Ahmad Syauqy, S.Gz., M.P.H., Ph.D. adalah salah satu cucu dari pahlawan nasional Indonesia yakni Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau dikenal dengan nama Buya Hamka. Buya Hamka merupakan tokoh sekaligus ulama yang berpengaruh berkat pemikiran dan pengetahuannya mengenai pendidikan, politik, sastra, dan agama. Ahmad Syauqy pun turut mengikuti jejak sang kakek dengan mengabdikan diri menjadi dosen Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, menekuni bidang keilmuan dibidang Gizi, khususnya tentang Pola Diet, Sindrom Metabolik, serta Biostatistik.
“Studi Epidemiologi Gizi saat ini banyak mengalami pergeseran dari yang tadinya hanya melihat satu makanan atau single diet menjadi beberapa jenis makanan yang terdapat dalam satu piring makan atau whole diet. Kebiasaan makan seseorang akan membuat sebuah pola, yang disebut sebagai pola diet atau dietary patterns. Ada pola diet yang memiliki kecenderungan kearah pola yang sehat, dan ada pula pola diet yang memiliki kecenderungan tidak sehat” tuturnya.
Menurutnya semakin sehat pola diet seseorang, maka semakin terhindar Ia dari penyakit kronis. Sebaliknya, pola diet tidak sehat akan menjadi faktor risiko untuk terkena penyakit kronis. Sindrom metabolik adalah sekumpulan gejala dari beberapa faktor risiko kardiovaskuler termasuk hipertensi, obesitas sentral, dislipidemia, dan hiperglikemia. Seseorang yang mengalami sindrom metabolik memiliki kecenderungan untuk menderita diabetes melitus dan kardiovaskuler, yang merupakan penyakit kronis dengan angka kematian tinggi di Indonesia dan dunia. Ia pun tertarik untuk melihat bagaimana hubungan antara pola diet dengan sindrom metabolik.
“Pola diet didefinisikan sebagai kuantitas, proporsi, variasi, atau kombinasi berbagai jenis makanan, minuman dan zat gizi dalam sebuah pola makan. Untuk menentukan pola diet perlu melakukan beberapa pendekatan melalui metode biostatistik. Disinilah peran ilmu biostatistik sebagai alat (tool) dalam menggambarkan pola diet seseorang. Contoh pola diet yang banyak diteliti saat ini adalah Dietary Approach to Stop Hypertension (DASH) Diet. Selain hipertensi, DASH diet dikaitkan dengan beberapa penyakit metabolik yang lain, seperti sindrom metabolik, obesitas, dan diabetes” lanjut Ahmad Syauqy.
Saat ini ia aktif di organisasi profesi diantaranya Pengurus Pusat (PP) Asosiasi Dietisien Indonesia (AsDI) di tingkat nasional dan pengurus di Dewan Pengurus Daerah (DPD) Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI) di tingkat Jawa Tengah, dan aktif di kegiatan non akademik di organisasi kemasyarakatan yaitu Muhammadiyah. Sewaktu studi S3 di Taipei Medical University, Taiwan, ia diamanahi sebagai Ketua Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Taiwan.
Bagi Ahmad Syauqy, Buya Hamka banyak menginspirasinya sekaligus menginspirasi jutaan orang di Indonesia bahkan dunia. Sebagai seorang cucu, hal tersebut menjadi penyemangatnya untuk terus berupaya menjaga ‘marwah’ keluarga besar Hamka dengan meneruskan jejak kakek buyutnya (Haji Rasul), Buya Hamka, dan ayahnya (Afif Hamka). Ia bersyukur saat ini berada di dunia pendidikan sama halnya dengan kakeknya.
“Saya terus berupaya untuk membuat tulisan-tulisan ilmiah sesuai bidang keilmuan saya, seperti yang dilakukan Buya Hamka. Semoga saya dapat terus mengikuti jejaknya karena Buya Hamka telah membuktikan bahwa dengan tulisan-tulisan, ia masih tetap ‘hidup’ sampai saat ini. Raga boleh saja hancur, namun tulisan dan pemikirannya tak akan pernah mati walaupun berganti zaman dan teknologi. Buya Hamka telah tiada pada tanggal 24 Juli 1981, tetapi ia akan tetap selalu diingat karena karya dan tulisannya yang abadi sampai dengan saat ini dan masa-masa yang akan datang. Bahkan sekarang filmnya pun dapat dinikmati bersama. Itulah yang menjadi inspirasi saya untuk terus berkarya” ungkap Ahmad Syauqy.
Ahmad Syauqy saat ini merupakan ketua editor Jurnal Gizi Indonesia (the Indonesian Journal of Nutrition). Buya Hamka pun dulu adalah seorang pemimpin redaksi Majalah Pedoman Masjarakat. Buya menggunakan media jurnal sebagai sarana dakwah dan pendidikan bagi masyarakat, sedangkan Ahmad Syauqy juga menggunakan media jurnal sebagai sarana dakwah dan pendidikan bagi para akademisi.
“Buya Hamka adalah seorang yang multitalenta, meskipun gelar akademik yang disandangnya yakni Profesor Doktor tanpa pendidikan formal, tetap membawa sosoknya sebagai seorang akademisi ulung yang mendapatkan pengakuan di level nasional dan internasional pada zamannya. Ini juga yang menjadi motivasi bagi saya agar bisa terus belajar setinggi-tingginya, baik di nasional maupun internasional, melalui pendidikan formal ataupun non formal” lanjutnya.
Mengenai harapannya untuk kemajuan Undip menuju World Class University (WCU), ia berharap agar Undip dapat terus maju menuju WCU sehingga Undip dapat memberikan nilai-nilai yang terbaik untuk memproduksi sumber daya manusia yang berkualitas, terdidik dan profesional.
“Tentu jalan menuju WCU harus diupayakan oleh seluruh elemen civitas akademika melalui salah satunya peningkatan academic reputation. Kita harus meyakini apabila semua elemen berupaya meningkatkan kualitasnya masing-masing, maka Undip akan semakin berkembang besar dan menjadi WCU” pungkasnya. (LW-Humas)