Inovasi Teknologi Pengeringan dan Smart Food: Kontribusi Prof. Moh. Djaeni dalam Ketahanan Pangan Berkelanjutan

UNDIP, Semarang (03/11) — Ketahanan pangan menjadi tantangan besar dunia yang menuntut solusi cerdas berbasis sains dan teknologi berkelanjutan. Di tengah isu perubahan iklim, efisiensi energi, dan kebutuhan pangan bergizi, Universitas Diponegoro terus memperkuat peran riset aplikatif yang memberi manfaat langsung bagi masyarakat. Salah satu inovator yang berkontribusi besar dalam bidang ini adalah Prof. Dr. Moh. Djaeni, S.T., M.Eng., Guru Besar Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik (FT) UNDIP.

Sebagai akademisi yang konsisten meneliti teknologi pengolahan pangan berkelanjutan, Prof. Djaeni memandang bahwa pangan bukan sekadar kebutuhan dasar, melainkan pilar utama ketahanan sosial, kesehatan, dan kualitas hidup manusia. Dari keyakinan itu munculah berbagai inovasi penting mulai dari teknologi pengeringan bersuhu rendah yang ramah lingkungan hingga pengembangan konsep smart food, yakni makanan cerdas yang dapat menjadi solusi bagi masa depan pangan dunia.

Berawal dari kampus yang membentuk jati dirinya, Prof. Djaeni menyelesaikan studi sarjana di Teknik Kimia UNDIP, menempuh magister di Universiti Teknologi Malaysia, dan meraih gelar doktor di Wageningen University, Belanda, universitas peringkat teratas dunia dalam bidang pertanian dan teknologi pangan.

Dalam UNDIP Podcast baru-baru ini, Prof. Djaeni menceritakan bahwa inspirasinya berangkat dari sejarah panjang pengeringan bahan pangan yang sudah dikenal sejak masa peradaban awal. Namun, di era modern, ia menilai teknologi ini masih memerlukan lompatan inovasi agar lebih efisien, hemat energi, dan menjaga nilai gizi bahan pangan.

Melalui risetnya, Prof. Djaeni dan tim mengembangkan sistem pengeringan berbasis udara kering (dehumidifikasi) menggunakan adsorben alami seperti zeolit dan silika. Teknologi ini mampu menurunkan kelembaban udara sehingga proses pengeringan berlangsung cepat pada suhu rendah, tanpa merusak nutrisi dan karakteristik bahan. Hasil pertanian dan kelautan seperti gabah, rumput laut, maupun ekstrak herbal dapat dikeringkan secara efisien tanpa kehilangan nilai gizi.

“Konsep kami sederhana yakni memindahkan uap air dari bahan ke medium udara secara efisien dan berkelanjutan. Dengan kontrol kelembaban yang tepat, pengeringan bisa lebih cepat tanpa merusak gizi,” jelasnya.

Tidak berhenti di situ, Prof. Djaeni melangkah lebih jauh dengan mengembangkan smart food, yaitu makanan bernutrisi tinggi dan slow release atau dicerna secara lambat sehingga mampu memberi rasa kenyang dan energi lebih lama. Bersama mahasiswa S1, S2, dan doktoral, ia tengah meneliti formulasi berbasis beras analog, umbi-umbian, serta serealia seperti sorgum dan jagung. Ide ini muncul dari kegelisahan terhadap keterbatasan lahan pangan akibat urbanisasi, serta kebutuhan manusia akan asupan yang efisien namun bergizi tinggi.

“Bayangkan, satu porsi makanan mampu menjaga energi tubuh selama belasan jam tanpa kehilangan kandungan gizinya,” ujarnya penuh semangat.

Konsep ini tidak hanya relevan untuk masa depan ketahanan pangan, tetapi juga bermanfaat dalam konteks medis, seperti untuk pasien pra-operasi atau masyarakat yang sedang berpuasa. Inovasi ini diharapkan dapat menghadirkan solusi inklusif di mana pangan bergizi yang dapat diakses seluruh lapisan masyarakat, termasuk komunitas pedesaan dan kelompok rentan.

Selain menjaga kualitas nutrisi dan efisiensi energi, sistem pengeringan yang dikembangkan Prof. Djaeni juga mengurangi emisi dan jejak karbon. Teknologi ini memanfaatkan desikan regeneratif alih-alih pendingin berbasis freon yang merusak ozon. Dengan demikian, inovasi tersebut selaras dengan prinsip teknologi hijau dan pembangunan berkelanjutan sejalan dengan misi UNDIP mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG’s), khususnya pada aspek Ketahanan Pangan (Goal 2) dan Energi Bersih (Goal 7).

Untuk memperluas dampak risetnya, Prof. Djaeni aktif menjalin kolaborasi internasional dengan University of Nottingham Malaysia Campus, IIUM, USIM, dan UTM. Kerja sama lintas negara ini memperkuat posisi UNDIP dalam ekosistem global riset pangan berkelanjutan, sekaligus membuka kesempatan bagi mahasiswa untuk belajar dan berkontribusi di laboratorium internasional.

Ia juga aktif mengajak mahasiswa S1 hingga doktoral untuk berpartisipasi. “Inovasi tidak lahir sendirian, ia tumbuh dari kolaborasi lintas disiplin antara teknik, pangan, dan kesehatan,” ungkapnya.

Di balik prestasi akademiknya, Prof. Djaeni dikenal rendah hati dan inspiratif. Ia sering berbagi filosofi hidupnya kepada mahasiswa, “Kadang ide datang saat berjalan, bahkan dalam mimpi. Yang penting jangan berhenti berpikir. Setiap masalah bisa diselesaikan kalau kita yakin dan mau bekerja keras,” katanya sambil tersenyum.

Baginya, penelitian bukan sekadar publikasi, melainkan bentuk tanggung jawab akademik terhadap kesejahteraan manusia dan keberlanjutan bumi. Ia menutup pesannya dengan kalimat yang merefleksikan semangat pantang menyerah: “Impossible is nothing. Selama ada keyakinan, dedikasi, dan kolaborasi, setiap gagasan bisa diwujudkan menjadi solusi nyata,” tutur Prof. Djaeni.

Melalui riset dan dedikasinya, Prof. Djaeni menjadi teladan bagi civitas academica UNDIP dalam mewujudkan visi UNDIP Bermartabat dan UNDIP Bermanfaat” melalui program Diktisaintek Berdampak dengan menghadirkan ilmu pengetahuan yang tak hanya unggul di atas kertas, tetapi nyata bagi masyarakat.

Dari pengeringan berbasis zeolit hingga konsep smart food, dari kolaborasi lintas bangsa hingga inovasi energi hijau semuanya berorientasi pada solusi nyata untuk bangsa dalam mewujudkan pangan yang sehat, berkelanjutan, dan berkeadilan bagi generasi kini dan mendatang. (Komunikasi Publik/UNDIP/DHW & Riri)

Share this :