Terobosan Riset Mikroalga: Solusi Pangan dan Energi Berkelanjutan dari UNDIP

UNDIP, Semarang (16/07) – Siapa sangka, makhluk renik bernama mikroalga bisa menjadi kunci masa depan pangan, energi, hingga solusi lingkungan Indonesia. Temuan inovatif itu datang dari sosok akademisi dan peneliti inspiratif Universitas Diponegoro, Prof. Dr. Ir. Hadiyanto, S.T., M.Sc., IPU, yang telah lebih dari satu dekade menekuni dunia mikroalga.

Sebagai salah satu dari 7 ilmuwan UNDIP yang masuk “2% ilmuwan paling berpengaruh dunia” menurut Stanford University dan Elsevier (2024), Prof. Hadi sapaan akrabnya membagikan kisah akademiknya dari studi di Wageningen University hingga riset mutakhirnya di UNDIP. Dedikasinya terhadap mikroalga yaitu biomassa generasi keempat yang berpotensi mengatasi tantangan besar mampu tumbuh tanpa lahan pertanian, lebih produktif daripada tanaman darat.

Saat wawancara eksklusif di UNDIP Podcast, Prof. Hadi menyebutkan ketertarikannya pada mikroalga berawal dari pengalaman menempuh studi S2 dan S3 di Wageningen University, Belanda, sebuah institusi yang terkenal dalam bidang pertanian dan bioproses. Di sana, ia berkesempatan belajar langsung dari peneliti top dunia, Prof. René Wijffels dan Maria Barbosa, yang sedang melakukan penelitian di bidang mikroalga.

“Saya sangat beruntung sekali dibimbing langsung oleh mereka untuk mempelajari terkait dengan mikroalga,” ungkap Prof. Hadianto. Ketertarikannya semakin kuat saat ia membandingkan potensi pengembangan mikroalga di Belanda yang beriklim empat musim dengan Indonesia yang tropis dan kaya sinar matahari. “Kenapa kita tidak mengembangkannya di Indonesia?” ujarnya pada saat itu.

Penelitian Prof. Hadi berfokus pada diversifikasi pangan dan energi, sejalan dengan isu ketahanan pangan yang sedang hangat di Indonesia. Tak hanya sebagai bahan baku bioenergi, mikroalga juga menyimpan potensi besar sebagai sumber pangan alternatif. Dengan kandungan karbohidrat, lemak, dan protein yang tinggi, mikroalga dapat diolah menjadi bioetanol, biodiesel, hingga sumber protein untuk konsumsi manusia. Bahkan, kadar proteinnya bisa mencapai 70%, menjadikannya alternatif nyata pengganti protein hewani atau nabati konvensional.

“Dengan tiga komponen utama ini, kita bisa mendapatkan berbagai macam produk turunan dari mikroalga,” jelasnya.

Prof. Hadi memilih mikroalga karena produktivitasnya jauh lebih tinggi dibandingkan tanaman darat seperti kelapa sawit atau jagung. Selain itu, mikroalga tidak berkompetisi dengan sumber pangan lain karena berasal dari air (laut atau tawar).

Keseriusan Prof. Hadi diwujudkan melalui pendirian Center of Biomass and Renewable Energy (Biore) di Universitas Diponegoro pada tahun 2012. Pusat riset ini tak hanya mendorong pengembangan mikroalga sebagai energi dan pangan, tetapi juga membuka kesempatan mahasiswa untuk berinovasi. Beberapa dari mereka bahkan berhasil membangun startup mikroalga sendiri, fokus pada produk seperti spirulina untuk suplemen kesehatan dan kosmetik. 

Hal ini menunjukkan bahwa inovasi saintifik Prof. Hadi tidak hanya menghasilkan penemuan, tetapi juga membuka lapangan pekerjaan dan mendorong bisnis berkelanjutan.

Selain itu, penelitian Prof. Hadi kini juga menjangkau ke isu lingkungan yang krusial yaitu remediasi mikroplastik. Ia dan timnya mengembangkan metode unik dengan memanfaatkan mikroalga yang mampu menghasilkan semacam polimer seperti lem yang dapat menarik dan mengikat mikroplastik, kemudian memisahkannya dari air. “Inovasi ini sangat relevan mengingat tingginya jumlah mikroplastik di lingkungan, terutama di perairan, yang dapat berdampak buruk bagi biota laut dan manusia,” ucapnya.

Prof. Hadi menegaskan pentingnya kolaborasi interdisipliner dalam penelitian. Ia percaya bahwa solusi nyata akan lahir jika ilmuwan dari berbagai bidang bekerja sama, termasuk dengan teman-teman dari sosial yang dapat mengkaji penerimaan masyarakat terhadap teknologi baru.

Ke depannya, Prof. Hadi akan tetap fokus pada biomassa, mengingat Indonesia sebagai negara agraris dengan sumber biomassa yang melimpah. Ia mengajak generasi muda untuk bersama-sama memikirkan pengembangan biomassa agar potensi besar ini dapat dimanfaatkan secara optimal.

“Semua berawal dari rasa ingin tahu, dan terus membaca dari apa yang sudah berkembang di dunia luar, jangan hanya jadi followers, tapi jadilah innovator,” pesan Prof. Hadi. Ia berharap bangsa Indonesia bukan sekadar pengikut, melainkan mampu menjadi pencipta inovasi unggul yang menginspirasi dunia.

Tak hanya meraih publikasi di jurnal bereputasi tinggi sebagai bentuk kontribusi bagi komunitas ilmiah, Prof. Hadi juga selalu menekankan agar hasil riset punya dampak nyata bagi masyarakat. Kisahnya membuktikan bahwa dengan inovasi dan kolaborasi, potensi Indonesia bisa dimanfaatkan secara optimal. Bagi generasi muda, beliau adalah inspirasi sejati untuk selalu peduli lingkungan, berani mencipta, dan berkelanjutan, baik dalam pangan maupun energi bagi masa depan kita bersama. (Komunikasi Publik/UNDIP/DHW & Rona)

Share this :