Kehadiran media-media baru dan era digital menyelipkan segenap kecemasan orang tua. Pasalnya, hasil riset ECPAT di tahun 2017, cukup banyak anak terpapar pornografi melalui ponsel pintar. Hal tersebut tentu meresahkan, kata Ayu, dosen Ilmu Komunikasi Koordinator pengabdian masyarakat Departemen Ilmu Komunikasi Fisip Undip. Oleh karena itu, Departemen Ilmu Komunikasi berinisiatif mengadakan pengabdian masyarakat mengusung tema literasi digital ini.
Bagi Ibu Yoto, guru TK Pertiwi Tembalang seolah gayung bersambut, karena kami pun mencemaskannya dan ingin mencari solusi atas persoalan tersebut. Apalagi Komisi Perlindungan Anak Indonesia juga mencatatkan data miris, 97 persen anak SMA pernah mengakses konten pornografi/negatif tersebut.
“Salah satu tawaran kami adalah orang tua membangun komunikasi lebih tepat dengan anak-anaknya. Melarang mereka menyentuh gadget seolah bukan jawaban yang mudah dilakukan,” terang Agus Naryoso, dosen prodi S1 ilmu Komunikasi Fisip Undip juga.
“Ya kami disini tidak berpetensi ahli, karenanya tadi saat sharring dengan para orang tua murid, dari mereka malah muncul beberapa gagasan yang cemerlang,“ terang Dr Adi Nugroho, M.Si, dari tim pengabdian masyarakat Undip pula. Ibu Juni misalnya menceritakan dirinya mensyaratkan “klausul/opsi“ tertentu bagi putra putrinya terkait bisa tidaknya anak mereka diberi kesempatan menggunakan ponsel. Alhasil, mereka bisa membagi waktu untuk mengaji di mushola, belajar dan mengerjakan PR di rumah serta secukupnya menggunakan ponsel.
Pengabdian masyarakat bertema literasi media bagi para guru dan orang tua murid TK Pertiwi Tembalang Semarang juga menghadirkan dua dosen lainnya yakni Dr. Hedi Pudjo Santoso dan Dr. Sri Budi Lestari yang berlangsung di TK Pertiwi Tembalang. Pengabdian ini bertujuan agar anak sedapat mungkin terhindarkan dari terpapar konten pornografi/konten negatif.
Beri Alternatif lain
Para dosen ilmu komunikasi juga menawarkan sekolah memberi cara dan strategi tertentu bagi siswanya agar mereka misalnya lebih memperhatikan permainan-permainan edukatif non gadget, atau pun jika terpaksa mencoba memberikan lebih banyak konten konten edukatif yang menyenangkan bagi mereka. Masih ada sejenis permainan tradisional atau bermain di arena dengan instruktur para guru.
Terkait dengan literasi digital ini , Agus Naryoso menawarkan beberapa alternatif misalnya membatasi akses anak pada konten yang hanya untuk umurnya, memonitor dan pengawasan perilaku anak bermedia gadget ini serta memberikan edukasi dan pemahaman anak untuk hanya mengakses konten sesuai umurnya.
Ayu menambahkan pola-pola pendampingan yang berkala pada generasi anak di era digital ini, sebab melarang sama sekali menggunakan ponsel tidak lah mudah. “Perlu porposi menggunakan media pintar ini dengan sejenis permainan di dunia yang nyata,” imbuhnya.
Pinjamkan ponsel kepada anak anak sesuai keperluan dan kebutuhannya saja, tambah Adi Nugroho, seraya menambahkan hal ini juga upaya preventif karena ketika lebih dewasa nanti mereka terbiasa bermedia dengan baik, karena bukan tidak mungkin jika “sembrono” bersinggungan dengan pelanggaran atas UU ITE , misalnya.
Ninik, S.Pd kepala sekolah TK Pelangi berharap Undip dapat hadir kembali ke sekolahnya dengan pengabdian lanjutan, dengan tema literasi digital atas fenomena kekerasan yang akhir akhir ini juga merisaukan kalangan pendidik. Hadir dalam pengabdian tersebut pengelola Yayasan TK, serta kepala Sekolah TK Pertiwi Tembalang Semarang.