, ,

FSM dan FPIK Siap Menambah Jumlah Guru Besar UNDIP

Universitas Diponegoro (UNDIP) menggelar presentasi makalah ilmiah 2 (dua) calon Guru Besar UNDIP yang diselenggarakan oleh Dewan Profesor Universitas Diponegoro, Jum’at (09/08). Kedua calon Guru Besar tersebut ialah Ir. Max Rudolf Muskananfola, M.Sc., Ph.D. (Departemen Sumber Daya Akuatik Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan) dan Yayuk Astuti, S.Si., Ph.D. (Departemen Kimia Fakultas Sains dan Matematika).

Pada makalah ilmiahnya yang berjudul “Dinamika Sedimen dalam Pengelolaan Ekosistem Pesisir Berkelanjutan di Indonesia”, Ir. Max Rudolf menjelaskan bahwa dinamika sedimen merupakan proses pengikisan/pelapukan material sedimen dalam waktu geologis diangkut oleh air/angin/gletzer dan diendapkan pada dasar laut karena gaya gravitasi. Saat pengikisan terjadi, air membawa batuan mengalir ke sungai, danau, dan akhirnya sampai di laut.

“Sebagai negara kepulauan, pemahaman dinamika sedimen pesisir sangat penting untuk pengelolaan wilayah pesisir berkelanjutan. Status dinamika sedimen, erosi dan akresi merupakan indikator penting dari kesehatan ekosistem pesisir dan keberlanjutan lingkungan di Indonesia,” kata Max Rudolf.

Faktor pendorong terjadinya dinamika sedimen dapat dipengaruhi oleh faktor alam, faktor campur tangan manusia, dan faktor biota disekitarnya. “Faktor alam yang mempengaruhi antara lain adanya proses hidrodinamika arus, angin, dan gelombang. Kemudian faktor campur tangan manusia dapat berupa adanya pendirian bangunan pantai, kegiatan penanaman mangrove dan juga penimbunan sedimen, sedangkan dinamika sedimen yang terjadi akibat campur tangan dari biota di sekitarnya terjadi melalui mekanisme bioturbasi (animal reworking),” jelasnya.

Dinamika sedimen memiliki beberapa dampak negatif dan positif terhadap lingkungan. Dampak negatif karena mengurangi kedalaman badan air yang dapat memicu hilangnya habitat beberapa jenis biota. Pendangkalan akibat sedimentasi dapat menyebabkan kekeruhan pada badan air karena air yang keruh mengganggu penglihatan ikan di dalam air yang pada akhirnya menurunkan produktivitas air. Sedangkan dampak positif dari terjadinya dinamika sedimen yaitu terbentuknya wilayah daratan baru yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat serta menjadi habitat baru bagi beberapa biota pesisir.

Pencegahan dampak dinamika sedimen pesisir dapat berupa pemasangan pemecah gelombang untuk mengurangi kecepatan arus dan memfasilitasi pengendapan sedimen sebelum mencapai area vital seperti terumbu karang atau habitat ikan, penanaman mangrove di area pesisir, monitoring dan evaluasi, serta pendekatan kolaboratif antara pemerintah, komunitas lokal, perguruan tinggi dan lembaga riset. Hal tersebut sangat esensil dalam menjamin keberhasilan dan keberlanjutan pengelolaan dinamika sedimen pesisir.

“Upaya pengelolaan dinamika sedimen, erosi dan akresi meliputi kajian menggunakan remote sensing dan Geographic Information Systems (GIS), rehabilitasi mangrove, pembuatan terasering di daerah rawan erosi, dan penggunaan teknologi geoengineering. Pengelolaan sedimentasi pesisir menjadi tanggung jawab pemerintah, partisipasi aktif masyarakat lokal dan lembaga non-pemerintah,” imbuhnya.

Sementara karya ilmiah Yayuk Astuti, S.Si., Ph.D. membahas mengenai “Inovasi Degradasi Limbah Zat Warna Sintetis Menggunakan Fotokatalis Berbasis Bismut Oksida”. Ia menyampaikan bahwa limbah zat warna sintetis umumnya dihasilkan dari industri tekstil. Limbah zat warna ini berbahaya dan beracun bagi lingkungan sehingga dapat mengganggu ekosistem. Selain itu, limbah yang beracun ini juga berdampak pada masalah kesehatan.

“Meskipun beberapa metode telah digunakan untuk mengatasi permasalahan tersebut namun masalah baru muncul seperti timbulnya limbah baru. Oleh karena itu, perlu ada inovasi untuk menanggulangi masalah tersebut yaitu dengan pemanfaatan material fotokatalis,” jelas Yayuk.

Material fotokatalis dapat mempercepat proses degradasi limbah zat warna sintetis melalui pemanfaatan cahaya matahari. Fotokatalis menawarkan solusi yang efisien dan ramah lingkungan untuk degradasi limbah zat warna sintetik.

Upaya penelitian dan pengembangan material fotokatalis berbasis bismut oksida telah dilakukan meliputi sintesis, karakterisasi dan uji aktivitas fotokatalitiknya untuk degradasi limbah zat warna sintesis dalam bentuk model polutan. Bismut oksida merupakan material fotokatalis dengan nilai energi band gap yang lebar 2-3,96 eV sehingga dapat bekerja pada range cahaya UV maupun tampak.

“Kedepan, penggunaan material fotokatalis perlu disosialisasikan dan diaplikasikan secara luas dalam industri untuk menjaga keberlanjutan lingkungan,” ujarnya.

Yayuk Astuti, S.Si., Ph.D. dari Departemen Kimia Fakultas Sains dan Matematika (kiri), dan Ir. Max Rudolf Muskananfola, M.Sc., Ph.D. dari Departemen Sumber Daya Akuatik Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (kanan), saat mempresentasikan makalah ilmiah pada Sidang Pleno Dewan Profesor Universitas Diponegoro, Jum’at (09/08).
Share this :

Category

Arsip

Related News