, ,

UNDIP Turut Mencermati Eksistensi Penegakkan Hukum di Laut

Pusat Kajian Hukum, Konstitusi, dan Pancasila Fakultas Hukum Universitas Diponegoro menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) bertema “Eksistensi Penegakkan Hukum di Laut Menyikapi Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 Tentang Kelautan.” Acara FGD ini dilaksanakan pada Kamis, 11 Juli 2024 di Gedung Prof. Satjipto Rahardjo, Fakultas Hukum UNDIP, Semarang. Dosen Fakultas Hukum UNDIP dan beberapa universitas di Semarang serta perwakilan dari institusi hukum dan perairan, perikanan dan kelautan di Kota Semarang menjadi peserta FGD hari ini.

Narasumber FGD yaitu Prof. Dr. Lazarus Tri Setyawanta Rebala, S.H., M.Hum. (dosen pakar Hukum Laut Internasional FH UNDIP), Prof. Agus Trianto, S.T., M.Sc., Ph.D. (dosen pakar Kelautan FPIK UNDIP), dan Dr. Amick Soemarmi, S.H., M.Hum  (dosen pakar Hukum Tata Negara FH UNDIP). Sesi diskusi dipandu oleh Prof. Dr. Ir. Slamet Budi Prayitno, M.Sc., dosen Departemen Akuakultur FPIK UNDIP sebagai moderator.

Wakil Dekan Bidang Sumber Daya Fakultas Hukum UNDIP, Solechan, S.H, M.H., dalam sambutannya mewakili Dekan Fakultas Hukum UNDIP mengucapkan selamat datang kepada partisipan FGD hari ini yang merupakan praktisi hukum dan ahli di bidang kelautan dan perikanan. “Tema ini diusung karena di wilayah kita banyak laut, dan terdapat persoalan ekonomi, keamanan, hukum dan sebagainya. Perlu penegakkan hukum yang baik untuk kesejahteraan warga Indonesia serta perubahan agar kemanfaatan laut bisa maksimal dan tidak merugikan rakyat,” ungkapnya.

Narasumber pertama, Prof. Dr. Lazarus Tri Setyawanta Rebala, S.H., M.Hum. menyampaikan materi berjudul “Landasan Konstitusional Polri sebagai Penjaga Keamanan Negara.” Polri bertugas menjaga keamanan wilayah NKRI sesuai Pasal 30 Ayat 4 UUD 1945. Wilayah laut dan udara merupakan additional territory dari sebuah negara, namun berdasarkan paradigma lama, Polri fokus menjaga keamanan negara di darat. “Dalam diskusi ini kita bahas bersama, apakah kemudian Polri menjadi penyidik hukum tunggal di laut Indonesia,” kata Prof. Dr. Lazarus.

Pada sesi selanjutnya, Prof. Agus Trianto, S.T., M.Sc., Ph.D. mempresentasikan materi “Perlindungan Sumber Daya Alam Hayati Laut.” Setiap negara memiliki konservasi ekosistem dan biota, dengan kawasan konservasi permanen dan kontinyu. Perlindungan SDA laut di NKRI diatur dengan hukum negara dan hukum adat. Menurut data Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, produksi perikanan tangkap Indonesia menyumbang 2.6% PDB nasional. Namun demikian, ancaman eksploitasi SDA laut terjadi secara masif utamanya pada sektor perikanan tangkap dan pariwisata, terbukti dengan semakin banyak ikan laut yang dinyatakan statusnya menjadi langka. Berdasarkan hal tersebut, perlu pengendalian tentang perlindungan SDA laut untuk menjadikan lingkungan sustainable, menjaga laut agar tidak rusak dan agar sumber daya alam tidak habis.

Kemudian, Dr. Amick Soemarmi, S.H., M.Hum. menjelaskan tentang “Eksistensi Penegakan Hukum di Laut Menyikapi Perubahan UU No 32 Tahun 2014 tentang Kelautan.” Letak geografi Indonesia menjadikan wilayahnya kaya akan potensi SDA laut, tidak hanya ikan tetapi juga sumber daya energi bawah laut, seperti migas dan minyak bumi. “Sesuai dengan Revisi UU Kelautan, di mana pengertian Kelautan adalah hal yang berhubungan dengan laut dan/atau kegiatan di wilayah laut yang meliputi dasar laut dan tanah yang di bawahnya, kolom air dan permukaan laut, termasuk wilayah laut dan pulau-pulau kecil,” jelasnya.

Kasus yang terjadi di laut kompleks terjadi tidak hanya di sektor perikanan tetapi juga mencakup peredaran obat terlarang, penyelundupan orang, perdagangan wanita dan anak, perompakan, penyelundupan senjata, dan sebagainya. Sedangkan permasalahan penegakkan hukum di laut juga bersifat nasional dan internasional serta melibatkan banyak instansi. “Regulasi terkait penegakan hukum di laut mencakup dokumen kapal, pemalsuan dokumen, double flagging, menangkap ikan tanpa dokumen pelayaran, modif kapal ilegal, penggunaan alat tangkap terlarang,” jelas Dr. Amick.

Sesi presentasi disambung dengan sesi diskusi antara para partisipan FGD dengan narasumber dengan dipandu oleh moderator. Antusiasme partisipan terlihat dari banyaknya interaksi mengenai penegakkan hukum di laut. Dapat ditarik kesimpulan bahwa perlu perhatian pemerintah akan isu global dan fokus memperhatikan pertanggungjawabannya tentang masalah yang terjadi di laut. Terdapat urgensi untuk menegakkan instansi mana yang memiliki kewenangan dalam mengatur kebijakan atas aktivitas perairan pada tingkat kabupaten, kota, dan provinsi.

Peradilan kelautan serta penetapan penggunaan tata ruang laut juga perlu dikaji lebih lanjut. Dalam menyikapi perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 Tentang Kelautan, dengan berbagai upaya salah satunya melalui FGD ini, para akademisi bersama pakar perairan, perikanan dan kelautan bersama-sama merumuskan permasalahan di laut Indonesia saat ini dan mencari solusi terbaik untuk alam, rakyat, dan NKRI. (Titis-Public Relations)

Share this :

Category

Arsip

Related News