Panjanan bahan toksik di lingkungan termasuk logam berat dan pestisida menjadi pemicu utama terjadinya stunting.
Menurut Suhartono, dilakukannya penelitian tersebut antara lain didorong adanya Data Riskesdas 2013 yang mencatat mencatat angka kejadian stunting di Brebes mencapai 40,7%, merupakan tertinggi di Jawa Tengah. Pendorong lainnya adalah fokus penanganan terhadap gangguan tumbuh kembang anak yang lebih banyak dikaitkan dengan masalah infeksi terutama infeksi saluran cerna (Diare) atau infeksi saluran pernafasan (Ispa), sehingga program pengendalian dari aspek lingkungan fokus kepada perbaikan sanitasi lingkungan seperti air bersih dan jamban; padahal paparan pestisida juga sangat besar andilnya dalam kejadian stunting suatu daerah.
Stunting di suatu wilayah harus dilihat dengan kacamata yang lebih komprehensif, dengan melihat multifaktor yang ada mulai asupan gizi yang kurang, infeksi, serta pajanan bahan toksik dari lingkungan seperti logam berat, pestisida dan pencemaran lainnya. Pestisida diyakini menjadi salah satu faktor penyebab stunting karena dapat mengganggu fungsi hormon yang berperan dalam pertumbuhan, seperti IGF-1 atau Insuline Growt Factor-1(Boada et al 2007) dan tiroid (diamanti-Kandarakis et al 2009) ke dua hormon tersebut sangat penting dalam proses pertumbuhan, perkembangan seseorang.
Sebagai referensi, hasil penelitian yang dilakukan Undip di tahun 2010 juga memberi simpulan bahwa wanita usia subur dengan riwayat pajanan pestisida karena keterlibatannya dalam bidang pertanian mempunyai risiko 3,3 kali untuk menderita hipotiroidisme (Suhartono, dkk., 2010). Hipotiroidisme adalah gangguan dari hormon tiroid, jadi kadar hormon tiroidnya kurang sehingga proses pertumbuhan perkembangannya, kalau kemidian dia itu nanti hamil maka janin yang dalam kandungan itu tumbuh kembangnya akan terganggu.
“Salah satu tanda terjadinya gangguan hipotiroidisme ini adalah membesarnya kelenjar tiroid atau gondok. Ini berpengaruh pada prestasi belajar anak.”kata Suhartono dalam seminar daring dengan tema “Respon Pemerintah Dalam Upaya Percepatan Penurunan Stunting Pasca Pandemic di Jawa Tengah” yang diselenggarakan Pusat Penelitian Kesehatan (Puslitkes) Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Undip, Selasa (22/9/2020).
Suhartono mengingatkan bahwa pestisida bisa masuk ke dalam tubuh melalui kulit, saluran pernafasan saat kita menghirup, maupun mulut atau saluran cerna. Masuknya pestisida akan menyebabkan gangguan terhadap fungsi hormon pertumbuhan dan menyebabkan stres oksidatif sehingga asupan protein yang masuk ini sudah habis untuk mengatasi masalah stres ini.
Dampak lain dari masuknya pestisida ke dalam tubuh terjadinya gangguan absorbsi bahan makanan di saluran cerna sehingga penyerapan nutrisi terganggu. Kondisi seperti inilah yang menyebabkan anak-anak yang terpapar pestisida mengalami gangguan pertumbuhan atau stunting.
Pada seminar ini hadir narasumber lain di antaranya Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Kepala Badan Perencananaan dan Pembangunan Nasional, Dr Ir Subandi Sardjoko MSc yang menyampaikan bahasan “Kebijakan Pemerintah Dalam Percepatan Penurunan Stunting Pasca Pandemi”; kemudian Kepala Dinas Kesehatan Jateng Dr Yulianto Prabowo MKes yang memaparkan “Profil Stunting di Jawa Tengah serta Program Gizi Selama Pandemi”. Adapun peneliti dari Puslitkes LPPM Undip Nuryanto SGz MGizi menyampaikan paparan “Kajian stunting di beberapa wilayah Jawa Tengah”.
Nuryanto, S.Gz, M.Gizi dari (Puslitkes) LPPM) Undip menekankan pentingnya optimalisasi hasil kajian akademisi sebagai sumber informasi kepada pemerintah daerah yang diharapkan dapat menjadi bahan kajian lebih lanjut.
Sementara itu Kepala Dinas Kesehatan Jawa Tengah Dr Yuliyanto Prabowo Mkes mengatakan di masa pandemic, pemerintah menjamin hak anak dan ibu hamil untuk mendapatkan pelayanan kesehatan berkualitas harus tetap direaliasasikan, namun dalam bentuk dan cara yang disesuaikan dengan protokol kesehatan.
“Asupan gisi dan stimulasi, deteksi dan intervensi dini sangat penting dalam menentukan pertumbuhan anak. Untuk itu, Bayi balita stunting harus dikelola dengan baik sebelum melewati 1000 hari pertama kehidupan, agar dampak stuntingnya minimal dan bisa mendekati kualitas bayi balita normal seusianya,” jelasnya.