Melanjutkan Kritisisme Faisal Basri: Memperkuat Masyarakat Sipil, Mengawasi Kekuasaan

Dalam forum diskusi yang diselenggarakan oleh Forum Juara bekerja sama dengan Universitas Diponegoro, Universitas Paramadina, LP3ES, INDEF, dan KITLV Leiden, para akademisi, peneliti, dan aktivis berkumpul untuk membahas berbagai persoalan penting terkait pemerintahan Jokowi dan isu-isu ekonomi, sosial, serta politik yang menyertainya. Diskusi yang bertajuk “Melanjutkan Kritisisme Faisal Basri: Memperkuat Masyarakat Sipil, Mengawasi Kekuasaan” ini juga bertujuan untuk memberikan catatan penting di penghujung masa kekuasaan Jokowi, sebagai bagian dari evaluasi untuk pemerintahan yang akan datang.

Acara dibuka oleh Wakil Rektor IV Universitas Diponegoro, Wijayanto, yang menekankan pentingnya masyarakat memberikan catatan evaluatif terhadap masa jabatan Jokowi agar pemerintahan mendatang dapat belajar dari pengalaman sebelumnya.

Salah satu isu utama yang dibahas adalah utang negara. Rektor Universitas Paramadina, Prof. Didik J. Rachbin, menyatakan bahwa utang luar negeri Indonesia yang besar dan penggunaannya yang tidak efisien menjadi beban besar bagi negara. Dia juga mengkritik kebijakan ekonomi Jokowi yang dianggap tidak bijaksana, serta penggunaan krisis sebagai alasan untuk menambah utang secara besar-besaran, yang akan menjadi beban berat bagi pemerintahan selanjutnya.

Faisal Basri juga mengkritik kebijakan hilirisasi yang dijalankan pemerintah, yang menurutnya harus difokuskan kembali menjadi industrialisasi. Sektor industri di Indonesia mengalami penurunan drastis, dan menurut Faisal, tanpa perbaikan signifikan, target pertumbuhan ekonomi yang tinggi hanyalah ilusi.

Masalah defisit neraca transaksi berjalan dan proyek infrastruktur besar, seperti kereta cepat Jakarta-Bandung, juga menjadi sorotan. Proyek tersebut diperkirakan tidak akan lunas hingga beberapa generasi mendatang, menjadi beban berat bagi perekonomian.

Esther Sri Astuti, Direktur Eksekutif INDEF, menyampaikan pesan almarhum Faisal Basri yang mendorong generasi muda untuk tetap kritis terhadap kebijakan yang akan memengaruhi masa depan mereka, termasuk masalah utang yang akan diwarisi oleh generasi mendatang. Deflasi yang terjadi di Indonesia sejak Mei hingga Agustus 2024 disebutkan sebagai tanda awal krisis ekonomi, mengingatkan pada krisis sebelumnya di tahun 1999, 2008, dan 2020. Deflasi yang berkelanjutan sering kali menjadi sinyal awal krisis ekonomi.

Selain itu, diskusi juga menyinggung fenomena politik dinasti yang semakin menguat di akhir masa jabatan Jokowi, serta pelemahan oposisi politik di Indonesia. Peneliti politik BRIN, Aisyah Putri Budiarti, juga mengutip kritik Faisal Basri yang menyatakan bahwa kekuasaan sering kali membuat orang kehilangan dasar moral yang kuat, dengan demokrasi yang melemah karena semua partai politik bergabung dalam koalisi pemerintah.

Diskusi ini diakhiri dengan penekanan pada pentingnya menjaga independensi masyarakat sipil. Faisal Basri sepanjang hidupnya konsisten menolak tawaran jabatan komisaris BUMN, berkomitmen untuk tetap bebas dan kritis terhadap kekuasaan.

Share this :

Category

Arsip

Related News