“Semoga kuliah ini memberikan jawaban bagaimana mengatasi lonjakan harga pangan sekaligus bersinergi untuk mencarikan solusi dengan sebaik-baiknya dan pengalaman serta ilmu yang dipelajari akan memberikan manfaat bagi kita semua” sambut Prof. Dr. Ir. Bambang Waluyo Hadi Eko Prasetyo, M.S., M.Agr., IPU selaku Dekan Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro yang membuka acara Kuliah Dosen Tamu dengan tema Kebijakan untuk Antisipasi Kelangkaan Pangan dan Ancaman, serta Strategi Menanggulangi Lonjakan Harga Pangan (13/5).
Hadir sebagai narasumber Prof. Dr. Muhammad Firdaus, S.P., M.Si. (Guru Besar Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB Bidang Keahlian: Ilmu Ekonomi) dan dimoderatori oleh Wahyu Dyah Prastiwi, S.Pt., M.M., M.Sc (Staff Pengajar Program Studi Agribisnis FPP Undip).
Dalam materinya Prof. Firdaus menyampaikan kenaikan harga, terutama komoditas pangan utama, secara nasional telah memberikan implikasi yang cukup besar terhadap perekonomian dan kebijakan pemerintah, terkait dengan daya beli dan kesejahteraan masyarakat. Sinyal ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan yang terjadi pada minyak goreng, kedelai dan daging perlu dicermati untuk mengidentifikasi faktor dominan yang memicu perubahan tersebut. Implikasi kenaikan harga menyebabkan laju inflasi pangan yang lebih besar dibandingkan non pangan. Oleh karena itu, kelompok masyarakat yang pengeluaran terbesarnya untuk pangan mengalami tekanan ekonomi yang besar yang berpotensi menjadi lebih miskin.
Titik kritis ketahanan pangan utama adalah ketersediaan dan harga sebagai pengubah penentu daya beli. Dari sisi pasokan, produksi dalam negeri yang tidak dapat memenuhi permintaan (kedelai dan daging) menyebabkan gejolak ekonomi-sosial yang signifikan. Perubahan harga yang melampaui harga preferensi masyarakat menyebabkan dampak yang sama (kasus minyak goreng). Fenomena ini mengindikasikan bahwa gejolak terjadi karena keterbatasan pasokan dan perubahan harga komoditas.
“Persoalan pangan selalu bermuara pada mencari keseimbangan kepentingan konsumen dan produsen. Dengan koordinasi Badan Pangan Nasional diharapkan titik temu dapat lebih dicapai. Pada kondisi keseimbangan baru, secara cermat Pemerintah harus menentukan tingkat harga yang dianggap terjangkau bagi konsumen. Transmisi harga yang terjadi secara baik dari konsumen ke produsen untuk pengadaan dari dalam negeri, atau sebaliknya dari sumber asal impor kepada konsumen dalam negeri, menjadi penentu keberlanjutan penyediaan pangan nasional. Berbagai inovasi kelembagaan seperti model Closed Loop, Sistem Resi Gudang dan Korporasi Petani harus diimplementasikan secara lebih luas” tuturnya. (Lin-Humas)