Pada Senin (28/11) Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro menyelenggarakan webinar bertajuk “Seni Pertunjukan Jawa di Selandia Baru: Perspektif Sejarah” dengan menghadirkan seorang seniman karawitan Jawa dan dhalang asli Indonesia yang berkiprah di Selandia Baru, yaitu Prof. Dr. Joko Susilo, S. Kar., M.A.
Dalam sambutannya, ketua departemen Sejarah Dr. Dhanang Respati Puguh, M. Hum. menyampaikan terima kasih kepada Prof. Joko Susilo yang telah meluangkan waktu untuk hadir dan berbagi ilmu. “Webinar ini merupakan kegiatan yang diprogramkan oleh Departemen Sejarah, baik oleh Program Studi S1, S2, maupun S3 secara berkelanjutan. Adapun tema yang dipilih sangat beragam, mulai dari sejarah politik, sejarah ekonomi, sejarah sosial, pembelajaran sejarah, sejarah maritim, dan kali ini adalah tentang sejarah kesenian, secara khusus adalah seni pertunjukan Jawa di Selandia Baru dengan mengundang salah seorang diaspora Indonesia. Melalui forum ini diharapkan kita semua dapat berkenalan dengan para ahli, baik dari dalam maupun luar negeri, sehingga jejaring kita akan semakin luas dan akan meningkatkan performa program studi, fakultas, serta universitas dalam kancah internasional.” Ungkap Dr. Dhanang.
Pada awal penyampaian materi, Prof. Joko menceritakan perjalanan yang telah membawanya ke Selandia Baru hingga dapat mengajar gamelan Jawa antara lain di Amerika Serikat, Skotlandia, Belanda, Perancis, dan beberapa negara lain di Eropa. Prof. Joko Susilo menyelesaikan pendidikan sarjana di Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) pada 1987. Ia kemudian mendapatkan kesempatan untuk mengajar di alamamaternya. Pada 1992, ia mendapatkan beasiswa dari Otago University untuk menyelesaikan studi Master of Arts (MA) dan dilanjutkan dengan program doktor yang berhasil diselesaikan pada 2000.
Setelah berhasil menyelesaikan MA, Prof. Joko Susilo mendapatkan kesempatan untuk mengajar gamelan Jawa di Otago University yang menjadi salah satu mata kuliah pada jurusan musik. Ia pun mengusulkan agar universitas membeli seperangkat gamelan Jawa di Sukoharjo. Sejak saat itu, gamelan Jawa mulai gencar dipromosikan dan menjadi mata kuliah yang wajib diambil setiap mahasiswa musik di Otago University hingga kemudian terbentuk komunitas musik gamelan Jawa Puspawarna. “Dalam perkembangannya, gamelan Jawa kemudian diajarkan bukan hanya untuk mahasiswa jurusan musik saja melainkan dari semua jurusan termasuk kedokteran. Pada saat itu mata kuliah musik gamelan Jawa sangat diminati oleh para mahasiswa karena memiliki angka kredit cukup tinggi, yaitu 15.” Terang Prof. Joko Susilo.
Selain diajarkan di Music Departement, musik gamelan Jawa juga diajarkan di Asian Studies dalam mata kuliah “Gamelan, Wayang Kulit, dan Islam.” “Saya juga mengajar di Religius Studies untuk mata kuliah Perjalanan Episode Mahabharata dan Ramayana dari India ke Asia Tenggara. Di sisi lain, Puspawarna terus mengadakan pentas lokal untuk mempromosikan gamelan. Pentas wayang kulit purwa tahunan di akhir tahun, serta pentas kolaboratif dengan penari yang tidak jarang mengundang penari dari sanggar-sanggar di Jakarta”. Ungkapnya.
Prof. Joko Susilo telah memperkenalkan Indonesia melalui gamelan Jawa dan wayang yang secara tidak disadari kegiatan tersebut merupakan sebuah upaya soft diplomacy. Ia menyampaikan bahwa dibutuhkan skill khusus dan pemahaman yang komprehensif mengenai latar belakang budaya masyarakat setempat ketika menampilkan seni pertunjukan Jawa, terutama wayang kulit purwa. Apalagi, ketika menyampaikan humor-humor yang tentu tidak dapat disamakan dengan humor ketika mendhalang di Indonesia. Masyarakat Selandia Baru dan Barat pada umumnya tidak menyukai humor-humor yang bertema seksis, membawa atribut ras, dan menyudutkan suatu golongan. Dalam rangka memenuhi hal itu, selain menyampaikan cerita dalam Bahasa Inggris, Prof. Joko Susilo juga mempelajari humor atau jokes yang disukai dan disesuaikan dengan nilai-nalai yang dianut oleh masyarakat Selandia Baru. Sebagai contoh adalah ketika menghadirkan tokoh Petruk, Prof. Joko akan memanggilnya dengan nama Peter.
Webinar yang dimoderatori oleh Dr. Dhanang Respati Puguh, M. Hum. telah mengundang perhatian para peserta yang hadir. Mereka sangat antusias mengikuti jalannya diskusi yang dapat dilihat dari pertanyaan serta tanggapan atas paparan materi Prof. Joko Susilo. Salah seorang peserta yaitu Debora Alfi memberikan komentar yang cukup menarik terkait soft diplomacy yang dilakukan oleh Prof. Joko Susilo. Ia memperjelas pernyataan dengan pertanyaan sejauh mana masyarakat Selandia Baru mengenal Indonesia selepas pentas-pentas yang dilaksanakan oleh Prof. Joko Susilo. “Setiap kali pentas ataupun menggelar latihan di manapun, saya selalu menekankan kepada mereka agar berkunjung ke Indonesia khususnya Jawa. Dengan demikian, anda akan dapat merasakan keindahan yang sesungguhnya dari setiap alunan musik gamelan Jawa.”