Rabu, 13 Desember 2023 Universitas Diponegoro kembali mengukuhkan tiga Guru Besar Fakultas Teknik dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Gedung Prof. Soedarto, S.H., Tembalang pada Upacara Pengukuhan sebagai Guru Besar Universitas Diponegoro. Adapun tiga guru besar yang dikukuhkan yaitu Prof. Ir. Badrus Zaman, S.T., M.T., IPM., ASEAN.Eng sebagai Guru Besar Pakar Ilmu Bioteknologi Lingkungan, Prof. Dr. Adian Fatchur Rochim, S.T., M.T. sebagai Guru Besar Pakar Ilmu Jaringan Komputer Cerdas dan Scientometrics, dan Prof. Dr. Dra. Hartuti Purnaweni, M.P.A sebagai Guru Besar Pakar Ilmu Tata Kelola Lingkungan.
Prof. Ir. Badrus Zaman, S.T., M.T., IPM., ASEAN.Eng dalam pidato ilmiahnya yang berjudul “Pengolahan Sampah Domestik secara Biodrying sebagai Penghasil Energi Alternatif yang Berkelanjut” menjelaskan bahwa permasalahan sampah merupakan salah satu masalah lingkungan yang menjadi perhatian penting di Indonesia, pada tahun 2022 jumlah sampah yang dapat tertangani hanya sekitar 51% dan masih menjadi permasalahan di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) seperti kondisi yang dikelola tanpa sistem sanitari, kapasitas yang sudah penuh, penanganan gas yang tidak baik, pengolahan lindi yang tidak baik sehingga berpotensi menimbulkan permasalahan lingkungan lanjutan. Sistem biodrying merupakan sistem yang reliabel, efektif dan efisien, mudah dioperasikan dengan biaya yang relatif murah sehingga dapat menjadi solusi penanganan timbulan sampah yang berupa sisa makanan, kayu, daun, plastik dan kertas. Sistem biodrying juga merupakan sistem yang menghasilkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang rendah sekaligus sangat minim menghasilkan limbah cair berupa lindi serta produk biodrying berupa Refuse Derived Fuel (RDF) yang merupakan sumber energi alternatif berkelanjutan yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan baik pada skala rumah tangga, industri skala kecil hingga skala besar.
Sementara itu Prof. Dr. Adian Fatchur Rochim, S.T., M.T. dalam gagasan ilmiahnya yang berjudul “Modifikasi Algoritma Indeks-H Indikator Dampak Peneliti yang Lebih Proporsional” menjelaskan bahwa H-index merupakan indikator untuk pengukuran dampak dan produktivitas peneliti yang digunakan oleh banyak lembaga dan perguruan tinggi. Indikator tersebut memiliki kelemahan diantaranya adalah tidak mampu mengukur peneliti produktif dan perfeksionis. Indonesia termasuk negara dengan karakteristik peneliti-penelitinya produktif, yang jumlah publikasi tinggi, namun jumlah sitasi masih cenderung rendah. Prof. Adian telah membuat metode pengukuran indikator dampak peneliti baru untuk Indonesia yang disebut RA-index. Sumbangan pemikiran yang lain, Prof. Adian memberikan kontribusi nilai tambahan yang disebut D-offset yang mampu memberikan kemampuan pembeda pada Index-H dalam pemeringkatan beberapa peneliti dengan nilai indeks yang sama. Diharapkan metode pengukuran ini dapat menjadi alat ukur indikator dampak peneliti yang lebih proporsional untuk Indonesia dan negara yang memiliki karakteristi yang sama.
Adapun Prof. Dr. Dra. Hartuti Purnaweni, M.P.A dalam presentasi pidato ilmiahnya yang berjudul “Tata Kelola Lingkungan sebagai Pilar Pembangunan Berkelanjutan” menjelaskan bahwa Lingkungan merupakan salah satu bagian terpenting keberlangsungan hidup manusia. Akan tetapi, degradasi dan kerusakan lingkungan terjadi makin cepat. Peningkatan jumlah populasi dan kebutuhan manusia, serta perubahan gaya hidup yang tidak sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan, merupakan faktor penentu terjadinya berbagai fenomena perubahan iklim, polusi, kekurangan pangan, kerusakan ekosistem dan habitat keanekaragaman hayati. Timbullah berbagai bencana yang sangat merugikan masyarakat, seperti banjir, tanah longsor, kebakaran hutan dan lahan, abrasi dan erosi. Bencana harus diatasi melalui kebijakan-kebijakan publik dan program-program, yang implementasinya melalui manajemen publik. Faktor keberhasilan kebijakan publik ada pada manajemen publik, dalam hal ini adalah tata kelola lingkungan. Urgen penerapan pembangunan yang berkelanjutan, yaitu pembangunan yang berusaha memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan kepentingan generasi yang akan datang memenuhi kebutuhan mereka. Penerapan pembangunan harus jauh dari praktek bad governance, namun pembangunan berkelanjutan yang sesuai dengan good governance yang meliputi Ekonomi, Ekologi, dan Sosial. Peningkatan kesejahteraan bukan dengan mengorbankan penyelamatan lingkungan, karena kita menghadapi ancaman global warming yang bahkan telah menjurus pada global boiling. Yang bahkan lebih besar lagi, adalah ancaman hilangnya sumber daya alam dan keanekaragaman hayati. Indonesia perlu melakukan upaya-upaya yang serius untuk mendorong kebijakan yang berbasis lingkungan (environment mainstreaming) serta menghargai jasa lingkungan yang sering terabaikan. (Sudanta – Humas)