Dosen FT Menjelaskan Prospek dan Tantangan Proses Pengeringan Pangan dengan Energi Terbarukan dalam Pidato Guru Besar

Prof. Dr. Ir. Setia Budi Sasongko, DEA., resmi dikukuhkan sebagai salah satu Guru Besar Universitas Diponegoro pada Kamis (16/6) berkat penelitiannya di bidang energi terbarukan. Beliau melihat permasalahan utama pada proses pengeringan pangan yang masih menggunakan energi fosil. Padahal, proses pengeringan dinilai penting untuk menjaga kualitas pangan sedangkan persediaan energi fosil mulai berkurang.

Pangan merupakan kebutuhan primer manusia. Sayangnya, merujuk hasil kajian FAO 2011, sepertiga dari makanan yang diproduksi untuk konsumsi manusia, hilang dan terbuang pada  proses panen dan proses konsumsi yang disebut dengan Food Loss and Waste. Permasalahan kehilangan pangan ini disebabkan oleh penurunan kualitas pangan yang tidak layak untuk dikonsumsi. Penyebabnya adalah aktivitas mikroorganisma yang berdampak pada menurunnya kualitas rasa, gizi, ataupun penampilan, bahkan bisa menyebabkan penyakit. Untuk itu, diperlukan proses pengeringan agar mengurangi kandungan air di dalam pangan.

Dengan mengurangi Food Loss and Waste melalui proses pengeringan, maka kita turut mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals – SDGs) nomor dua belas yang berbunyi “Konsumsi dan Produksi yang bertanggungjawab.”

Untuk menjawab permasalahan proses pengeringan menggunakan energi fosil, Prof. Setia Budi menawarkan metode dengan menggunakan energi surya yang memanfaatkan panas langsung sebagai alternatif sekaligus dapat menjadi pospek energi di masa depan. Menurutnya, penggunaan pewarna alam dalam sel surya (dye-sensitized solar cell) merupakan pengembangan sel surya generasi ketiga yang ramah terhadap lingkungan. Pemanfaatan beda suhu dapat digunakan sebagai sumber listrik atau kebalikannya berdasarkan prinsip Seebeck-Peltier.

“Penggunaan energi terbarukan merupakan bagian dari tujuan pembangunan berkelajutan (SDGs) nomor tujuh yaitu energi bersih dan terjangkau. Dengan pemanfaatan energi surya, maka desentralisasi energi dapat terlaksana,” ungkap dosen Fakultas Teknik yang kini berusia 61 tahun itu. Ia yakin penggunaan energi terbarukan dapat menjadi prospek yang bagus dan juga murah. Meski begitu, Ia tidak memungkiri akan adanya tantangan di bidang lain, yakni teknologi.

“Perpaduan kedua hal tersebut diharapkan merupakan prospek kemandirian pangan dan energi murah dapat terwujud. Akan tetapi, masih ada beberapa kendala baik dalam teknologi yang merupakan tantangan untuk mewujudkan keterjangkauan energi murah dan pangan yang berkualitas,” jelas Ketua LP2MP Undip periode 2019-2024 pada akhir pidato yang bertajuk Prospek dan Tantangan Proses Pengeringan Pangan dengan Energi Terbarukan dalam mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.

Prof. Dr. Ir. Setia Budi Sasongko, DEA., menjadi Guru Besar ke-45 untuk Fakultas Teknik Undip. Sementara jumlah Guru Besar aktif Universitas Diponegoro sampai dengan saat ini adalah 161 Guru Besar. (Aslam-Tim humas)

Share this :

Category

Arsip

Related News