Masuki Masa Purna Tugas, Guru Besar FT UNDIP Sampaikan Peran Strategis Teknik Kimia dalam Era Krisis Energi Dunia

Salah satu Guru Besar Universitas Diponegoro (Undip) telah memasuki masa purna tugas. Ialah Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudono, M.S., yang telah mengabdi di Undip selama kurang lebih 47 tahun. Guru Besar bidang Teknik Separasi Fakultas Teknik Universitas Diponegoro (FT Undip) itu telah banyak menghasilkan gagasan untuk kemajuan Undip, khususnya di Departemen Teknik Kimia FT Undip.

Dalam rangka memberikan perhargaan dan penghormatan atas semua dedikasi dan jasa yang telah diberikan selama ini, Universitas Diponegoro menggelar Sidang Terbuka Purna Adi Cendekia pada Selasa (05/07) bertempat di Gedung Prof. Soedarto SH, Kampus Undip Tembalang. Menandai masa purna tugasnya, Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudono, M.S., menyampaikan pidato yang berjudul Peran Strategis Teknik Kimia dalam Era Krisis Energi Dunia.

Di awal pidatonya, ia menyampaikan bahwa para ahli telah memprediksi bahwa di era mendatang dunia akan mengalami krisis yang nantinya akan berhubungan dengan kelangsungan hidup manusia. Menurutnya ada 4 krisis yang akan terjadi, antara lain yaitu kelangkaan energi, kelangkaan pangan, kelangkaan air bersih, dan kerusakan lingkungan.

Istilah krisis atau kelangkaan dalam konteks ini dapat diartikan sebagai tidak seimbangnya antara ketersediaan energi, pangan, air bersih dengan jumlah yang dibutuhkan. Berdasarkan pengamatan dan pengalaman, krisis dapat digolongkan menjadi 2 yaitu krisis yang bersifat sementara, biasanya ditandai dengan naiknya harga komoditi energi dan pangan tersebut secara luar biasa. Penyebab dari krisis ini ialah adanya bencana alam, peperangan, embargo perdagangan, wabah, dan lain-lain. Kemudian yang kedua adalah krisis yang bersifat absolut, karena memang habisnya sumberdaya pangan dan energi konvensional, akibat pengelolaan yang tidak berencana.

Prof. Bambang mengungkapkan bahwa Teknik Kimia mempunyai peran yang penting dalam mengatasi kelangkaan atau krisis energi. “Untuk mengatasi keempat kelangkaan tersebut, disiplin ilmu Teknik Kimia sangat relevan untuk mencegah maupun mengatasinya. Disiplin Teknik Kimia memegang peran pokok dan strategis dalam mengatasi masalah tersebut bersama disiplin ilmu yang lain.” ungkap Prof. Bambang.

Saat ini, kebutuhan energi masih didominasi oleh energi fosil atau energi konvensional. Pada tahun 2006, pemakaian energi fosil masih sekitar 95% dan pemakaian energi non fosil hanya sebesar kurang dari 5%. Fenomena pemakaian sumber energi dari energi fosil yang masih sangat tinggi juga hampir terjadi di semua negara di dunia. Untuk mengatasi dan mengantisipasi krisis energi yang akan terjadi, maka program-program yang selama ini dilakukan masih tetap relevan untuk dilanjutkan bahkan harus ditingkatkan atau dioptimalkan, yaitu :

  • Konservasi yaitu penghematan atau mengurangi pemakaian energi fosil.
  • Diversifikasi atau penganekaragaman pemakaian jenis energi selain energi fosil.
  • Efisiensi dan pengoptimalan eksplorasi energi fosil, misalnya menggunakan metode injeksi kimia pada Enhanced Oil Recovery (EOR) .
  • Peninjauan kembali kebijakan di bidang energi
  • Pemberdayaan sumberdaya energi non fosil atau energy alternatif yang sumbernya berlimpah

“Energi alternatif mengandung pengertian sebagai energi pengganti energi-energi utama (dominan) yang dipakai pada suatu masa (biasanya energi fosil/konvensional) untuk tujuan konservasi dan diversifikasi. Pemberdayaan sumberdaya energi non fosil, penganekaragaman pemakaian energi, pengoptimalan atau efisiensi eksplorasi energi fosil dapat dikerjakan atau diperankan oleh disiplin ilmu Teknik Kimia.” jelasnya.

Diterangkan bahwa dalam menghadapi krisis energi mendatang, usaha penganekaragaman atau diversifikasi energi menjadi sangat penting dan mutlak dilakukan. Peran Teknik Kimia dalam pemberdayaan energi alternatif berbasis biomassa menjadi pilihan yang tepat dalam rangka diversifikasi energi. Biomassa merupakan bahan-bahan organik yang berasal dari tanaman pangan maupun non-pangan, limbah industri budidaya pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan, sampah industri dan sampah kota.

“Dengan berbagai teknologi konversi biomassa seperti: briquetting, gasification, carbonization / pyrolysis, anaerobic digestion, liquefaction, sesuai dengan limbah biomassa yang dipakai, akan dihasilkan berbagai jenis energi, seperti briket biomassa, gas sintesa (syn-gas), bio fuel, charcoal, hydrogen, bio gas, bio-ethanol, biodiesel, dan lain-lain, yang dapat berfungsi sebagai substitusi bahan bakar fosil.” tutur Prof. Bambang.

Ia menambahkan bahwa hydrogen menjadi prioritas untuk dikembangkan karena sangat ideal sebagai energi di masa depan, karena mempunyai keunggulan dibanding dengan jenis-jenis energi yang lain, yaitu :

  • Bahan bakar bersih dan ramah lingkungan
  • Tidak menimbulkan gas pencemar seperti : CO2, CO, SOx dan NOx
  • Specific Carbon Emission = 0,0 kg/kg fuel
  • Tidak beracun
  • Energi spesifik tinggi (kandungan energi 9,5 kg H2 setara 25 kg gasoline)
  • Hydrogen dapat ditransportasikan secara aman melalui pipa
  • Dibanding energi listrik, hydrogen dapat disimpan pada periode yang relative lebih lama.

Dalam rangka penggunaan energi yang ramah lingkungan (green energy), terdapat beberapa langkah yang menjadi prioritas utama, yaitu pengembangan teknologi produksi hydrogen yang berbasis biomassa, penelitian tentang alat penyimpan hydrogen (hydrogen storage), dan penelitian tentang sel bahan bakar (fuel cell).

Disamping usaha diversifikasi atau penganekaragaman penggunaan energi yang berbasis biomassa dan pengembangan teknologi fuel cell sebagai penyimpan dan penghasil energy hijau (green energy), Teknik Kimia juga berperan meningkatkan efisiensi eksplorasi minyak mentah (crude oil).

“Dari uraian dan analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa disiplin ilmu Teknik Kimia sangat relevan dan mempunyai peran yang besar dalam merancang proses aneka ragam energi alternatif (atau diversifikasi) dari bermacam sumber bahan baku terbarukan. Teknik Kimia juga dapat berperan dalam meningkatkan efisiensi explorasi minyak bumi melalui proses enhanced oil recovery (EOR).” pungkas Prof. Bambang.

Share this :

Category

Arsip

Related News