UNDIP, Semarang (25/05) — Dewan Profesor Senat Akademik Universitas Diponegoro kembali menunjukkan komitmennya dalam memajukan pemikiran akademik nasional dengan menggelar Webinar Curah Pikir Seri ke-27 “UNDIP’s Professor Talk” secara daring pada Jumat, 23 Mei 2025.
Para guru besar dan akademisi lintas disiplin berbagi pandangan kritis dan reflektif tentang tema besar “Revolusi AI: Mendorong Transformasi di Berbagai Sektor”. Acara yang diselenggarakan melalui platform Zoom dan disiarkan langsung via kanal YouTube UNDIP TV ini diikuti oleh 159 peserta dari kalangan dosen, mahasiswa, peneliti, dan masyarakat umum.
Ketua Dewan Profesor UNDIP, Prof. Dr. Ir. Purwanto, DEA, membuka webinar dengan menekankan bahwa AI bukan semata soal tren teknologi, melainkan menyangkut kesiapan bangsa dalam menghadapi perubahan mendasar pada cara hidup, bekerja, hingga berpikir. “Artificial Intelligence bukan hanya alat bantu. Ini adalah kekuatan transformasi yang mengharuskan kita khususnya insan akademik untuk terus adaptif, inovatif, dan kolaboratif,” ungkapnya.
Lebih dari itu, Prof. Purwanto menegaskan bahwa kampus memiliki peran sentral dalam menciptakan ekosistem AI yang etis, humanis, bertanggung jawab dan berkelanjutan. Menurutnya, para akademisi tak cukup hanya menjadi pengguna AI, tetapi harus menjadi pencipta solusi berbasis riset, yang berpijak pada nilai kemanusiaan dan keberlanjutan.
“AI seharusnya tidak menggantikan manusia, tetapi menjadi mitra dalam kerja sama yang harmonis. Inilah esensi dari Revolusi Industri 5.0 di mana teknologi yang berpusat pada manusia, tangguh, dan berkelanjutan,” tuturnya di akhir pengantar.
Webinar ini menghadirkan tiga narasumber dari latar belakang keilmuan yang berbeda namun saling terhubung dalam semangat transformasi digital. Guru Besar Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Prof. Dr. Ir. Riri Fitri Sari, M.M., M.Sc., mengawali sesi dengan pemaparan yang tajam tentang “Revolusi Industri Cerdas: AI dan Machine Learning di Pusat Produksi Dunia”.
Prof. Riri menyoroti peran AI dan Machine Learning (ML) sebagai otak baru dalam industri global yang menggerakkan otomatisasi, efisiensi energi, serta pengambilan keputusan yang presisi.
“Kini mesin bisa belajar dan beradaptasi. Tapi dalam era Industri 5.0, yang tak kalah penting adalah menjunjung nilai kemanusiaan, keberagaman, dan keberlanjutan,” jelasnya.
Namun, ia juga mengingatkan bahwa transformasi ini harus dibarengi dengan etika, keberagaman, dan inklusivitas. “Kita harus waspada terhadap bias data, pelanggaran privasi, dan hilangnya lapangan kerja. Pentingnya kebijakan yang etis dan kolaborasi multi-pihak agar pemanfaatan AI tetap berpihak pada manusia dan keadilan sosial,” ucap Prof. Riri.
Dilanjutkan pada sesi kedua oleh Prof. Dr. Ir. R. Rizal Isnanto, S.T., M.M., M.T., IPU, ASEAN Eng., Guru Besar Fakultas Teknik UNDIP, yang membahas bagaimana kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) membuka peluang baru sekaligus menghadirkan tantangan signifikan bagi dunia pendidikan.
Prof. Rizal menegaskan bahwa AI bukanlah pengganti guru, tetapi justru memperkuat proses belajar-mengajar. “AI adalah alat bantu. Sentral dari pendidikan tetaplah manusia. Guru, dengan empatinya, tak tergantikan oleh mesin,” ujarnya.
Teknologi seperti e-learning, virtual reality dan augmentasi, serta analisis big data hingga Generative AI (seperti ChatGPT, Dall-E, dan Copilot) membuka cara baru dalam pembelajaran. GenAI memungkinkan pembuatan konten berbasis teks, suara, gambar, hingga video yang dapat mendukung proses pembelajaran adaptif dan produksi/ penyusunan materi ajar. Meski menjanjikan, teknologi ini juga perlu disikapi bijak karena masih menyimpan tantangan etis dan risiko misinformasi.
Oleh karenanya, Prof. Rizal juga menggarisbawahi pentingnya penggunaan AI yang dibarengi dengan literasi digital dan kesadaran etis agar teknologi tidak menjadi bumerang. “Sehingga kolaborasi harmonis antara manusia, teknologi, dan AI dengan dukungan regulasi serta literasi digital yang memadai menjadi kunci untuk memajukan pendidikan di era kecerdasan buatan ini,” paparnya.
Sesi terakhir dibawakan Prof. Dr. Indira Januarti, S.E., M.Si., dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis UNDIP, yang memaparkan materi “Transformasi Digital Akuntansi: Peran Kunci AI”. Prof. Indira menunjukkan bagaimana AI mengubah wajah akuntansi. Dari pencatatan hingga audit, semuanya kini bisa dilakukan secara real-time dan lebih akurat.
Meski demikian, ia mengingatkan soal tantangan besar seperti isu privasi data, kesiapan SDM, serta regulasi yang belum memadai. Transformasi digital bukan tanpa risiko, tapi justru menjadi panggilan untuk terus belajar dan beradaptasi. “AI menjadikan akuntan lebih strategis, bukan sekadar teknis. Tapi kita juga harus mengantisipasi tantangan seperti privasi data, SDM yang belum siap, dan regulasi yang belum adaptif,” ujarnya.
Ia juga mengatakan bahwa adaptasi terhadap AI dalam dunia akuntansi bukan lagi pilihan, melainkan keharusan agar profesi tetap relevan dan berdaya saing. “Akuntan kini dituntut menjadi mitra strategis bisnis, bukan hanya juru hitung. AI membantu kita mengambil keputusan yang lebih tajam dan cepat,” jelas Prof. Indira.
Webinar ini dipandu oleh Prof. Dr. Rahayu, S.H., M.Hum., Guru Besar Fakultas Hukum UNDIP, yang mengarahkan diskusi secara hangat dan interaktif. Antusiasme peserta menunjukkan tingginya perhatian terhadap topik AI dan dampaknya dalam berbagai aspek kehidupan baik itu akademik, ekonomi digital, dan sosial.
Acara “UNDIP’s Professor Talk” kali ini bukan hanya menyajikan pandangan-pandangan keilmuan, tetapi juga menjadi panggung untuk mengingatkan bahwa di balik kecanggihan AI, nilai-nilai kemanusiaan tetap harus menjadi kompas utama.
UNDIP, melalui para guru besarnya, menunjukkan bahwa universitas bukan hanya tempat belajar, tetapi juga rumah bagi gagasan-gagasan visioner yang siap membentuk masa depan teknologi yang lebih etis, inklusif, dan berkeadaban. (Komunikasi Publik/UNDIP/DHW)
