Skip to content

Inovasi UNDIP untuk Pantura: Hybrid Sea Wall Cegah Rob dan Banjir di Pesisir Demak

UNDIP, Semarang (30/06) — Tantangan besar tengah dihadapi wilayah pesisir utara Jawa, khususnya Kabupaten Demak dan sekitarnya. Selain banjir rob yang semakin parah dari tahun ke tahun, kawasan ini juga menghadapi ancaman penurunan muka tanah (land subsidence) yang signifikan. Untuk memberikan solusi atas permasalahan ini, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah menggandeng UNDIP merencanakan pembangunan Hybrid Sea Wall untuk mencegah rob dan banjir.

Terkait dengan proyek besar ini, Rektor Universitas Diponegoro, Prof. Dr. Suharnomo, S.E., M.Si., menegaskan bahwa inovasi Hybrid Sea Wall di pesisir Demak merupakan bukti komitmen UNDIP dalam menghadirkan solusi berbasis riset untuk menjawab persoalan strategis bangsa, khususnya terkait perubahan iklim dan krisis wilayah pesisir. “Ini bukan sekadar proyek infrastruktur, tetapi langkah terpadu yang menggabungkan rekayasa teknik dan pendekatan ekologis secara partisipatif. UNDIP hadir tidak hanya untuk menciptakan ilmu, tetapi juga untuk memberikan dampak nyata bagi masyarakat — sebagai universitas yang bermartabat dan bermanfaat,” ujarnya.

Prof. Denny Nugroho Sugianto, S.T., M.Si., selaku Ketua Tim Pengendalian Banjir dan Rob dari LPPM Universitas Diponegoro yang juga pakar Coastal Engineering dan Disaster Mitigation, menekankan pentingnya pendekatan hybrid dalam upaya pengendalian banjir rob di kawasan tersebut. Prof. Denny menyampaikan pembangunan tanggul laut (sea wall) dapat mengandalkan pendekatan dengan dua model tanggul pesisir yakni inovasi super-struktur laut:  Giant Sea Wall dan Hybrid Sea Wall.

Pada penjelasannya, Prof. Denny memfokuskan bagaimana kedua solusi tersebut menanggapi fenomena rob dan sedimentasi di wilayah pesisir, khususnya Sayung, Demak. “Kedua konsep ini mempunyai tujuan yang hampir sama untuk melindungi atau memproteksi pantai dari serangan abrasi dan juga kemampuannya untuk melakukan pengendalian banjir pasang (rob), ” ungkapnya.

Untuk giant sea wall sendiri adalah konsep dengan struktur masif bertumpu pada kekuatan fisik menggunakan dinding beton besar dengan ketahanan tinggi terhadap gelombang ekstrem di mana efektif menahan air laut, namun konstruksi besar ini menimbulkan biaya tinggi, waktu konstruksi lama, gangguan ekosistem pesisir, dan potensi pemindahan masalah ke daerah sekitarnya,” terang Prof. Denny.

Hybrid Sea Wall: Perpaduan Solusi Keras dan Alamiah

Sementara itu, Prof. Denny mengusulkan hybrid sea wall merupakan gabungan dari tanggul laut berbahan struktur keras (hard structure) dengan elemen ramah lingkungan (struktur lunak/ ekosistem alami) seperti restorasi mangrove dan pemulihan lahan intertidal. Pendekatan ini diyakini lebih berkelanjutan karena menggabungkan ketahanan fisik dan fungsi ekologis.

Konsep hybrid sea wall yang akan digarap, merupakan langkah konkret kerja antara Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Pemprov Jateng) dan Perguruan Tinggi (PT). Inovasi hybrid sea wall yang dikedepankan Prof. Denny bukan sekadar tanggul, tapi strategi pemulihan ekosistem metode yang juga memulihkan akses tangkap nelayan, kualitas air, dan keberlangsungan ekonomi pesisir. UNDIP telah melakukan riset pada konsep tersebut sejak 2012, di Timbulsloko, Kecamatan Sayung, Demak.

“Strategi tanggul hybrid ini memadukan rekayasa beton ringan (kelontong) dan pendekatan ekosistem mangrove, menyuguhkan solusi adaptif dan ramah lingkungan dalam menghadapi bencana banjir rob dan abrasi di Pantai Utara Jawa. Restorasi mangrove menjadi bagian penting dalam desain hybrid. Selain memperlambat energi gelombang laut, vegetasi pesisir juga mampu menahan sedimen dan membantu pembentukan daratan baru secara alami,” bebernya.

Prof. Denny menambahkan bahwa pembangunan struktur fisik semata tidak akan cukup apabila tidak dibarengi dengan pengelolaan kawasan dan tata ruang pesisir yang adaptif. “Kalau kita hanya membangun struktur tanpa memperhatikan sistem drainase di daratan, atau tanpa mengatur pemanfaatan ruang di belakang tanggul, maka rob bisa saja masuk dari arah lain, atau air bisa tergenang karena tidak bisa keluar. Ini harus menjadi satu kesatuan sistem,” ujarnya.

Foto: Prof. Denny Nugroho Sugianto, S.T., M.Si, Ketua Tim Pengendalian Banjir dan Rob LPPM UNDIP; Prof. Achmad Zulfa Juniarto, Wakil Kepala LPPM UNDIP Bidang Pengabdian memberikan paparan di Pemprov Jateng

Pendekatan Terpadu dan Kolaboratif

Menurut Prof. Denny, proyek ini akan berhasil apabila dilakukan secara kolaboratif dan melibatkan masyarakat sejak awal. Selain itu, diperlukan perencanaan jangka panjang dan dukungan lintas sektor, termasuk dari pemerintah pusat dan daerah.

“Yang paling penting adalah membangun kesadaran bersama. Karena rob dan penurunan muka tanah ini bukan hanya urusan teknis, tapi juga sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat pesisir. Harus ada perubahan cara pandang dan cara bertindak,” kata Prof. Denny yang telah berkecimpung lebih dari 20 tahun dalam kajian rekayasa pesisir.

Kontribusi UNDIP dalam Solusi Pesisir

Sebagai institusi pendidikan dan riset, Universitas Diponegoro aktif mendukung proyek ini melalui kajian ilmiah, pemetaan spasial, dan pemodelan numerik. UNDIP juga terlibat dalam kegiatan edukasi dan pemberdayaan masyarakat pesisir di wilayah terdampak. Di antaranya pemetaan wilayah dampak rob dan sedimentasi, pelibatan komunitas nelayan dan warga dalam desain dan pelaksanaan, serta Integrasi penelitian dan monitoring sebagai dasar pengendalian iklim pesisir.

Prof. Denny berharap model hybrid ini bisa menjadi blueprint nasional, mengutamakan sinergi ekologi-ekonomi. Ia menyampaikan jika dikelola bersama, kita bisa lindungi ekosistem pesisir sekaligus meningkatkan kesejahteraan nelayan. Penelitian ini sejalan dengan visi UNDIP sebagai universitas riset kelas dunia yang mengedepankan riset aplikatif berimbas sosial-lingkungan.

“UNDIP terus mendorong riset-riset yang aplikatif. Dalam proyek ini, kami mendukung dari sisi perencanaan teknis, simulasi dinamika pantai, hingga analisis risiko. Tujuannya bukan hanya membangun struktur, tapi juga membangun ketahanan masyarakat,” pungkas Prof. Denny.

Pembangunan Hybrid Sea Wall di Demak bukan hanya proyek infrastruktur, melainkan langkah strategis menuju tata kelola pesisir yang lebih tangguh dan berkelanjutan. Inisiatif ini mencerminkan komitmen kolaboratif antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat dalam menghadapi tantangan perubahan iklim dan bencana hidrometeorologi di masa depan.

Melalui inovasi Hybrid Sea Wall yang dikembangkan dengan pendekatan ekologis dan rekayasa cerdas, Universitas Diponegoro menunjukkan komitmennya sebagai perguruan tinggi yang tidak hanya unggul dalam riset, tetapi juga hadir sebagai solusi nyata bagi persoalan masyarakat. Kolaborasi bersama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah ini menjadi bukti bahwa kerja berbasis ilmu pengetahuan mampu memberikan dampak strategis dalam tata kelola pesisir yang berkelanjutan.

Dengan riset aplikatif, pemberdayaan masyarakat, dan sinergi multipihak, UNDIP terus mengukuhkan perannya sebagai universitas yang bermartabat dan bermanfaat, serta mendukung visi Kementerian Diktisaintek dalam menciptakan perguruan tinggi yang berdampak bagi bangsa dan lingkungan. (Komunikasi Publik/UNDIP/DHW; ed. Nurul Hasfi)

Share this :