FEB UNDIP Gandeng Dirjen Bea dan Cukai Bahas Peran Cukai Bagi Pembangunan Nasional

UNDIP, Semarang (16/9) – Universitas Diponegoro bersama dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menggelar seminar bertajuk “Optimalisasi Peranan Cukai Bagi Pembangunan Nasional Melalui Kebijakan Ekstensifikasi Cukai”. Seminar ini diselenggarakan di Hall Kewirausahaan Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro, Kampus Tembalang, Semarang.

Seminar menghadirkan narasumber dari pejabat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan akademisi UNDIP. Pembahasan berfokus pada peran cukai dalam pembangunan nasional, strategi ekstensifikasi cukai, hingga isu kebijakan publik terkait cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK).

Imik Eko Putro selaku Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Tengah dan DIY, hadir dan memberikan sambutan untuk seminar ini.

 “Optimalisasi dan ekstensifikasi merupakan istilah cukai. Jadi ini merupakan momen yang bagus untuk menguatkan pemahaman cukai bagi kita semua dan tentunya kita mengharapkan untuk pembangunan nasional. Karena memang kondisi negara ini sumber pembiayaannya APBN, terbesarnya dari unsur penerimaan pajak dan PNBP” jelasnya. Ia menerangkan bahwa arti cukai itu sendiri adalah membatasi dengan cara diberikan beban berupa tarif yang harus dibayarkan untuk penerimaan negara. “Sehingga, dirasakannya bahwa pembatasan itu merupakan salah satu sumber pendapatan penerimaan negara,” ucapnya.

Selanjutnya ia menyampaikan ada 3 (tiga) jenis barang kena cukai di Indonesia, yang pertama yaitu cukai tembakau. “Salah satunya cukai yang mungkin masyarakat sudah familier adalah cukai rokok. Bagaimana caranya pemerintah untuk memasangkan pita cukai dibungkus setiap rokok. Jika melihat rokok yang tidak ada pita cukainya berarti barang tersebut ilegal,” tegasnya. Dijelaskan ada 2 (dua) barang kena cukai lainnya, yaitu rokok elektrik dan etil alkohol (minuman yang mengandung alkohol 5% – 70%),” imbuhnya.

Penerimaan cukai pada tiga tahun terakhir untuk menyumbang penerimaan negara sebesar 224 Triliun dan 95% penerimaan cukai tersebut berasal dari tembakau. Di Jawa Tengah Kota Kudus adalah penyumbang sektor cukai tembakau terbesar dikarenakan banyaknya lokasi pabrik rokok yang terletak di Kota Kudus. Strategi kementerian keuangan untuk mengurangi ketergantungan terhadap penerimaan cukai dari hasil tembakau. Dengan melakukan kebijakan ekstensifikasi cukai, yaitu menambah jenis barang kena cukai yang saat ini ada.

Rektor UNDIP, Prof. Dr. Suharnomo, S.E., M.Si. menyampaikan selamat datang dan terima kasih untuk paparan yang bermanfaat tentang peran cukai bagi pembangunan nasional.

Sementara Gunawan Tri Wibowo, Kepala Subdirektorat Potensi Cukai dan Kepatuhan Pengusaha Barang Kena cukai turut membahas tentang cukai secara umum. Ia menjelaskan tugas dan fungsi bea cukai meliputi Fasilitasi Perdagangan dan Industri; Perlindungan Masyarakat; dan Optimalisasi Penerimaan Negara.

“Mengenai fasilitas perdagangan, kami juga melihat bahwa Jawa Tengah seperti Kendal dan Batang cukup berkembang perihal Kawasan Ekonomi Khusus atau KEK. Merupakan salah satu kemudahan insentif yang diberikan oleh pemerintah melalui Direktorat Bea dan Cukai, terutama untuk mempermudah kegiatan ekspor dan impor. Fasilitas yang diberikan beragam, mulai dari fasilitas fiskal terutama pembebasan dan penangguhan biaya penangguhan PPN, PPH, maupun fasilitas prosedural seperti perijinan dan lain – lain.” jelasnya.

Hal tersebut merupakan bagian dari tugas Bea Cukai agar Indonesia memiliki daya saing industri, memperlancar arus barang, termasuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

Lebih lanjut ia juga menjelaskan tentang 4 (empat) filosofi cukai yang pertama Sin Tax atau yang biasa disebut pajak dosan yang dipungut atas barang yang dilarang secara sosial; yang kedua Pigouvian Tax merupakan kompensasi atas dampak eksternalitas negatif; dan yang terakhir Goods and Service Tax yang merupakan “pajak kenikmatan” atas tingkat kenyamanan yang diterima.

Dalam kesempatanya, Ali Winoto selaku Kepala Seksi Potensi Cukai memaparkan pembahasan ekstensifikasi cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK). Ia mengatakan, “Saat ini Indonesia menduduki posisi ke lima di dunia sebagai pengidap diabetes terbanyak. Dalam catatan 2024 sebanyak 20,4 juta jiwa,” ungkapnya.

Ia juga menjelaskan tentang tujuan cukai MBDK. “Tujuan yang pertama harapannya, dengan cukai MBDK ini konsumen akan beralih ke produk – produk yang lebih sehat; Kedua, untuk sisi produsen diharapkan para pelaku usaha untuk dapat mereformulasi produk gula yang lebih rendah; Yang ketiga, youtube mencegah gempuran MBDK dari Luar Negeri karena indonesia merupakan salah satu negara yang belum mengenakan cukai terhadap MBDK sehingga mendorong produsen MBDK luar negeri yang kena cukai menjual produknya ke Indonesia; Lalu yang keempat meningkatkan kapasitas fiskal guna mendukung belanja kesehatan, selain sebagai instrumen pengendalian, kebijakan cukai dapat digunakan sebagai instrumen penerimaan untuk dukungan belanja kesehatan,” jelasnya.

Adapun tentang rencana cakupan objek cukai MBDK yaitu meliputi air teh kemasan, sari buah kemasan, minuman berenergi, minuman bubuk sachet, dan lain – lain.

Paparan terakhir tentang Cukai MBDK dan Paradoks Kebijakan Publik oleh Prof. Ahmad Syakir Kurnia, dosen FEB UNDIP. Ia memaparkan tentang paradoks kebijakan publik. “Rokok dan minuman pemanis kemasan mengakibatkan diabetes dan obesitas, tetapi konsumsi tetap dibiarkan demi penerimaan negara,” ungkapnya.

Menurutnya, pemerintah harus melakukan pendekatan untuk membatasi MBDK (Minuman Berpemanis Dalam Kemasan). Rokok yang sudah menjadi kebiasaan meskipun tahu bahayanya, tetapi tidak bisa dilakukan pelarangan atau pembatasan secara keseluruhan. Karena jika peredaran rokok dan MBDK sepenuhnya dihentikan akan terjadi guncangan ekonomi, pasar gelap, resistansi sosial. Karena dua hal tersebut sudah menjadi gaya hidup masyarakat kita dan MBDK penyumbang besar PDB industri sebanyak 38% data BPS 2023.

Prof. Ahmad mengungkapkan bahwa “Cukai itu bersifat regresif akan lebih banyak membebani masyarakat berpenghasilan rendah, dimana sebagian dari mereka banyak mengkonsumsi makanan dan minuman dengan pemanis tambahan. Dari permasalahan tersebut dapat terjadi risiko beban ganda yakni fiskal dan kesehatan” ujarnya.

Pilihan strategis yang dapat dilakukan yaitu regulasi kesehatan yang kuat, edukasi masyarakat secara menyeluruh, bukan hanya sekedar menambah daftar penerimaan negara.

Melalui kegiatan ini, diharapkan mahasiswa dapat memperoleh wawasan baru mengenai pentingnya peranan cukai dalam pembangunan serta memahami kebijakan pemerintah yang berimplikasi langsung pada masyarakat dan perekonomian nasional. (Komunikasi Publik/UNDIP/Syahra ed. Ut)

Share this :