Program Studi (prodi) Pendidikan Dokter Spesialis Psikiatri, Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Diponegoro (Undip) bekerja sama dengan Perhimpunan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa Indonesia (PDSKJI) Cabang Semarang telah menggelar webinar yang bertajuk Persiapan Mental Menjelang Pembelajaran Tatap Muka (PTM) pada Jum’at (28/01) pukul 14.00 WIB di platform Zoom meeting dan live streaming official channel Youtube UndipTV.
Dengan kasus terkonfirmasi Covid-19 yang relatif masih rendah, sehingga dapat dibukanya PTM yang bersifat terbatas terhadap anak sekolah. Hal ini tentunya mengarahkan anak-anak untuk beradaptasi lagi dengan kondisi pembelajaran yang baru. Webinar ini digelar dalam rangka untuk mempersiapkan mental menjelang PTM. Pada webinar kali ini, turut mengundang sebagai pembicara dr. Natalia Dewi Wardani, Sp.KJ., dan dr. Titis Hadiati, Sp.KJ.
Paparan materi pertama oleh dr. Natalia Dewi Wardani, Sp.KJ., mengenai persiapan anak dalam menghadapi PTM. Tidak sedikit anak dan orang tua yang khawatir perihal PTM ditengah kenaikan kasus Covid-19 varian Omicron. “Hal ini dilatarbelakangi tingkat kepatuhan anak usia dibawah 11 tahun terhadap protokol kesehatan yang masih dibawah 100 persen.” ucap dr. Natalia.
Menurut dr. Natalia, ada beberapa cara untuk mengurangi rasa khawatir dan kecemasan tersebut, yakni dengan memastikan jadwal PTM. Mengurangi ketidakpastian adalah cara yang bagus untuk mengurangi kecemasan bagi anak-anak. “Untuk anak-anak yang memang ada sedikit kekhawatiran, ini tipsnya, coba untuk menanyakan kepastian jadwal kepada guru. Ini cara yang bagus untuk mengurangi rasa kecemasan bagi anak-anak. Serta diskusikan dengan guru bagaimana jadwal hariannya, bicarakan tentang fleksibilitasnya, dan komunikasikan bagaimana sekolah akan meninjau jadwal PTM untuk melihat apakah itu berhasil atau perlu di ubah.” jelasnya.
Selain itu, bisa juga menanyakan ke guru jadwal cadangan jika PTM harus kembali ke Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) karena kasus Covid-19 yang meningkat. Komunikasi antara anak, guru, dan pihak sekolah itu sebaiknya cukup intens dilakukan sehingga anak akan merasa aman.
dr. Natalia menyebutkan beberapa anak mempunyai sikap yang berbeda terhadap PTM. Beberapa anak akan merasa senang bertemu dengan teman sebaya dan guru mereka. Namun ada beberapa anak lainnya yang telah menyesuaikan diri dengan PJJ di rumah mereka masing-masing, sehingga akan merasa kewalahan dengan lingkungan sosial yang baru. Tentunya ini akan mempengaruhi proses pembelajaran.
“Meskipun PTM biasanya baik untuk kesehatan fisik dan mental mereka secara keseluruhan, mungkin perlu beberapa saat bagi mereka untuk beradaptasi kembali. Jadi sebetulnya anak-anak itu takut, tapi anak itu bisa memiliki emosi yang belum dewasa dan untuk memproses emosi dengan cara yang sehat itu mereka butuh waktu.” ungkap dr. Natalia.
Dengan bimbingan yang baik dari lingkungan sekolah, dari guru, dan dari orang tua, harapannya anak-anak akan bisa menyesuaikan proses pembelajaran di masa pandemi ini agar mereka bisa mengikuti pembelajaran dengan baik dan lancar.
Lebih lanjut, dr. Natalia mengungkapkan ada beberapa tanda depresi pada anak-anak saat PTM dimulai, yakni anak-anak akan menarik diri dari lingkungan sosialnya, ada gangguan terhadap makanannya atau kecemasan tentang makan, anak menunjukkan keadaan stres dan keluhan fisik misalnya sakit perut, dan anak akan terlihat menjadi tegang atau ketakutan di lingkungan sosial. “Jika anak-anak merasakan salah satu dari tanda-tanda ini, coba untuk komunikasikannya dengan mama, papa, atau salah satu guru yang dipercaya.” ungkapnya.
Kemudian ada beberapa tips untuk anak-anak dalam menghadapi PTM, yaitu dengan selalu mendiskusikan dengan orang tua dan guru, kondisi dan perasaan saat menjalani PTM berlangsung. Apabila dalam PTM ada rasa takut atau kecemasan, anak-anak perlu berkomunikasi dan mencari dukungan dari orang tua atau guru. Orang tua atau guru akan melakukan segala upaya untuk menjaga anak-anak tetap aman dan nyaman.
Orang tua juga perlu menghindari memberi rasa jaminan aman yang berlebihan dan membatasi rasa kekhawatiran yang berlebihan. “Pasti aman, tidak ada yang sakit di sekolah dalam satu bulan ke depan, itu contoh jaminan yang berlebihan dan perlu dihindari. Yakinkan kepada anak-anak bahwa kebijakan yang diterapkan di sekolah akan menyesuaikan dengan jumlah kasus dan peraturan Pemerintah. Anak-anak juga perlu untuk dibatasi rasa khawatir, tidak semua hal untuk dikhawatirkan.” jelas dr. Natalia yang juga menjabat sebagai Ketua Program Studi Psikiatri FK Undip.
Anak-anak disarankan untuk diberikan alat/aplikasi dan kosa kata untuk mengelola rasa kecemasan melalui strategi mindfullness. Ada beberapa aplikasi seperti My Life, Breathe Think Do With Sesame Street, dan Mindfull Powers yang akan membuat mindfullness menjadi menyenangkan dan menarik bagi mereka. Anak-anak juga bisa membaca buku untuk menenangkan diri. “Membaca buku dapat membantu anak-anak mengenali emosinya dan mengekspresikan emosinya dengan lebih baik.” pungkas dr. Natalia.
Sementara itu, dr. Titis Hadiati, Sp.KJ., melanjutkan paparan materi yang kedua mengenai persiapan mental bagi orang tua dalam menghadapi PTM. PTM menjadi salah satu bentuk pembelajaran yang dinilai efektif untuk mengubah tingkah laku karena didalamnya ada interaksi secara langsung antara guru dengan peserta didik.
Namun, PTM di masa pandemi bukan hal yang mudah untuk dilaksanakan. Semua pihak membutuhkan adaptasi, baik itu dari sisi tenaga pendidik, peserta didik, orang tua, dan juga fasilitas yang cukup menunjang untuk melaksanakan pembelajaran itu sendiri. Kunci utama untuk menerapkan PTM ini yaitu dengan penerapan adaptasi kebiasaan baru dengan cara menerapkan cara hidup yang akan mengarahkan terciptanya kehidupan serta kebiasaan baru yang diiringi dengan penerapan protokol kesehatan secara ketat.
Kesiapan pelaksanaan PTM yang dilaksanakan di sekolah harus memperhatikan dari segi internal dan eksternal. Persiapan dari segi internal berupa dukungan dari orang tua dan guru sedangkan dari segi eksternal khususnya bagi sekolah yakni mempersiapkan fasilitas sekolah yang sesuai dengan ketentuan protokol kesehatan, menyiapkan peraturan terbaru bagi warga sekolah terkait PTM, dan menyiapkan satgas Covid-19 sekolah jika dibutuhkan.
Dukungan dari orang tua menjadi sangat penting karena orang tua mempunyai tanggung jawab utama dalam pendidikan anak-anaknya. Selain itu, dukungan dan kesiapan orang tua juga terkait erat dengan peningkatan kualitas program pendidikan. “Kesiapan orang tua yang dimaksud adalah kesediaan orang tua baik untuk hal-hal yang bersifat materi maupun non materi serta untuk melakukan sesuatu dengan segala resiko yang dihadapi.” ungkap dr. Titis.
dr. Titis menyebutkan PTM di tengah masa pandemi pastinya akan menimbulkan kecemasan dan rasa stres bagi orang tua, sehingga diperlukan manajemen stres yang baik untuk mengatasinya. “Kita sebagai orang tua harus mempelajari bagaimana cara mengatur stres tersebut. Jadi manajemen stres diperlukan bagi orang tua untuk menghadapi rasa stres itu.” jelasnya.
Manajemen stres adalah dimana individu melakukan pengontrolan atau pengaturan stres. Tujuannya untuk mengenal penyebab stres dan mengetahui teknik-teknik mengelola stres, sehingga orang lebih baik dalam menguasai stres dalam kehidupan.
“Memang rasa cemas, dan khawatir pada saat kita dalam keadaan krisis itu merupakan hal yang normal, tetapi kita juga harus mengetahui apa yang kita hadapi itu sesuai apa tidak, atau kita terlalu berlebihan. Jadi kita harus mencari sumber-sumber informasi terpercaya untuk menghadapi hal-hal yang kita khawatirkan seperti mengenai PTM.” ucap dr. Titis.
Selain itu, orang tua perlu berpikir positif karena akan bermanfaat untuk meningkatkan endorphine. Lakukan affirmasi dengan mengucapkan pada diri sendiri semua pikiran positif sehingga pikiran dipenuhi oleh pengalaman yang menyenangkan dan dapat meningkatkan imunitas.
“Yang penting bagi kita sebagai orang tua dalam menghadapi PTM di masa pandemi ialah kita harus mengendalikan stres kita seperti berpikir positif, mengelola emosi, memodifikasi lingkungan, dan membangun spiritual positif.” pungkas dr. Titis. (Dhany – Humas)