Master dan Doktor Sejarah FIB Undip – Semarang. Pekan lalu, Program Master dan Doktor Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro (Undip) menyelenggarakan Public Lecture dengan topik “The Role of Shipmasters in the Malay World History”. Diskursus tentang shipmaster atau nakhoda ini dibahas secara dinamis dan menarik oleh arkeolog maritim, Emeritus Professor Pierre-Yves Manguin dari Ecole française d’Extrême-Orient (EFEO), Paris, Prancis.
Prof. Dr. Singgih Tri Sulistiyono, M. Hum. menyampaikan dalam sambutan acara bahwa Prof. Pierre merupakan arkeolog maritim ternama yang dimiliki dunia. Risetnya banyak mengkaji tentang Laut Cina di Samudra India dan relasi masyarakat pesisir dengan lingkungannya. Sejak tahun 1980, ia sudah banyak melahirkan karya-karya akademik yang fokus pada arkeologi maritim, salah satu yang terkenal adalah “Protohistoric and early historic exchange in the Eastern Indian Ocean” terbit pada 2017.
Prof. Pierre menghimpun banyak informasi terkait shipmasters dari berbagai inskripsi, di antaranya dari Bahasa Sanskrit, Melayu Kuno, dan Jawa Kuno pada abad 5 hingga ke-13 Masehi, literatur berbahasa Sunda pada abad ke-16, literatur Melayu klasik pada abad ke-14 hingga ke-18, dan sumber lisan dari berbagai Bahasa Austronesia. Setelah tahun 1000 Masehi, shipmasters cukup menonjol dalam epigrafi India dengan berbagai terminologi, seperti nauvittaka dan naukhuda. Kedua karakter ini menujukkan kedudukan sosial tinggi.
Shipmaster yang seringkali disebut dalam inskripsi Kamlagyan Jawa Kuno tahun 1037 Masehi dengan nama Puhawang ini memiliki posisi sosial yang tinggi pada masyarakat pesisir. Mereka juga berperan sebagai broker dalam perdagangan (passeurs culturels).
Sangat tegas dinarasikan dalam banyak epigrafi India bahwa nakhoda menjadi eksponen yang menonjol dalam aktivitas pelayaran dan perdagangan internasional. Sosok ini tidak hanya berperan dalam mengurusi masalah-masalah teknis di kapal, tetapi menjadi pengusaha (entrepreneur) yang berada di balik sebuah pelayaran panjang. “Nakhoda ini adalah investor yang mendanai pelayaran panjang. Tidak jarang, mereka memperdagangkan komoditas-komoditas perdagangan bernilai ekonomis tinggi. Bahkan dalam Hikayat Banjar pada abad ke-18, dinyatakan bahwa semua nakhoda bertanggungjawab terhadap perdagangan kerajaan.” Terang Professor yang pernah mengenyam pendidikan jurusan teknik ini.
Ada sebuah cerita dari Bujangga Manik terkait sebuah penjejalahan bersama seorang shipmaster. Seorang Bujangga Manik (Rakean Ameng Layaran) diceritakan bertemu dengan shipmaster (Puhawang) dalam perjalanannya bertolak menuju Bali dan dari sana akan melanjutkan perjalanan ke Bangka. Ia meminta izin pada Puhawang untuk ikut serta dengannya dalam perjalanan ke Bali. Puhawang lalu menjawab dengan nada penuh persahabatan, “if you want to cross the sea, do not be anxious. Please come on board (jika kau ingin melintasi lautan, jangan cemas. Ayo naik ke atas kapal).
Eksistensi nakhoda ini sangat penting, bahkan dalam kitab hukum pelayaran dan perdagangan Amanna Gappa yang diabadikan dalam daun lontar pada abad ke-17, tepatnya pada 1676, dijelaskan bahwa nakkoda – nakhuda adalah seseorang yang memiliki perahu, modal, pikiran yang tajam, pelaut yang berpengalaman, otoritas yang kuat atas kru dan mampu menjual kargo yang dibawa dalam kapal.
Tidak hanya itu, dalam Hikayat Hang Tuah yang ditulis pada abad ke-17 menggambarkan kota Melaka yang dipenuhi dengan saudagar (merchant), nakhoda (shipmasters) orang kaya (notables).
Bahkan ada mitos yang berkembang tentang Dang Mpu Hawang, ia dilukiskan sebagai raja dan shipmaster. Shipmaster adalah figur lokal yang dinilai memiliki “kesaktian” luar biasa. Berkat kesaktiannya, ia berhasil mendapatkan muatan kapal yang penuh dengan komoditas-komoditas berharga. Dia memerintah sebuah negeri yang ramai dengan aktivitas perdagangan.
Acara yang dimoderatori oleh kandidat doktor, Arido Laksono, M. Hum. ini mengundang banyak perhatian dari audiens dari berbagai universitas baik dalam maupun luar negeri, seperti Mrs. Salina dari University of Malaya yang banyak menanggapi terkait peran shipmaster dalam perdagangan dan pelayaran di Asia Tenggara. Secara khusus, proses formasi masyarakat pesisir di Asia Tenggara juga turut dibentuk oleh para nakhoda ini. Mereka memiliki kontribusi yang signifikan dalam menegaskan identitas masyarakat pesisir dalam sejarah global. (Fanada Sholihah / Sejarah)