Prof. Dr. Paramita Prananingtyas, S.H., LL.M. dan Prof. Dr. Fifiana Wisnaeni, S.H., M.Hum dikukuhkan secara resmi oleh Rektor Undip sebagai Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Selasa (19/9) di Gedung Prof. Soedarto, S.H. Tembalang.
Dalam materi ilmiahnya yang berjudul Program Kepatuhan Terhadap Penegakan Hukum Persaingan Usaha (Competition Compliance) sebagai Upaya Membudayakan Kepatuhan Hukum Bagi Pelaku Usaha di Indonesia : Membumikan Persaingan Usaha Sehat untuk Indonesia Lebih Maju, Prof Paramita menyampaikan bentuk dan proses penyusunan program kepatuhan (competition compliance) di Indonesia dan negara lain dilakukan secara berjenjang. Lembaga penegak persaingan usaha sehat dan anti monopoli dari negara-negara yang telah memiliki peraturan anti monopoli dan persaingan usaha tidak sehat akan memberikan terlebih dahulu landasan dan pedoman untuk program kepatuhan secara umum.
“Perusahaan yang telah menerapkan program kepatuhan terhadap hukum kompetisi juga akan siap untuk patuh pada program kompetisi di negara-negara patner bisnis dari perusahaan tersebut. Perusahaan tersebut telah memiliki kesadaran arti pentingnya mematuhi peraturan persaingan usaha tidak hanya di dalam negeri namun juga di luar negeri. Kepatuhan terhadap peraturan persaingan usaha di luar negara asal perusahaan biasanya akan dilaksanakan apabila perusahaan-perusahaan tersebut memiliki jaringan bisnis secara internasional melalui program investasi langsung dan program perdagangan luar negeri,” ucapnya.
“Relevansi keberadaan program kepatuhan (competition compliance) terhadap perubahan perilaku pelaku usaha khususnya di Indonesia adalah secara internal perusahaan-perusahaan yang menerapkan program kepatuhan akan mendapatkan banyak keuntungan terutama dalam hal kinerja, reputasi dan kesiapan dalam menghadapi persaingan usaha secara sehat baik secara nasional dan internasional,” lanjut Prof Paramita.
Sementara Prof Fifiana mengangkat judul Model Sistem Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat untuk Mewujudkan Demokrasi yang Berkeadilan. Ia mengatakan sistem pemilu yang saat ini berlaku di Indonesia belum menjamin demokrasi yang berkeadilan karena UU Pemilu terlalu menutup ruang gerak partai politik dalam konteks negara demokrasi dan eksistensi lembaga Parlemen menimbulkan ketidakjelasaan fungsi perwakilan (representation) yaitu pada satu sisi anggota-anggota DPR mewakili aspirasi dan kepentingan partai-partai politik tertentu. Di lain sisi, anggota DPR dipilih secara langsung oleh rakyat bukan dipilih oleh partai politik.
“Adapun Model sistem pemilu anggota DPR yang dapat mewujudkan demokrasi yang berkeadilan adalah sistem pemilu proporsional dengan varian Mixed Member Proportional (MMP) yang memberi kesempatan kepada rakyat untuk memilih nama calon dan partai politik dan sistem Distrik dengan ketentuan distrik pemilihan didasarkan pada perimbangan jumlah penduduk dengan memperhatikan pemekaran dan penggabungan daerah atau wilayah serta cara penghitungan suara dilakukan berdasarkan suara terbanyak dalam satu putaran,” terangnya. (LW-Humas)