Negara Indonesia merupakan daerah rawan gempa karena dilalui oleh jalur pertemuan 3 lempeng tektonik, yaitu: Lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia, dan lempeng Pasifik. Oleh karena itu, Indonesia wajib memiliki peta mikrozonasi yang dapat berfungsi mempermudah mitigasi sekaligus menjadi pijakan pembangunan gedung dan infrastruktur tahan gempa.
“Peta mikrozonasi gempa dikembangkan dengan membagi satu wilayah menjadi zona-zona yang lebih kecil sehingga potensi getaran permukaan tanah akibat sumber gempa terdekat dapat diidentifikasi diprediksi dengan lebih teliti.” tutur Prof. Dr. Ir. Windu Partono, M.Sc. saat menyampaikan pidato ilmiah pada pengukuhannya sebagai Guru Besar Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Diponegoro (FT Undip), Kamis (29/09) bertempat di Gedung Prof. Soedarto SH kampus Undip Tembalang.
Mikrozonasi merupakan salah satu teknik untuk membagi suatu zona yang besar menjadi zona-zona kecil dengan kriteria masing-masing zona akan berbeda tergantung tujuan zonasi itu sendiri.
Pada pidato ilmiahnya yang berjudul “Mitigasi Awal Wilayah Rawan Gempa Berbasis Peta Mikrozonasi Gempa”, Prof. Windu menjelaskan bahwa pengembangan peta mikrozonasi gempa sangat diperlukan karena peta getaran tanah yang telah dikembangkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dibuat untuk skala nasional sehingga tidak mudah mengamati secara kasat mata potensi kerentanan wilayah akibat kejadian gempa.
“Tujuan pengembangan peta mikrozonasi gempa adalah untuk mengidentifikasi potensi bahaya gempa pada satu wilayah akibat skenario kejadian gempa.” jelas Prof. Windu yang saat ini menjadi anggota Pusat Studi Gempa Nasional (PUSGEN) dan anggota Himpunan Ahli Teknik Tanah Indonesia (HATTI).
Sebelumnya, pengembangan peta mikrozonasi gempa Kota Semarang telah dilakukan sejak tahun 2009. Pusat Studi Gempa Nasional melalui buku yang berjudul “Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia Tahun 2017”, telah merilis adanya 5 sumber gempa sesar aktif yang terletak di sekitar Kota Semarang.
Kelima sumber gempa tersebut adalah sesar Weleri, sesar Semarang, sesar Demak, sesar Purwodadi dan sesar Rawapening. “Keberadaan 5 jalur sesar aktif tersebut perlu ditindak lanjuti dengan penelitian dan pembuatan peta mikrozonasi gempa Kota Semarang untuk melihat tingkat kerentanan wilayah terhadap bahaya gempa.” pungkas Prof. Windu.