Semarang (14/08) – Memahami dinamika demokrasi dan politik di Asia menjadi semakin penting di tengah kompleksitas tantangan global, terutama bagi mahasiswa dan akademisi di lingkungan ilmu sosial dan politik. Sebagai upaya memperkaya wawasan keilmuan, Departemen Politik dan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Diponegoro (UNDIP) menyelenggarakan Kuliah Tamu dengan tema “Legal Changes During Joko Widodo’s Administration – Backsliding of Democracy?” (Perubahan Hukum Selama Pemerintahan Joko Widodo – Kemunduran Demokrasi?).
Dalam sambutannya, Dekan FISIP UNDIP, Dr. Drs. Teguh Yuwono, M.Pol.Admin., menyampaikan apresiasi atas kehadiran Prof. Shimada. “Thanks to Prof. Shimada for your positive contribution to our University,” (Terima kasih kepada Prof. Shimada atas kontribusi positif Anda bagi Universitas kami), ungkap Dr. Teguh. Kuliah tamu ini menjadi kesempatan berharga bagi mahasiswa sarjana, pascasarjana, dan sivitas akademika untuk mendalami isu-isu demokrasi kontemporer di Indonesia dari perspektif internasional
Kegiatan ini menghadirkan Prof. Yuzuru Shimada dari Graduate School of International Development, Nagoya University, Jepang, sebagai pembicara utama, serta dua pembahas dari FISIP UNDIP, yaitu Dr. Dra. Kushandajani, M.S., dan Dr. Sos. Dra. Fitriyah, M.S. Acara berlangsung pada Kamis, 14 Agustus 2025 di Ruang Sidang Senat Gedung A Lantai 2 Kampus FISIP UNDIP Tembalang.
Prof. Shimada dalam pemaparannya mengkaji fenomena democratic backsliding (kemunduran demokrasi) di Indonesia pada masa pemerintahan Joko Widodo (2014-2024. Ia menyoroti bagaimana sejumlah produk hukum pada periode tersebut melemahkan kebebasan sipil, mengurangi pengawasan terhadap otoritas negara, serta meminggirkan kelompok minoritas sambil mendorong deregulasi. Beberapa undang-undang kritis, seperti UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) serta revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dinilai mengkriminalisasi perbedaan pendapat dan menyasar kelompok marginal. Hal ini mencerminkan tren “majoritarianism without constitutionalism” (mayoritarianisme tanpa konstitusionalisme).
Dalam penelitiannya prof Shimada menegaskan kombinasi antara mayoritarianisme yang diinstitusionalisasikan oleh Konstitusi setelah demokratisasi dan warisan yang tidak liberal yang tersisa dari rezim otoriter telah berkontribusi dalam membatasi partisipasi yang luas dan inklusivitas kelompok marjinal dalam kebijakan legislatif Indonesia. Meski terdapat beberapa kebijakan progresif, seperti perlindungan terhadap perempuan, menurutnya, secara keseluruhan landscape legislatif masa itu menunjukkan penurunan kualitas demokrasi dan kebebasan sipil
Selanjutnya, kegiatan diikuti dengan sesi Pembahasan dan sesi Diskusi dengan para peserta Kuliah Tamu yang hadir. Dengan demikian, kegiatan ini diharapkan dapat memperluas pemahaman peserta mengenai tantangan demokrasi di Indonesia dan Asia, sekaligus mendorong diskusi kritis di kalangan akademik. Dengan menghadirkan perspektif internasional dan analisis mendalam, FISIP UNDIP terus berkomitmen memperkuat tradisi keilmuan yang relevan dengan perkembangan politik global. (Komunikasi Publik/ FISIP/ Rifat)