Undip Siap Kukuhkan Ketua Mahkamah Agung RI sebagai Guru Besar Tidak Tetap Bidang Ilmu Hukum Pidana

Prof. Dr. Dr. H. Muhammad Syarifuddin, S.H., M.H. adalah Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, yang akan dikukuhkan sebagai Guru Besar Tidak Tetap dalam bidang Ilmu Hukum Pidana Fakultas Hukum Undip yang ke-4 . Prof. Dr. Dr. H. Muhammad Syarifuddin, S.H., M.H. merupakan pejabat karir di Mahkamah Agung yang mengawali karirnya dari Calon Hakim (Cakim) pada tahun 1981. Karir pada Mahkamah Agung dilewati tahap demi tahap, mulai dari Hakim Tingkat Pertama, Wakil Ketua Pengadilan, Ketua Pengadilan, sampai pada Jabatan-Jabatan tertentu seperti Kepala Badan Pengawasan, Hakim Agung, Ketua Kamar Pengawasan, Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial, hingga sekarang menjadi Ketua Mahkamah Agung.

Sebagai  Ketua Mahkamah Agung, Prof. Dr. Dr. H. Muhammad Syarifuddin, S.H., M.H. telah banyak mengembangkan pemikiran dan  langkah-langkah   progresif dan inovatif sebagi terobosan kreatif (creative breakthrough) yang mencerminkan sikap tanggap, keberanian sekaligus menunjukkan kapasitas dan kompetensinya yang luar biasa sebagi seorang praktisi maupun teoritisi.

Pertama, ditengah gugatan tiadanya rasa keadilan dan kepastian hukum dalam pemidanaan terhadap koruptor, lemahnya putusan pengadilan yang dinilai sangat rendah, “memanjakan” dan berpihak kepada koruptor, sehingga tidak memberikan efek jera kepada koruptor. Luasnya kebijakan dan tiadanya pedoman dalam memilih dan menjatuhkan jenis (starfsoort) , berat ringan (strafmaat),  dan cara pelaksanaan pidana (starmodus) , yang telah memberikan kebebasan Hakim yang tidak “terbatas”, yang berakibat munculnya ekses negatif “ berupa permainan” dan “perdagangan” putusan, sehingga memunculkan rasa ketidak adilan, tiadanya kepastian hukum dan terjadi disparitas pidana. Bertumpu pada realitas tersebut Prof. Dr. Dr. H. Muhammad Syarifuddin, S.H., M.H. sebagi Ketua Mahkamah Agung telah melakukan langkah- langkah kebijakan yang bersifat progresif, responsif, evaluatif dan terbuka untuk menerima kritik dan melakukan oto kritik  untuk menunjukkan komitmen membangun peradilan bersih. Berkaitan dengan peradilan tindak pidana korupsi telah menginisiasi keluarnya Pedoman Pemidanaan terhadap penjatuhan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi yang kerugikan keuangan negara.

Langkah tersebut diambil melalui penerbitan Peraturan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia (Perma) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Langkah tersebut merupakan langkah progresif, yang ingin memberikan pedoman pemidanaan yang proporsional, akuntabel, rasional dan berkeadilan. Selain itu juga merupakan yudicial correction terhadap kebijakan formulasi yang dilakukan lembaga Yudikatif, yang secara objektif rasional terkesan melindungi dan berpihak kepada pelaku tindak pidana korupsi yang memegang jabatan publik, dengan pengancaman pidana yang lebih ringan terhadap pelanggaran Pasal 3 UU Tipikor.   Pasal 2 dan Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi merupakan pasal yang memuat aturan pemidanaan untuk perkara tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara. Rumusan formulasi kedua pasal tersebut hampir mirip, hanya berbeda pada sasaran subjeknya dan ancaman pidananya. Penerapan aturan pemidanaan terhadap kedua pasal ini ternyata memunculkan disparitas pemidanaan. Oleh karena itu Calon mengambil sikap perlu dibuatnya pedoman yang harus diikuti Hakim dalam mengadili kasus korupsi berdasar Pasal 2 dan Pasal 3 ini. Di dalam Perma ini dibuatlah suatu pengkategorian nilai kerugian keuangan negara, menjadi kategori Paling Berat, Berat, Sedang dan Ringan. Dengan adanya kategori ini diharapkan Hakim yang mengadili perkara tindak pidana korupsi Pasal 2 dan Pasal 3 memiliki kesamaan ukuran, sehingga mengurangi kemungkinan munculnya disparitas pemidanaan. Meskipun demikian, pembatasan yang dilakukan dalam Perma ini sama sekali tidak mengurangi kemerdekaan Hakim dalam menjatuhkan putusan yang berorientasi pada keadilan.

Kompetensi luar biasa yang kedua dari Prof. Dr. Dr. H. Muhammad Syarifuddin, S.H., M.H, adalah sebuah kebijakan yang sangat visioner bagi lembaga Mahkamah Agung Republik Indonesia, yaitu dengan mengembangkan Virtual Court dalam perkara pidana. Penerapan sistem virtual court untuk perkara pidana diwujudkan dengan penerbitan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 4 Tahun 2020 tentang Administrasi dan Persidangan Perkara Pidana di Pengadilan secara Elektronik. Langkah ini diambil dalam rangka mewujudkan Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035, yang diantaranya bertujuan untuk mewujudkan peradilan modern berbasis teknologi informasi. Bukanlah langkah  mudah melakukan pembaruan proses persidangan pidana dari konvensional ke virtual karena tidak hanya berdimensi praktis, akan tetapi juga dimensi yuridis (berkaitan kepastian dan kekuatan pembuktian) dan perlindungan HAM, sehingga diperlukan adanya dasar hukum dan pedoman dalam penyelenggaraannya. Selain sebagai payung hukum (dasar legalitas) dan pedoman pelaksanaan proses peradilan secara virtual, penerbitan Perma Nomor 4 Tahun 2020 ini juga merupakan respon cepat yang dikeluarkan Prof. Dr. Dr. H. Muhammad Syarifuddin, S.H., M.H. dalam menghadapi pandemi Covid-19. Pelaksanaan persidangan secara virtual meminimalisir kontak antar pihak-pihak yang terlibat dalam persidangan perkara pidana, dengan demikian diharapkan dapat memutus, membatasi dan menghindarkan penyebaran Covid-19 dalam proses peradilan, khususnya peradilan pidana.

Selain kedua kompetensi luar biasa tersebut, sepanjang karirnya pada Mahkamah Agung Republik Indonesia, Prof. Dr. Dr. H. Muhammad Syarifuddin, S.H., M.H. juga memiliki keterlibatan dalam pengembangan berbagai sistem aplikasi peradilan yang menunjang misi Pembaruan Peradilan Moderen di Indonesia, seperti pengembangan aplikasi Sistem Peradilan Pidana Terpadu (SPPT TI); pengembangan sistem peradilan elektronik bagi perkara perdata, perkara agama, perkara tata usaha negara; pengembangan Sistem Informasi Perlengkapan Mahkamah Agung Republik Indonesia (SIPERMARI); pengembangan aplikasi Sistem Informasi Pengawasan (SIWAS).

Prof. Dr.H. Muhammad Syarifuddin, S.H., M.H. akan dikukuhkan sebagai Guru Besar Tidak Tetap dalam bidang Ilmu Hukum Pidana pada Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, berdasasarkan SK  Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 6462/MPK/KP/2021 Tanggal 29 Januari 2021, akan menyampaikan Pidato Pengukuhan dengan judul “ PEMBARUAN SISTEM PEMIDANAAN DALAM PRAKTIK PERADILAN MODERN: Pendekatan Heuristika Hukum pada acara Upacara Pengukuhan Guru Besar Tidak Tetap pada Fakultas Hukum Undip yang digelar pada Kamis, 11 Februari 2021.

Share this :

Category

Arsip

Related News