Gedung Volks-theater (teater rakyat) Sobokartti rancangan . Thomas Karsten (1884-1945) merupakan salah satu Bangunan Cagar Budaya yang telah mendapat SK Pemerintah Kota Semarang no.646/50/tahun 1992 tanggal 4 Pebruari 1992. Segala Upaya kepedulian Pemerintah, Masyarakat (pengelola) dan Stakeholder menjadikan – bangunan tersebut masih eksis berdiri dengan kondisi ‘agak’ terseok-seok.
Permasalahan karena pengaruh faktor alam (ROB), perawatan dan tantangan dalam “menghidupi diri sendiri” melekat sebagai masalah klasik dari suatu bangunan kuno yang masuk kriteria ‘perlu dilestarikan’.
Berawal dari kunjungan studi lapangan para dosen Departement Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang ke Gedung tersebut di awal tahun 2019, diperoleh beberapa catatan permasalahan ‘kecil’ secara secara pasti dan bertahap akan memberi gradasi dampak pada kelangsungan bangunan Cagar Budaya ini ke depan, baik secara fisik maupun non fisik.
Dua catatan kecil yang didapat dari masukan pihak pengelola bangunan (bapak B. Soetrisno dan mas Yudha), oleh para dosen dari department Arsitektur dikemas menjadi kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat. Program kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat merupakan salah satu bentuk kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang wajib dan rutin dilakukan para civitas akademika pada setiap semester.
“Bila genangan rob dalam ruangan ini dibiarkan, maka akan berdampak pada kualitas bangunan, karena struktur utamanya terbuat dari kayu” begitulah catatan pertama yang di sampaikan oleh Dr.Ir.Eddy Prianto, CES,DEA selaku ketua Laboratorium teknologi Bangunan Departement Arsitektur dan berperan juga sebagai ketua tim pertama kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat dari Fakultas Teknik Undip periode semester gasal ini.
Sejauh ini memang sudah ada pompa penyedot air rob yang diinstalasikan dalam gedung Sobokartti ini. Hanya saja dengan kondisi air rob yang semakin tinggi hingga mencapai 50 cm di dalam ruangan, dengan luas ruangan sekitar 200 m2, atau terdapat 100 m3 genangan air rob yang datang tiba-tiba (menurut informasi pengelola, rob biasanya datang pada malam hari dan pada musim hujan seperti saat ini), maka menurut Eddy, kedua pompa tersebut tidak cukup untuk menyedot air rob sebanyak itu. Oleh karena itu setelah dilakukan pengamatan lapangan saat terjadinya rob, didapatkan catatan besaran volume rob dan posisi penempatan pompa air. Bantuan pompa pada tahap ini tidak bisa langsung mengatasi permasalahan yang ada secara instan, tapi diharapkan keperdulian dan aksi kelanjutannya perlu di lakukan.
Sedangkan catatan kedua dari ketua tim kedua, Ir. Abdul Malik, MSA diutarakan bahwa “Bagaimana mungkin bangunan sehebat ini akan dikenal masyarakat luas bila didalamnya hingga saat ini sangat minim media informasi arsitektural ?”, karena menurut pak Malik, panggilan akrabnya, setiap ada kunjungan kerja/praktek pengamatan lapangan ke gedung voklstheater ini, banyak diantara mereka menanyakan gambar denah, tampak bangunan yang dilengkapi notasi ukuran dan penjelasan-penjelasan teknis. Seringkali bangunan Cagar Budaya ini dijadikan obyek observasi para mahasiswa dan dosen dari ilmu teknik. Yang dibutuhkan para pengunjung adalah gambar denah bangunan. Karena fasilitas ini belum ada, mereka langsung mencari data secara primer dengan melakukan pengukuran di tempat. Oleh karena itu pak Malik mengambil inisiatif untuk menyediakan informasi arsitektural secara lengkap mengenai gedung tersebut.
Kedua tim kegiatan di tahuin 2019 ini, beranggotakan prof.Ir. Totok Roesmanto, Prof.Edi Purwanto, Dr.Erni Setyowati, Bharoto, ST,MT., Ir. Budi Sudarmawanto dan Dr.Ir. Djoko Indrosaptono, serta para mahasiswa Khansa Aulia, Teja Mukti, Farah Puspitasari, Karisya Yumma dan Nazirah Munzir. Kesemuanya berasal dari department Arsitektur. Bagaimana keperdulian disiplin ilmu lainnya ?
Eddy Prianto menambahkan, dengan melihat kondisi ‘sakit’nya bangunan Sobokartti ini, kegiatan ini tidak akan berhenti sampai di sini saja, tapi telah disepakati secara bersama dengan pihak pengelola bangunan untuk melakukan suatu kegiatan berkelanjutan. “Apabila kegiatan seperti ini menjadi obyek keperdulian dari seluruh departement yang tersebar di 11 (sebelas) Fakultas di Universitas Diponegoro Semarang, baik yang dikemas dalam kegiatas penelitian maupun kegiatan pengabdian Kepada Masyarakat, maka hal dapat merupakan ujud nyata bentuk keperdulian para civitas Academika bagi perkembangan Bangunan Cagar Budaya kota Semarang khususnya ataupun perkembangan kota Semarang secara umum”. Ditambahkan oleh Eddy Prianto, bahwa mulailah dan fokuskan terlebih dulu dari salah satu bangunan CB (Cagar Budaya) seperti Gedung Sobokartti ini, bukankah di Semarang memilki ratusan gedung CB? Artinya bentuk-bentuk kegiatan dari ujud Tri Dharma Perguruan tinggi, yang lekat dan nyata di masyarakat, sebenarnya kita tidak kekurangan obyek dan bentuk. Jadikan gedung Sobokartti menjadi obyek kegiatan pioneer secara multidisipliner, lestarikan bangunan, lestarikan kearsifitas dan inovasi para dosen dari Undip. Jayalah Universitas Diponegoro.