SEMARANG – Universitas Diponegoro (Undip) Semarang bersama badan internasional Unicef (United Nations Children’s Fund) mengajak Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) untuk bergerak bersama mengantisipasi dampak pandemi COVID-19 terhadap kecukupan gizi anak, Balita dan ibu hamil.
Hal itu dilontarkan dalam Webinar Series 1 yang digelar Puslitkes LPPM Undip bertemakan “Sistem Pelayanan Gizi pada masa Pandemi Covid-19 dan adaptasi kebiasaan baru di Jawa Tengah” yang dilaksanakan Jumat (7/8/2020). Peneliti dari Puslitkes LPPM Undip, Dr Drs Syamsul Huda BM MKes, mengatakan transformasi Posyandu menjadi keniscayaan.
Ajakan tersebut dilandasi kenyataan bahwa selama ini peran Posyandu dalam pengawasan gizi dan kesehatan anak, Balita serta ibu hamil cukup signifikan. Namun karena terjadi pandemi COVID-19, kegiatan Posyandu terganggu. Karena itu, Posyandu diajak melakukan transformasi agar bisa tetap berperan seperti semula meski dalam situasi pandemi.
Posyandu perlu melakukan transformasi dengan menerapkan kebiasaan baru agar bisa tetap berkegiatan seperti sediakala. Harapannya, meski terjadi wabah corona kesehatan dan kesejahteraan anak tetap terjaga, dan ibu hamil tetap sehat dan melahirkan bayi sehat seperti yang diharapkan. Dalam konteks transformasi Posyandu, dibutuhkan kolaborasi lima sektor yakni pemerintah untuk kebijakannya, akademisi dan perguruan tinggi dalam hal pemikiran dan solusi yang ditawarkan, sektor swasta, komunitas masyarakat serta media massa. Perlu sinergi pemangku kepentingan yang biasa disebut penthahelix ini.
“Tak bisa dipungkiri di masa pandemi ini layanan Posyandu yang semula intens mengawasi kesehatan anak Balita dan ibu hamil agak menurun. Tingkat kunjungan masyarakat karena adanya ketentuan menjaga jarak fisik dan sosial. Padahal peran Posyandu dalam menyehatkan masyarakat sangat penting,” katanya Syamsul Huda dalam penyampaian paparan berjudul “Peran dan Fungsi Posyandu dalam Menyehatkan Bangsa”.
Memang, Syamsul mengakui, saat ini selain ada Posyandu yang jalan ditempat atau dalam kondisi biasa-biasa, ada beberapa Posyandu yang bisa melangkah cepat. “Masalahnya persoalan kesehatan gizi harus kontinyu. Untuk itu transformasi Posyandu menjadi keniscayaan. Mau tidak mau kita harus mengikuti perkembangan zaman,” katanya.
Hal senada diungkapkan oleh dokter Karina Widowati dari perwakilan Unicef. Dari data Unicef untuk wilayah Asia Pasifik diketahui rata-rata jumlah Balita gizi buruk mencapai 5,3 juta, di mana Indonesia menduduki posisi tertinggi yang mengalami gizi buruk. Sementara itu prevalensi kurang gizi akut di Indonesia juga menempati posisi tinggi di Asia pasifik, dengan beban kasus sekitar 600.000 Balita.
Situasi pandemi COVID-19 membuat permasalahan menjadi multidimensi. Bukan saja ada pembatasan sosial, tapi terganggunya perekonomian masyarakat yang bisa berkorelasi langsung dengan kemampuan masyarakat mendapatkan gizi yang baik. Situasi itu jelas berpengaruh terhadap kemampuan keluarga dalam menyediakan gizi seimbang bagi anak, Balita dan ibu hamil.
“Yang perlu kita kejar adalah pemenuhan gizi pada anak, jangan sampai masuk ke level kurang gizi akut, karena hal ini berpotensi tiga kali lebih besar menyebabkan stunting,” katanya.
Kepala Dinas Kesehatan Pemrpov Jateng, dr Yulianto Prabowo M Kes, mengatakan dampak pandemi bukan hanya menimpa Posyandu, tapi juga terhadap layanan Puskesmas. Yulianto menyebut ada sekitar 28% yang tidak dapat beroperasi seperti biasanya. Jumlah kunjungan pun ajlok hinga 86,9% dibandingkan sebelumnya, kunjungan penyuluh kesehatan ke rumah-rumah juga turun hingga 42,4%.
Meski demikian, Pemprov Jateng terus mengupayakan agar pada new normal atau kebiasaan baru masyarakat bisa disiplin menerapkan protokol kesehatan. Jateng punya program ‘Jogo Tonggo’ yakni memberdayakan masyarakat untuk saling mengingatkan, mengawasi dan menjaga tetangga. Konsekuensinya kegiatan Posyandu juga harus menyesuaikan dengan protokol kesehatan COVID-19.