Dr. Ir. Sri Redjeki, M.Si., Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro dengan bidang keahlian Biologi Laut dalam penelitiannya mengenai Bioteknologi dan Konservasi Rajungan (Portunus pelagicus) di Perairan Betahwalang dan sekitarnya, mengatakan bahwa rajungan (Portunus pelagicus) merupakan salah satu komoditi ekspor terbesar perikanan Indonesia setelah udang, tuna dan cumi-sotong. Tujuan dari penelitiannya antara lain mengetahui kondisi populasi sumberdaya rajungan, mengetahui potensi reproduksi sumberdaya rajungan, dan melakukan kajian terkait kawasan yang berpotensi untuk reproduksi rajungan melalui analisis kelimpahan larva rajungan.
“Kajian populasi sumberdaya rajungan dilakukan melalui analisis parameter morfometri diketahui bahwa sumberdaya rajungan dalam kondisi kritis akibat tingginya penangkapan oleh nelayan sehingga dibutuhkan manajemen pemanfaatan dan pengelolaan yang tepat dan berkelanjutan. Sedangkan potensi reproduksi sumberdaya rajungan dilakukan melalui analisis biologi rajungan betina yang meliputi komposisi tingkat kematangan gonad rajungan betina, proporsi rajungan betina bertelur, estimasi ukuran pertama kali matang (L m) dan ukuran pertama kali tertangkap (L c), dan perhitungan SPR (Spawning Potential Ratio)” jelasnya.
Lebih lanjut Dr. Sri Redjeki menuturkan hasil analisis SPR menunjukkan angka 14% yang termasuk pada kategori dibawah batas Biological Limit Refference Point (20%) yang berarti potensi reproduksi dan rekruitmen di perairan Betahwalang sedang terganggu atau memerlukan perhatian dalam pengelolaan sumbedaya rajungan. Kondisi tersebut mengindikasikan perlunya upaya pengelolaan untuk mempertahankan keberhasilan siklus reproduksi rajungan. Kawasan reproduksi rajungan dapat digambarkan dengan menganalisis kepadatan larva rajungan yang diketahui hidup dan tumbuh di sekitar perairan pantai dan muara sungai sesuai dengan pola siklus hidupnya.
“Fase megalopa larva rajungan paling banyak ditemukan sepanjang tahun, sedangkan fase zoea dan crablet hanya pada bulan tertentu. Kelimpahan dan distribusi larva rajungan dijadikan sebagai refleksi potensi stok alami dan area yang perlu diberikan manajemen pengelolaan khusus.” pungkasnya. (LW/Rafi-Humas)