Profesor dari Liverpool School of Tropical Medicine (LSTM) Menjadi Guest Lecture di FK UNDIP, Bicara tentang Multiresisten Antimikroba

UNDIP, Semarang (25/9) – Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (FK UNDIP) menggelar Guest Lecture pada Senin, 15 September 2025, dengan mengundang Joseph Lewis, BA., MA., MSci., MBBS., MRCP. DTMH., PhD., (Senior Lecturer in Infectious Diseases) dari Liverpool School of Tropical Medicine (LSTM), Inggris, sebagai pembicara. Guest lecture ini sendiri merupakan bagian dari kegiatan penelitian dari FK UNDIP yang dipimpin oleh dr. Helmia Farida, M.Kes., Sp.A(K), Ph.D., berjudul “INTerrupting prolifERation of Carbapenem resistance in Indonesia: clinical and genomic Evaluation of Pathways of Transmission (INTERCEPT)”. 

Tim peneliti FK UNDIP mendapatkan hibah sejumlah 24.8 milyar rupiah dari program “United Kingdom Research Innovation – Southeast Asia (UKRI-SEA) Collaboration on Infectious Diseases.” Pada penelitian ini, tim FK UNDIP menggandeng Joseph Lewis, Ph.D. dari Liverpool School of Tropical Medicine (LSTM), Inggris, sebagai research collaborator.

Pada kesempatan ini tim JEJAK UNDIP memiliki kesempatan melakukan wawancara dengan Joseph Lewis, Ph.D. tentang penelitian yang sedang dilakukannya dengan Tim peneliti Fakultas Kedokteran UNDIP. Menurutnya “Antimicrobial Resistance,” merupakan tantangan besar bagi kesehatan masyarakat.

“Ada banyak tantangan yang berbeda, mulai dari infeksi bakteri tuberkulosis (TBC), resisten obat, hingga infeksi penyakit menular seksual seperti Gonococcus (Neisseria Gonorrhoeae atau kencing nanah). Fokus penelitian kami melalui proyek INTERCEPT adalah bakteri resisten Carbapenem,” ungkapnya.

Bakteri resisten terhadap antibiotik membahayakan pasien

Joseph Lewis, Ph.D. menjelaskan bahwa di Indonesia bakteri resisten terhadap antibiotik Carbapenem  termasuk sangat tinggi, padahal carbapenem merupakan antibiotik lini terakhir bagi pasien sakit kritis, misalnya, dengan komplikasi sepsis.

Kondisi ini berbahaya karena sebagian besar pasien dengan infeksi darah oleh bakteri resisten Carbapenem seperti Acinetobacter baumannii atau Klebsiella pneumoniae, sulit diobati dan berisiko tinggi meninggal. Oleh karena itu, pencegahan infeksi oleh bakteri resisten carbapenem menjadi sangat penting. “Inilah yang saya pelajari dan saya teliti, dalam kepakaran saya dan juga kerja sama dengan tim INTERCEPT,” kata Joseph Lewis, Ph.D.

Banyak kelompok pasien yang rentan terinfeksi bakteri resisten Carbapenem, termasuk bayi yang baru lahir, bayi prematur, lansia yang hidup dengan penyakit-penyakit kronik, pasien kemoterapi, serta pasien rumah sakit yang memiliki potensi terpapar bakteri lain akibat tindakan-tindakan invasif. Bakteri dengan kemampuan multiresisten sangat berbahaya karena semua orang bahkan orang yang sehat dapat terpapar dan sulit untuk menemukan obat jenis baru yang mampu mengatasi bakteri tersebut,” jelasnya.

Kasus Multiresisten Antimikroba menjadi masalah global di berbagai negara di dunia dan tentunya dalam penanganannya dibutuhkan usaha bersama kita semua. Joseph Lewis, Ph.D. menyebutkan bahwa untuk meminimalisir terinfeksi bakteri, setiap orang harus menjaga kebersihan lingkungan, mendapatkan akses air bersih, dan juga menjaga kebersihan pada fasilitas umum.

Ia menambahkan, “Vaksinasi juga penting untuk menjaga imunitas tubuh. Ketika mengelola pasien yang sakit infeksi, tenaga medis memiliki peranan untuk memberikan keputusan yang tepat, yakni dalam pemilihan obat antibiotik atau memutuskan untuk tidak memberikan antibiotik pada pasien yang tidak membutuhkannya. Penggunaan antibiotik kepada hewan maupun di lingkup agrikultur dan akuakultur harus dibatasi. Pemerintah juga memiliki peranan penting dalam membentuk regulasi tentang penggunaan antibiotik,” pungkasnya.

Ide tentang penelitian Antimicrobial Resistance

Ide penelitian ini muncul dari keresahan tenaga medis akan meningkatnya kasus Multiresisten Antimikroba atau “Antimicrobial Resistance.” dr. Helmia Farida, M.Kes., Sp.A(K), Ph.D. menuturkan bahwa saat ini sudah banyak antibiotik yang sudah tidak bisa membunuh bakteri dikarenakan bakteri menjadi kebal.

“Bahkan antibiotik yang terkuat seperti Meropenem tidak lagi ampuh untuk membunuh bakteri. Maka diperlukan penelitian lebih lanjut tentang proses terjadinya infeksi oleh bakteri resisten karbapenem, karena sebenarnya bakteri ini tidak bisa bergerak atau berpindah tempat, tetapi mengapa bisa menular dari satu pasien ke pasien lainnya hingga menimbulkan outbreak,” jelasnya.

dr. Helmia melanjutkan “Lalu seperti apa penularannya? Apakah melalui alat medis, kontak fisik antara pasien dan anggota keluarga, dan sebagainya? Kita pelajari alur yang dilewati bakteri dari satu tempat ke tempat lain, dengan harapan penelitian kami ini dapat memutus rantai penularannya dan mengurangi kasus infeksi karena bakteri resisten”.

Bukan hanya di Indonesia, metode pencegahan kasus Multiresisten Antimikroba juga telah diperkenalkan di negara maju, namun implementasinya cukup kompleks. Dalam prosesnya, tim peneliti FK UNDIP berupaya menyesuaikan metode tersebut agar bisa diterapkan di Indonesia.

Penelitian ini menghasilkan modul pencegahan infeksi bakteri

“Penelitian ini dihatapkan dapat menghasilkan modul pencegahan infeksi bakteri resisten Carbapenem yang dapat diterapkan di rumah sakit tipe A, B, dan C di Indonesia, dan mampu menekan angka penularan penyakit akibat bakteri resisten karbapenem. Ini memang bukan hal yang mudah, tetapi ada pengalaman sebelumnya, anggota tim kami, yaitu dr. Endang, hasil penelitiannya telah dijadikan dasar dari Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 8 Tahun 2015,” ungkap dr. Helmia. Peraturan tersebut tentang “Program Pengendalian Resistensi Antimikroba di Rumah Sakit” yang mengatur regulasi penggunaan antibiotik di rumah sakit.

Tidak dapat dipungkiri bahwa bakteri memiliki kemampuan untuk bereproduksi dan mutasi secara cepat termasuk menjadi resisten terhadap antibiotik. Kolaborasi peneliti FK UNDIP (Indonesia) dan LSTM (Inggris) ini merupakan upaya tenaga medis spesialis dalam membedah lebih lanjut upaya-upaya nyata untuk menurunkan infeksi bakteri resisten Carbapenem.

Modul yang dihasilkan dari penelitian nantinya diharapkan mampu memberikan pemahaman bagi tenaga medis non-spesialis untuk membuat keputusan yang tepat dalam pemberian antibiotik pada pasien, dan mencegah penularan atau transmisi bakteri resisten ke pasien berikutnya.

Harapannya, modul penelitian dari tim FK UNDIP dapat menjadi salah satu sumber pengambilan kebijakan yang mampu-laksana dan efektif di berbagai rumah sakit tipe A, B, dan C di Indonesia sehingga dapat menurunkan kasus infeksi akibat bakteri multiresisten, khususnya resisten Carbapenem. (Komunikasi Publik/ UNDIP/ Titis-Syahra)

Share this :