Semarang – Tim Peneliti Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Diponegoro melakukan penerapan teknologi rehabilitasi ekosistem mangrove sebagai sistem carbon capture and storage di kawasan Ibu Kota Nusantara untuk Mewujudkan Smart-Sustainable Forest City. Penelitian Terapan ini dibiayai dari Direktorat Riset, Teknologi dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi tahun 2024.
Lebih dari setengah ekosistem mangrove di Indonesia telah mengalami degradasi, khususnya untuk budidaya perikanan. Demikian halnya, mangrove di Desa Bumi Harapan Penajam Paser Utara Kalimantan Timur yang memiliki potensi sebagai penyangga karbon Ibu Kota Nusantara (IKN) telah mengalami alih fungsi lahan dan mengalami kerusakan. Kawasan IKN yang semula berstatus hutan juga mengalami alih fungsi lahan menjadi kawasan perkantoran dan pemukiman baru, yang berpotensi menjadi penghasil emisi karbon baru yang berkontribusi pada peningkatan beban karbon.
Sebagaimana yang disampaikan oleh ketua tim, Prof Denny Nugroho Sugianto dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNDIP, bahwa pengembangan wilayah Desa Bumi Harapan ini untuk menjadi ekosistem mangrove sangat berpotensi sebagai sebuah sistem carbon capture and storage penyangga IKN. Potensi pengembangan CCS selain untuk upaya perbaikan lingkungan juga berpotensi sebagai sumber ekonomi baru berkelanjutan (sustainable new economy) yang mendukung IKN menjadi Smart-Sustainable Forest City, yaitu melalui jasa ekosistem mangrove terutama carbon capture and storage (CCS) yang sangat dibutuhkan Indonesia untuk mencapai Net Zero Emission 2060.
Lebih lanjut Prof. Denny yang juga tim SDGs Center UNDIP beserta tim menyampaikan bahwa kegiatan kerjasama penelitian terapan antara UNDIP, BRGM, Otorita IKN ini juga selaras dengan Pola Ilmiah Pokok (PIP) UNDIP yaitu Tropical and Coastal Region Eco-development atau Pengembangan Ekologis Wilayah Pesisir dan Tropis. Selain itu, pengelolaan wilayah pesisir juga termasuk dalam implementasi SDGs 13 mengenai Penanganan Perubahan Iklim, SDGs 14 (ekosistem laut) dan SDGs 15 (ekosistem daratan).
Selanjutnya ditambahkan oleh Prof Denny beserta tim, bahwa solusi yang ditawarkan untuk penyelesaian permasalahan atau tantangan dalam pengembangan ekosistem mangrove di wilayah Desa Bhumi Harapan sebagai sistem carbon capture and storage kawasan IKN untuk mewujudkan smart-sustainable forest city adalah (i) Menggunakan teknologi rehabilitasi mangrove telah di terapkan di wilayah pesisir Demak sejak tahun 2021 untuk mendukung upaya mitigasi bencana di wilayah pesisir. Teknologi ini merupakan kombinasi dari adanya bangunan pelindung pantai yang efektif, dan berfungsi sebagai perangkap sedimen untuk tumbuhnya mangrove. Penerapan teknologi rehabilitasi mangrove ini telah mampu menghasilkan ekosistem mangrove baru pada lahan yang telah rusak dengan hasil sangat baik dan dalam waktu yang cukup singkat; (ii) menggunakan pendekatan penghitungan proyeksi cadangan karbon dan valuasi jasa ekosistem dengan skenario hasil rehabilitasi yang dilakukan dan Menyusun roadmap restorasi mangrove guna optimalisasi fungsi CCS berikut skema jasa karbonnya
Hadir turut serta dalam penerapan teknologi di lapangan sebagai anggota tim diantaranya Prof. Bulan Prabawani dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik; Prof. Wiwandari Handayani dan Dr. Dessy Ariyanti dari Fakultas Teknik, Selain itu turut terlibat pada kegiatan ini adalah para pemangku kebijakan dari Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) Agung Rusdiyatmoko, Mayasih Wigati, dan Giri Suryanta serta dari Otorita IKN.
Penerapan teknologi rehabilitasi ini dilakukan dengan membuat suatu area/ruang untuk penanaman mangrove dengan ukuran 5 x 20 meter (100 m2) yang sekaligus menjadi Laboratorium Alam ini menggunakan material yang ekonomis, mudah di dapat, dan bersifat ramah lingkungan, seperti kayu dan bambu. Pada dasarnya, teknologi ini dibuat dengan tahapan sebagai berikut: (1) pembersihan lahan rehabilitasi dari sampah atau benda-benda lain yang tidak diperlukan, (2) pembuatan area rehabilitasi mangrove berukuran 5 x 20 meter di masing-masing wilayah studi dengan kayu, bambu atau berbahan baku lokal dan (3) pengurugan sedimen/tanah sekitar di dalam area mangrove. “Sedimen/tanah yang diurug memiliki karakteristik yang sama dengan sedimen pada lahan tersebut. Sedangkan perhitungan volume pengurugan sedimen/tanah ditentukan berdasarkan luasan lahan dan kedalaman perairan pada lahan yang akan dilakukan rehabilitasi,” ujar Denny.
sumber foto: Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) – KLHK