Muhyidin, S.Ag. M.Ag. MH, Menyemai Nilai-Nilai Teologi Inklusif Pada Mahasiswa

Eksistensi Pendidikan Agama (termasuk Pendidikan Agama Islam atau PAl) di Perguruan Tinggi Umum di samping merupakan mata kuliah yang wajib diambil oleh mahasiswa, memiliki peran penting dalam mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan nasional. Tentunya juga diharapkan berimplikasi pada terwujudnya masyarakat yang kreatif, produktif, serta dilandasi dengan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan YME.

Sebagai Dosen Pendidikan Agama Islam (PAI) di Universitas Diponegoro, Muhyidin, S.Ag. M.Ag. MH. menyampaikan bahwa PAI adalah mata kuliah wajib nasional. PAI yang diajarkan di Undip kajiannya sangat berbeda dengan perguruan tinggi keiislaman. “Mengajarkan agama di Undip bagi saya agama itu tidak hanya sebagai sebuah kajian ilmu yang bersifat kognitif tetapi agama sebagai nilai perilaku, ini yang penting. Mengajar PAI di perguruan tinggi umum agama sebagai sebagai perilaku” tuturnya.

Ia mengatakan sumber pengetahuan keagamaan tidak cukup hanya dengan internet, karena jika kita memahami agama hanya didasarkan pada youtube atau artikel yang sangat sederhana tanpa didampingi dengan guru yang mumpuni justru nanti akan membahayakan terhadap anak tersebut, sehingga pemahamannya tidak utuh, tidak komprehensif dan bersifat parsial. Kalau pemahaman agama tidak utuh, akan merusak agama itu sendiri dan agama justru tidak memberikan kontribusi yang positif bagi kehidupan dirinya dan masyarakat sekitarnya. Bahkan bisa jadi ketika pemahaman agama tidak utuh akan membawa malapetaka bagi masyarakat dan kemanusiaan lebih luas. Disamping menjembatani atau mengarahkan mahasiswa, pengajar agama juga memberikan pengenalan materi keagamaan tidak hanya berkaitan dengan teologi, ibadah, namun juga pengenalan dan pemahaman keislaman yang mencakup dalam pelbagai aspek kehidupan.

“Tema atau materi mengajar yang saya angkat berkaitan dengan teologi inklusif artinya teologi terbuka, satu sisi kita harus meyakinkan bahwa agama yang kita peluk itu adalah benar tetapi disisi lain kita harus menghormati perbedaan-perbedaan keyakinan atau teologi orang lain. Sebab ada pemahaman mengenai teologi ekslusif, dimana menganggap agama yang dipeluk itu pasti benar sedang agama orang lain itu pasti salah dan harus diislamkan meski dengan cara pemaksaan dan umat lain sebagai ‘the others”, pemahaman ini yang berbahaya” terangnya.

“Oleh karena itu saya sisipi dengan teologi inklusif dan nilai-nilai kebenaran universal sehingga akan menciptakan kerukunan antar umat beragama atau membentuk sebuah toleransi antar seagama maupun antar agama. Selanjutnya materi mengenai masalah hakikat dan fungsi tugas manusia dibumi, agar mahasiswa sadar kita dilahirkan dan hidup di dunia ini tidak sekedar kuliah atau bekerja saja, tetapi ada nilai yang lebih agung yakni melaksanakan mandat dari Allah untuk memakmurkan bumiNya, beribadah dan memberikan yang terbaik bagi kehidupan manusia. Lalu materi sejarah peradaban islam, supaya mahasiswa terketuk hatinya ketika mengingat bagaimana umat islam terdahulu mengalami sebuah peradaban keemasan atau The Islamic Golden Age yang bertujuan untuk membangkitkan semangat para mahasiswa bahwa dulu mengalami masa puncak keemasan, mari kita bangkit kembali bersama-sama dengan berpikir secara serius menggunakan akal, menguasai science dan teknologi. Karena itu adalah bagian dari kunci dari kebangkitan islam. Mengajarkan wawasan-wawasan keislaman yang modern, misalnya islam dan gender, demokrasi dan hak asasi manusia, isu-isu global dimana mahasiswa harus memiliki respon terhadap isu-isu keislaman, artinya saya tidak hanya mengajarkan keyakinan keagamaan semata” lanjutnya

Di Fakultas Hukum, Muhyidin mengajar sesuai dengan komptensi bidangnya, yaitu hukum Islam, hukum perkawinan Islam dan hukum waris Islam. Berkaitan dengan kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang pernah dilaksanakannya mengenai penyuluhan tentang hukum waris, ia menuturkan sebenarnya kegiatan-kegiatan tersebut rutin yang dilakukan oleh Fakultas Hukum terutama di bagian Perdata dimana setiap semester melakukan kegiatan pengabdian masyarakat di berbagai tempat, antara lain di Wonogiri, Temanggung, Pati, Demak dan di Semarang terakhir di Kecamatan Ngadirojo Kabupaten Wonogiri. Masyarakat rata-rata membutuhkan pengetahuan mengenai hukum waris, terutama hukum waris Islam, sangat logis sekali jika masyarakat yang dihadapi mayoritas adalah muslim maka pendekatannya adalah hukum waris islam karena hukum waris Islam adalah hukum yang aplikatif, bisa diterapkan dikehidupan nyata.

“Membicarakan harta memang sangat sensitif, jika tidak dibagi secara adil justru akan terjadi konflik. Hukum waris menduduki peran penting dalam hukum Islam, dimana fungsi kewarisan atau hukum waris adalah untuk meredakan ketegangan, memberikan yang terbaik dan keadilan bagi para ahli waris. Jika dilaksanakan secara musyawarah atau sesuai aturan tidak mau dan tidak menerima, maka solusi yang paling akhir adalah melalui pengadian Agama dan jangan sampai hal ini terjadi. Namun sebenarnya dalam hukum waris islam ada kesepakan keluarga tetapi dari masing-masing pihak ahli waris harus tahu hak-haknya atau berapa jumlah besaran yang diperolehnya, jangan sampai tidak tahu haknya tapi tiba-tiba dibagi rata oleh satu anggota ahli waris yang lain, misalnya ingin menguasai seluruh harta warisan sementara yang lain tidak tahu, ini yang sering terjadi. Keserakahan dan ketidakadilan itu yang akan menimbulkan konflik internal di dalam keluarga, hukum waris hadir untuk meredam dan memberikan suatu solusi yang terbaik hingga tercapai keadalian bagi ahli waris” ungkapnya.

Lebih lanjut ia menjelaskan mengenai pembagian harta waris ada syarat dan rukunnya, pertama harus ada ahli waris, kedua harus ada harta warisan, yang ketiga harus ada pewaris. Pewaris ini posisinya sudah meninggal, kalau membaginya sebelum pewaris meninggal bukan pembagian harta waris, bisa dinamakan hibah atau wasiat. Secara legalitas formal, hukum figih atau hukum syariatnya, syarat pembagian harta waris harus ada yang meninggal terlebih dahulu, namanya pewaris. Namun belum meninggal tetapi sudah dibagi, mungkin dimaksudkan untuk mengantisipasi agar tidak terjadi keributan antar saudara antar anak dalam pandangan pesepektif hukum waris islam tidak dinamakan pembagian warisan, bisa wasiat atau hibah. Sebelum harta waris dibagi, ahli waris mempunyai beberapa kewajiban, yang pertama harus membereskan dahulu mengenai pemulasaraan mayit, seperti biaya, penguburan dst.

Kedua harus menunaikan hutang-hutangnya, ketiga sebelum harta waris dibagi harus melaksanakan wasiat-wasiatnya terlebih dahulu, yang keempat baru membagi harta waris. Jika ternyata pewaris meninggalkan banyak hutang sehingga harta yang ditinggalkan tidak bisa menutupi hutang-hutangnya, secara hukum ahli waris tidak punya kewajiban untuk menutupi atau melunasi hutang-hutang pewaris. Tetapi karena rasa atau jiwa kemanusiaan bisa atau boleh membantu untuk membereskan hutang-hutangnya. Prinsip Islam, manusia bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri, tidak bisa dilimpahkan dosanya atau pahalanya pada orang lain.

Sedangkan harapannya untuk kemajuan Undip menuju World Class University, ia sangat mengapresiasi kebijakan-kebijakan Rektor Undip yang luar biasa, terutama kesejahteraan baik bagi tendik dan dosen. “Tentunya dibutuhkan penguatan-penguatan terhadap SDM Undip diantaranya dengan beasiswa S2 dan S3 bagi pendidik dan tendik dan Undip telah melaksanakan langkah tersebut, capaian-capaian terus ditingkatkan lagi agar Undip tetap masuk dalam peringkat dunia serta budaya jurnal tulis menulis seperti scopus juga harus dikembangkan” pungkasnya. (Linda Humas)

Share this :

Category

Arsip

Related News