Dewan Profesor Universitas Diponegoro menggelar presentasi ilmiah calon guru besar Undip dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Dr. Sc. Anindya Wirasatriya, S.T., M.Si., M.Sc. dan Agus Trianto, S.T., M.Sc., Ph.D., Selasa (30/5)
Dalam paparan materinya mengenai Dinamika Upwelling di Perairan Indonesia dan Peluang Pemanfaatannya dalam Pengembangan Ekonomi Biru, Dr. Anindya mengatakan upwelling merupakan proses naiknya masa air dari kolom air yang lebih dalam menuju permukaan yang ditandai dengan dinginnya suhu permukaan laut (SPL) dan tingginya kandungan klorofil-a di permukaan. Upwelling dibangkitkan oleh angin yang menyebabkan Ekman transport yang menjauhi pantai, sehingga terjadi kekosongan massa air di pantai dan digantikan oleh massa air dari lapisan bawah. Upwelling akan menyebabkan tingginya produktivitas perikanan sehingga mengetahui karakteristik upwelling menjadi kunci dalam pengelolaan perikanan di suatu daerah.
Di perairan Indonesia, upwelling musim timur terjadi di daerah sepanjang barat Sumatra, selatan Jawa, Bali dan Nusa Tenggara; sebelah selatan Sulawesi; Laut Maluku; Laut Maluku bagian utara; Laut Banda; dan Laut Halmahera. Sedangkan untuk daerah yang mengalami upwelling di musim barat adalah Selat Malaka; sepanjang utara Bali-Nusa Tenggara dan sepanjang utara Papua. Khusus untuk upwelling musim timur, kejadian El Niño dan Indian Ocean Dipole (IOD) positif akan menguatkan intensitas upwelling, sedangkan La Niña dan IOD negative akan melemahkan intensitas upwelling.
“Di perairan Alor Kecil, tepatnya di Selat Mulut Kumbang, Pulau Alor, terdapat fenomena upwelling ekstrim yang ditandai dengan penurunan SPL secara drastis hingga mencapai lebih dari 10°C dan disertai dengan peningkatan salinitas sebesar 4‰ – 6‰ selama satu jam. SPL minimum akabat upwelling ekstrim ini dapat mencapai 12°C yang menjadikan fenomena ini menjadi satu-satunya di dunia karena tidak ditemukan di daerah tropis manapun dimana SPl dapat mencapai < 15°C. Fenomena ini hanya terjadi selama 1 hingga 4 hari, dengan frekuensi 2 kali sehari di bulan Agustus hingga November saat pasang purnama,” ungkapnya
“Teridentifikasinya daerah-daerah upwelling di Perairan Indonesia baik untuk musim barat maupun musim timur, akan membuka peluang untuk pengembangan ekonomi biru di bidang perikanan melalui eksplorasi daerah penangkapan ikan baru pada daerah-daerah upwelling tersebut sehingga akan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya ikan dan mencegah terjadinya overfishing karena penangkapan ikan yang terkonsentrasi di suatu daerah. Besarnya potensi wisata dari fenomena upwelling ekstrim di perairan Alor Kecil juga menjadi peluang untuk pengembangan ekonomi biru di bidang pariwisata” lanjut Dr. Anindya.
Sementara dalam materinya yang berjudul “Bahan Bioaktif dari Organisme Laut: Potensi dan Pengembangan”, Agus Trianto, S.T., M.Sc., Ph.D. menyampaikan bahwa Gorgonian Isis hippuris merupakan sumber bahan bioaktif golongan gorgosterol (senyawa 1-10) dan hippuristanol (senyawa 11). Sea pen atau pena laut juga sumber bahan bioaktif seperti polycitorol (senyawa 12a,b dan 13). Spons merupakan sumber senyawa bioaktif yang paling kaya dari golongan asam lemak, aromatik, makrolida, alkalida dan poliketida (senyawa 14-28) yang memiliki bioaktivitas sebagai antibakteri, antioksidan dan antikanker.
Permasalahan utama pengembangan obat dari bahan alam adalah penyediaan material dalam jumlah besar secara kontinyu sehingga jumlah obat dari bahan alam sangat terbatas, meskipun penemuan bahan bioaktif mencapai ribuan. Berapa jenis bahan alam dipasarkan dalam bentuk ekstrak kasar untuk mempercepat akses ke pasar. Produk-produk gamat dari timun laut, ekstrak atau sediaan kuda laut dan ekstrak spirulina merupakan contoh-contoh produk alam yang sudah beredar di pasaran. Beberapa produk obat dalam berbasis senyawa murni dari laut misalnya obat kanker; cytarabine A dan trabectedin, obat virus; vidarabine C dan obat penghilang rasa sakit; ziconotide.
“Organisme laut Indonesia merupakan sumber senyawa bioaktif yang potensial sebagai bahan obat antikanker, antibakteri, antijamur dan antioksidan. Senyawa bioaktif dari perairan Indonesia termasuk dalam golongan steroid, asam lemak tak jenuh, alkaloid, polybrominated diphenil ether, makrolida, dan terpena. Umumnya senyawa bioaktif terdapat dalam konsentrasi rendah pada organisme laut sehingga menyulitkan untuk pengembangan obat lanjut. Mikroorganisme laut sumber bahan obat yang potensial untuk produksi masal dan lestari. Pengembangan obat dari bahan alam membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang tinggi serta kajian yang beragam sehingga perlu bekerja sama dengan pakar dari berbagai bidang ilmu dan berbagai institusi,” terangnya. (LW/Humas)