Universitas Diponegoro kembali menggelar presentasi makalah ilmiah tiga calon guru besar Undip yang diselenggarakan oleh Dewan Profesor Universitas Diponegoro, Senin (17/4). Ketiga calon guru besar tersebut adalah Dr. Meidiana Dwidiyanti, S.Kp., M.Sc. (FK), Dr. Adian Fatchur Rochim, S.T., M.T. (FT), dan Dr. Fifiana Wisnaeni, S.H., M.Hum. (FH).
Dalam makalahnya yang berjudul “Pengembangan Intervensi Mindfulness Spiritual dalam Pencegahan dan Penanganan Masalah Kejiwaan dan Gangguan Jiwa”, Dr. Meidiana Dwidiyanti menyampaikan permasalahan dan gangguan kejiwaan menjadi salah satu beban penyakit global yang terjadi di setiap negara. Penyakit ini merupakan salah satu dari 15 penyebab utama kecacatan di seluruh dunia dan berdampak besar pada berbagai aspek kehidupan. Beberapa permasalahan dan gangguan kejiwaan yang banyak dialami oleh individu di antaranya depresi, gangguan kontrol/regulasi emosi, masalah kepatuhan pengobatan, masalah kemampuan koping dalam keluarga, tingkat self-efficacy, hingga tingkat self-resilience individu.
“Mindfulness Spiritual Islam menjadi salah satu intervensi dengan pendekatan spiritual Islam untuk menghadapi berbagai masalah psikologis dan gangguan kejiwaan individu. Dengan mindfull, individu akan percaya bahwa setiap masalah individu yang dihadapi adalah berasal dari Tuhan, dan hanya Tuhan yang memiliki kekuatan untuk mengatasi masalahnya. Pengembangan psikoterapi mindfulness spiritual islam, mampu meningkatkan insight pasien melalui kesadaran akan perilaku yang membuat pasien menderita. Intervensi ini juga berhasil memberikan kesadaran tentang pentingnya patuh dengan proses pengobatan. Latihan mindfulness yang dilakukan oleh pasien membuat pasien lebih fokus dalam melakukan kegiatan target sehat mandiri sesuai dengan tujuan dan kemampuan dirinya” terangnya.
Dr. Adian Fatchur Rochim dalam materinya yang berjudul Mewujudkan Ekosistem Publikasi “Akademik yang Sehat dengan Membangun Indikator Metrik Dampak Peneliti yang Lebih Adil” mengatakan bahwa salah satu aset berharga bagi peneliti adalah makalah ilmiah yang telah terpublikasi dan terindeks. Pada saat ini indikator nilai dampak peneliti diukur dari jumlah makalah yang dipublikasikan dan jumlah sitasi yang diperoleh dari tiap makalah. Nilai dampak peneliti yang diakui di dunia adalah Indeks-H oleh Hirsch pada Tahun 2005. Indeks-H cukup banyak aplikasinya untuk mengukur kinerja publikasi dosen atau peneliti, pertimbangan promosi jabatan peneliti, sebagai alternatif dasar pemberian grant penelitian dan pemeringkatan peneliti/ riset/ grup/ institusi.
“Nilai perolehan Indeks-h bila diakumulasikan dikelompokkan menjadi indikator performansi grup peneliti, departemen, fakultas, perguruan tinggi maupun negara. Mengingat pentingnya indikator tersebut untuk evaluasi hasil publikasi riset dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas riset, perlu terus dilakukan evaluasi metrik dampak peneliti. Beberapa kekurangan Indeks-H telah teridentifikasi. Untuk memperbaiki indeks-H maka diusulkan perbaikan-perbaikan indeks-H guna memperbaiki metode pada pengukuran tersebut agar menjadi relatif lebih adil. Untuk membandingkan performansi hasil pengukuran metode yang diusulkan dengan indeks lainnya, dibutuhkan suatu alat ukur pembanding. Sehingga perlu diusulkan pula satu alat ukur untuk menilai tingkat diskriminasi yang terjadi dari hasil perhitungan tiap metode pengukuran dampak peneliti. Hasil perhitungan ketimpangan tersebut direpresentasi dalam nilai indeks diskriminasi” ungkapnya.
Sedangkan Dr. Fifiana Wisnaeni membahas mengenai “Menakar Kualitas Demokrasi di Indonesia Melalui Pemilihan Umum yang Berintegritas”. Penegasan Indonesia sebagai negara demokrasi, dapat dilihat pada UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengatur bahwa rakyat sebagai pemegang kedaulatan dapat melaksanakan sendiri kedaulatannya dengan memilih wakil-wakilnya, baik yang duduk dalam Lembaga legislatif maupun eksekutif, selain itu, watak demokratis juga bisa dilihat pada pengaturan tentang bentuk pemerintahan republik yang menentukan bahwa Presiden dipilih dari, oleh dan untuk rakyat.
“Demokrasi yang secara konstitusional diatur dalam konstitusi Indonesia harus dijaga integritasnya agar dapat mencapai cita-cita dan tujuan negara sebagaimana diamanatkan Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Integritas pemilu harus dilakukan oleh para pihak yang terkait dengan pemilu, baik penyelenggara, pengawas, peserta pemilu maupun masyarakat pemilih dengan cara tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang dalam UU Pemilu, baik berupa larangan maupun tindak pidana. Kepatuhan para pihak dalam pemilu untuk mentaati pengaturan dalam hukum pemilu, dapat menunjukkan kualitas demokrasi yang baik di Indonesia” jelas Dr. Fifiana. (LW-Humas)