SEMARANG – Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Diponegoro (UNDIP) menjadikan kegiatan publikisme untuk menguatkan proses pembelajaran bagi para mahasiswa dalam menangani kegiatan. Tradisi yang diinisiasi oleh Departemen Administrasi Publik Fisip Undip ini didedikasikan agar mahasiswa mengasah kemampuan berorganisasi melalui pengelolaan event atau kegiatan yang sifatnya terbuka dan melibatkan banyak pihak.
Publikisme sendiri merupakan serangkaian acara besar yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan Administrasi Publik (HMJ AP) Fisip yang digelar sejak tahun 2014. Dalam acara ini, serangkaian acara mulai dari Seminar Nasional, Lomba Karya Tulis Ilmiah Mahasiswa, Lomba Essay Siswa/i SMA sederajat, Temu Alumni, juga digelar pentas musik Publikustik, dan bazaar Public Super Sale.
Dekan Fisip Undip, Dr Hardi Warsono MTP, mengatakan hal itu saat membuka Webinar Nasionali Publikisme yang mengangkat tema “Kebijakan Ketenagakerjaan Era New Normal di Indonesia: Peluang dan Tantangan”. Beberapa tokoh seperti Ir Abdul Kadir Karding SPi Msi (Anggota DPR RI), Ketua Apindo Jateng Frans Kongi dan Ketua Pusat Studi Hubungan Industrial dan Perlindungan Tenaga Kerja (PSHIPTK) Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Dr Andarani Yurikosari SH MH, memaparkan kajiannya berkait dengan tema tersebut.
Menurut Hardi Warsono, program publikisme Fisip Undip semenjak diluncurkan sampai sekarang makin terlihat manfaatnya bagi para mahasiswa, sehingga fakultas sepakat untuk mempertahankan dan mengembangkan program tersebut. Keterlibatan mahasiswa dalam penyelenggaraan event yang kajiannya relevan dengan kondisi aktual dinilai mampu memberikan wawasan dan pengalaman yang bermanfaat.
Pada konteks situasi pandemi karena Covid-19, dimana banyak permasalahan yang mengganggu seluruh persendian ekonomi, kemampuan berubah dan beradaptasi di segala bidang harus dilakukan. Yang paling terasa, Covid-19 membuat revolusi industri 4.0 terwujud lebih cepat dari yang diperkirakan sebelumnya. Untuk itu mahasiswa sebagai calon tenaga kerja baru dituntut mampu adaptif pada era new normal dengan meningkatkan kapasitas diri.
Pada webinar yang digelar Selasa (24/11/2020) itu, Abdul Karding memaparkan “Tantangan dan Peluang Tenaga Kerja di Era New Normal”, sedangkan Frans Kongi Ketua selaku Apindo Jateng menyampakan materi ‘Kondisi, Tantangan dan Peluang Usaha di Era New Normal’; sementara Ketua PSHIPTK Univ Trisakti Dr Andarani Yurikosari SH MH membawakan makalah berjudul “Kebijakan Keteranagkerjaan Era New Normal di Indonensia dari Sudut Padang Hukum Ketenaga-Kerjaan”.
Anggota DPR RI yang juga alumnus FPIK Undip, Ir Abdul Kadir Karding SPi Msi, mengingatkan tantangan ketenagakerjaan, khususnya peningkatan angkatan kerja sebesar 2,9 juta orang per tahun. Pertumbuhan angkatan kerja saat ini harus berhadapan dengan realita makin kecilnya lapangan kerja karena pandemi yang bahkan menyebabkan 5 juta pekerja di-PHK.
Untuk itu, Karding meminta agar pembahasan ketenagakerjaan mencakup tiga hal sekaligus, yakni buruh, perusahaan dan kebijakan, dalam hal ini pemerintah. Ketiganya harus dibahas detail agar bisa ditemukan solusinya. Dia juga mengungkapkan, di era new normal industri yang terlihat berkembang adalah sektor kesehatan, makanan dan jasa online. Sementara industri padat karya seperti konstruksi dan manufaktur melorot tinggal 28% dari kapasitas normal.
Sementara Ketua Apindo Jateng mengatakan pandemi Covid-19 sangat memukul industri manufaktur. Bulan Mei 2020 merupakan saat terberat, karena tidak bisa mengekspor sebagai imbas dari kebijakan lockdown di beberapa mitra dagang luar negeri seperti Amerika, Tiongkok, Jepang, India dan lainnya. Kondisi itu, menyulitkan pengusaha yang sudah memproduksi dan mengeluarkan biaya-biaya.
Di sisi lain, pasar dalam negeri juga ikut terpuruk karena pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang berdampak pada menurunnya daya beli masyarakat. Industri tekstil Jateng yang biasanya menjadi pemasok besar di di Tanah Abang Jakarta dan Pasar Turi Surabaya, juga terseok karena pasar ditutup sehingga cash flow perusahaan terganggu.
Pakar hukum dari Universitas Trisakti, Andarani Yurikosari, menyebut keadaan pandemi sebagai keadaan Force Majeure (keadaan kahar), yakni kejadian luar biasa yang menyebabkan orang tidak mampu memenuhi prestasinya kerena peristiwa di luar kemampuannya. Meski demikian, kondisi itu tidak bisa langsung digunakan untuk membatalkan kontrak atau perjanjian. Keadaan kahar hanya dapat digunakan untuk bernegosiasi kembali bagi para pihak dalam kontrak itu mengenai hal-hal yang tidak bisa dipenuhi para pihak, termasuk dalam hal ketenagakerjaan.
Dia mengatakan para pihak boleh melakukan perjanjian ulang pada kondisi pandemi ini. “Yang tidak boleh adalah kebijakan perusahaan yang melanggar ketentuan yang diatur dalam undang-undang,” tuturnya.