Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro, menyelenggarakan pelatihan pengembangan softskill dengan topik, “Mengasah Minat, Bakat, dan Idealisme dalam Bidang Konten Kreatif”, pada 16 oktober 2021 via Zoom.
Dalam sambutannya, Dr. Dhanang Respati, M. Hum., selaku Ketua Departemen Sejarah menyampaikan bahwa acara ini diinisiasi sebagai upaya Program Studi Sejarah untuk meningkatkan kompetensi dan keterampilan mahasiswa dalam bidang konten kreatif. Acara ini sangat penting, ketika banyak pihak mempertanyakan, “Kuliah di Sejarah, nanti akan jadi apa?”. Pandangan dari narasumber ini akan membuka cakrawala para mahasiswa Sejarah bahwa ada beragam alternatif pekerjaan di luar pakem atau mainstream yang bisa dijajaki. Contoh yang paling nyata adalah pekerjaan sebagai produser film atau videografer sebagaimana profesi yang dijalani oleh kedua pembicara yaitu Damar Ardi Atmaja, S. S. (Yayasan Superdelapan Milimeter/ Sejarah Angatan 2001) dan Arif Syaefudin, S. Hum. (Videografer linikini.id, Sejarah Angkatan 2012).
Passion dalam dunia film telah dipupuk oleh Damar Ardi Atmaja, S. S., ketika bergabung dalam UKM Kronik Undip pada 2001. Di sana, ia berjejaring dengan banyak teman, yang memiliki kecintaan di dunia perfileman. Bahkan, tidak jarang, beberapa teman di UKM tersebut ikut berkolaborasi dalam proses pembuatan filmnya hingga saat ini.
Ia telah memproduseri banyak film dokumenter, di antaranya NOKAS (2016), Balada Bala Sinema (2017), AUM (2021), Making Up (2021). Salah satu kekuatan dalam filmnya adalah kekayaan perspektif yang ditampilkan, seperti dalam film dokumenter NOKAS. Film ini berkaitan dengan tradisi pemberian uang mahar pada perempuan Timor, yang akan dinikahi. Meskipun tradisi ini sangat umum (common), tetapi film ini mencoba menelusur lebih jauh, apa dasar penerapan tradisi ini.
Dalam paparannya, Damar mengatakan adanya keterkaitan antara ilmu sejarah dengan film, karena film selalu bicara tentang manusia, peristiwa masa lalu, dan budaya. Tetapi, yang paling penting dari semua hal tadi adalah riset. Riset menjadi hal yang fundamental, ketika berbicara tentang isu politik, baik di era orde baru hingga sekarang. Mata kuliah Metode penelitian, yang diajarkan di prodi Sejarah, dinilai berhasil menjadi dasar yang kuat dalam proses pengolahan data.
“Di bangku kuliah, saya belajar bagaimana menyiapkan pertanyaan pada informan, bagaimana membuat narasumber bisa bercerita secara lebih detail dan mendalam. Bekal ini sangat penting dalam proses pembuatan film, tidak hanya dalam film dokumenter, tetapi juga dalam fiksi” ungkapnya.
Sementara Arif Syaefudin, S. Hum., berbagi pengalaman mengenai proses penemuan passion, yang penuh tantangan. “Banyak keinginan yang harus dipaksakan, ketika saya menyadari bahwa saya tertarik di bidang videografi, saya sengaja ikut event wedding, prewedding, untuk menambah portofolio pengalaman. Saya juga sengaja mendaftar menjadi volunteer untuk menambah jejaring,” tutur Arief.
Ia juga memberi dukungan pada para junior di Sejarah Undip agar tidak gusar ketika lulus. “Di era digital, yang berkembang sedemikian fleksibel ini, kita harus peka dalam menangkap momen. Banyak sekali peluang yang bisa diambil, menjadi content creator, script writer khusus untuk caption, dan masih banyak lagi”, tambahnya.
Noor Naelil Masruroh, S.S., M. Hum., yang menjadi moderator pada kesempatan ini menuturkan Prodi Sejarah telah menyediakan ruang bagi mahasiswa untuk mengembangkan passion di bidang film, melalui mata kuliah Sinematografi Sejarah. Dalam mata kuliah ini mahasiswa belajar, baik teori maupun praktik dalam pembuatan film berdimensi sejarah.
“Dukungan para alumni sangat diperlukan, khususnya dalam memberikan informasi terkait peluang magang atau kerja di bidang konten kreatif” pungkasnya. (Linda Humas/Fanada Sejarah)