SEMARANG – Dekan Fakultas Peternakan dan Pertanian (FPP) Universitas Diponegoro (UNDIP), Bambang Waluyo Hadi Eko Prasetiyono, menandai pencapaian gelar akademik tertinggi sebagai guru besar dengan menyampaikan pidato ilmiah berjudul “Suplemen Pakan Untuk Meningkatkan Produktivitas Ternak Ruminansia Sebagai Penyedia Daging” di Sidang Terbuka Senat Akademik Undip, Senin (2/6/2021). Sosok yang akrab disapa Bambang WHEP itu memaparkan temuan yang sudah dipatenkan, bahkan sudah diproduksi secara massal oleh industri dan kalangan koperasi sebagai pokok pembahasannya.
Produk hasil inovasi teknologi berupa suplemen pakan yang dibuatnya ditujukan untuk meningkatkan utilitas nutrien protein tersebut telah tersertifikasi di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Kementerian Hukum dan HAM RI dengan merk Soyxyl dan Koropass yang diakui sebagai sumber protein bypass; kemudian paten dengan merk GoPro sebagai sumber Rumen Degraded Protein; merk Blok Mineral Plus sebagai sumber mineral makro dan mikro; serta merk ST-VIT sebagai sumber multivitamin. “Selain merk, metode proses pembuatan tepung suplemen protein bypass telah saya patenkan dengan nomer paten IDS000002960,” kata akademisi yang meraih gelar sarjana peternakan dari Undip tahun 1988 ini.
Menurut pria kelahiran Semarang 2 November 1963 yang menempuh studi S2 Bidang Nutrisi dan Makanan Ternak di Institut Pertanian Bogor (IPB), dan Fisiologi Hewan di University of The Ryukyus Jepang ini, suplemen pakan ternak ruminansia seperti: sapi pedaging, sapi perah, kerbau, kambing, dan domba, di Indonesia masih relatif jarang diproduksi. Produk impor yang harganya relatif mahal masih menjadi andalan. Padahal pakan ternak merupakan komponen penting dalam usaha peternakan.
Prihatin dengan kondisi tersebut, Bambang WHEP yang menekuni bidang keahlian teknologi pakan dan menyatakan sebagai praktisi Feedlot (penggemukan) berupaya mengembangkan formula suplemen pakan ternak untuk ruminansia agar usaha ternak di Indonesia bisa lebih kompetitif. Perlu diketahui, suplemen pakan ternak impor harganya, padahal komponen pakan mengambil porsi besar dari keseluruhan budidaya ternak.
Karena itu, doktor bidang nutrisi dan pakan ternak lulusan IPB (Institut Pertanian Bogor) tahun 2008 ini tergerak untuk membuat inovasi teknologi terkait suplemen pakan agar bisa meningkatkan efisiensi teknis maupun ekonomis dalam proses pengolahan pakan. Beberapa penelitian pun dilakukan untuk menghasilkan produk pakan yang memiliki kualitas dan nilai ekonomi yang tinggi untuk peningkatan produktivitas ternak ruminansia.
“Suplemen pakan sangat strategis untuk ternak ruminansia karena praktis penyajiannya. Dosis pemberiannya pun rendah. Suplemen juga mampu meningkatkan kapasitas cerna ternak ruminansia, memiliki kualitas yang tinggi, serta mampu mengatasi masalah defisiensi nutrisi,” ujar akademisi pemilik 6 paten yang sejak Januari 2019 menjabat sebagai Dekan FPP Undip.
Menurut dosen yang nama dan gelar lengkapnya sekarang Prof. Dr. Ir. Bambang Waluyo Hadi Eko Prasetiyono, MS, M.Agr., IPU.; proses pengolahan pakan perlu dikelola dengan efisien dan efektif memakai teknologi proses yang tepat agar biaya pakan lebih efisien dan ekonomis. Hal ini karena pakan memegang komponen biaya produksi terbesar dibanding komponen biaya lainnya. Karena itu, dia menambahkan, upaya peningkatan produktivitas ternak ruminansia harus disinergikan dengan peningkatan efisiensi biaya pakan agar produknya memiliki daya saing di era revolusi industri 4.0.
Realita saat ini, permintaan pangan sumber protein khususnya dari daging sapi yang belum bisa dicukupi dari produksi lokal perlu dituntaskan. Data BPS tahun 2019 menunjukkan konsumsi daging secara nasional mencapai 686.270 ton, sementara produksi dalam negeri hanya 404.590 ton. Penyebab utama rendahnya produktivitas dan populasi sapi antara lain karena kualitas nutrisi pakan utama yang relatif rendah, dan sebagian besar peternak ruminansia adalah peternakan rakyat yang memiliki keterbatasan untuk menyediakan pakan secara kontinyu dan berkualitas.
Kekurangan pemenuhan daging sapi dari produk nasional memaksa Indonesia mengimpor, baik berupa ternak hidup maupun daging dari negara lain. Sebagai gambaran bagaimana volume impor daging sapi ke Indonesia menunjukkan tren meningkat sehingga di tahun 2018 jumlahnya mencapai 207 juta kg senilai Rp 10,6 triliun.
Prof Bambang WHEP menyarankan dilakukannya peningkatan produktivitas ternak ruminansia melalui peningkatan populasi dengan cara meningkatkan daya reproduksi; serta meningkatkan produksi per unit ternak. Kedua upaya tersebut membutuhkan dukungan nutrien yang berkualitas, memenuhi kebutuhan gizi, berkelanjutan dan terjangkau. Masalahnya perekayasaan pakan ruminansia masih terbatas dalam pengolahan bahan pakan, yang efektivitas dan efisiensinya masih perlu ditingkatkan. Diperlukan perekayasaan pakan ruminansia sampai ke utilitas nutrien yang medukung perbaikan metabolisme didalam tubuh ternak ruminansia.
Dari hasil kajian yang dilakukan itu, kemudian lahir teknologi baru suplemen pakan untuk meningkatkan utilitas nutrien yang sebagian sudah disertifikasi di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Kemenkumham RI, yaitu Soyxyl dan Koropass, sebagai sumber protein bypass. Kemudian merk GoPro sebagai sumber Rumen Degraded Protein (RDP), merk Blok Mineral Plus sebagai sumber mineral makro dan mikro; serta merk ST-VIT sebagai sumber multivitamin. Paten juga diperoleh untuk metode proses pembuatan tepung suplemen protein bypass yang bernomer paten IDS000002960.
Suplemen protein bypass dan suplemen protein RDP yang diproses dengan metode HTST (High Temperature Short Time) mampu memproduksi produk suplemen protein dalam waktu 6 detik/unit bahan, sehingga produk yang dihasilkan memiliki kualitas dan nilai ekonomis yang tinggi. Temuan tersebut telah dipakai berbagai perusahaan pakan maupun peternakan sapi, antara lain PT Austasia Stock Feed, PT Brahman Farm, PT Lembu Jantan Perkasa, pabrik pakan UD Berkah Intan Sentosa, UD Sumber Rejeki, Koperasi Peternak Sapi Wahyu Agung, serta beberapa Koperasi peternak Sapi lain di Indonesia.
Ditanya pencapaiannya dalam jenjang akademik tertinggi, dia tergugah untuk mengajak teman-teman dosen lainnya untuk bersama bergiat melakukan riset. “Kita harus lebih giat melakukan riset supaya kita bisa bersaing di era industri 4.0 yang persaingannya amat ketat,” tukas dia. (tim humas)