Peneliti UNDIP Kembangkan AI untuk Deteksi Kesalahan Digital, Dorong Inovasi Aplikasi yang Inklusif dan Andal

UNDIP, Semarang (23/09) – Di tengah derasnya arus transformasi digital, tampilan aplikasi sering kali dianggap hal sepele. Padahal, antarmuka pengguna atau user interface (UI) adalah gerbang pertama yang menentukan apakah seseorang akan merasa nyaman menggunakan teknologi atau justru enggan kembali. Mulai dari aplikasi perbankan, belanja daring, hingga sistem layanan publik, kenyamanan interaksi visual menjadi penentu kesuksesan sebuah aplikasi.

Sayangnya, memastikan sebuah UI benar-benar ramah pengguna bukanlah pekerjaan sederhana. Selama ini, pengujian UI masih banyak dilakukan secara manual dengan memeriksa satu per satu tampilan layar. Cara ini tidak hanya lambat dan mahal, tetapi juga rawan kesalahan karena bergantung penuh pada ketelitian manusia. Sering kali, detail kecil seperti tombol yang terlalu kecil, teks yang bertabrakan, atau ikon yang membingungkan lolos dari pengawasan, padahal sangat mengganggu pengalaman pengguna.

Menjawab persoalan tersebut, tim peneliti dari Universitas Diponegoro menghadirkan terobosan baru. Dipimpin oleh Dr. Aris Puji Widodo, S.Si., M.T., dosen Departemen Informatika Fakultas Sains dan Matematika (FSM) sekaligus Direktur Sistem dan Teknologi Informasi UNDIP, mereka mengembangkan teknologi Artificial Intelligence (AI) berbasis few-shot learning. Bersama Dr.Eng. Adi Wibowo, S.Si., M.Kom. dan Dr. Kabul Kurniawan, S.Si., M.Cs., tim ini berhasil memanfaatkan kecerdasan buatan untuk mengotomatisasi pengujian UI dengan lebih cepat dan akurat.

“Dengan hanya lima contoh per kategori, model kami sudah bisa mengenali jenis layar sekaligus mendeteksi kesalahan desain secara otomatis,” ungkap Dr. Aris Puji. Temuan ini telah dipublikasikan di International Journal of Advanced Computer Science and Applications (2023), menandai kontribusi UNDIP dalam pengembangan teknologi digital yang relevan secara global.

Penelitian ini menggunakan dua dataset utama. Pertama, Enrico Dataset, yang berisi 1.460 tampilan UI dari berbagai aplikasi dan dikelompokkan ke dalam 20 tipe desain, mulai dari layar login, chat, pemutar media, hingga peta. Kedua, Mistake Dataset yang dikembangkan sendiri oleh tim UNDIP, berisi 200 tampilan dengan 10 jenis kesalahan umum, seperti kontras rendah, ikon tidak jelas, atau tipografi buruk.

AI yang mereka latih dengan nama EfficientNet-B1, menunjukkan performa menjanjikan. Hanya dengan five-shot learning atau lima contoh per kategori, model ini mampu mencapai akurasi hingga 76,05 persen. Bahkan pada dataset yang lebih sulit, tingkat akurasi masih menyentuh 42,6 persen di mana angka yang tergolong tinggi mengingat data latih yang digunakan sangat terbatas.

“Efisiensi dan akurasi yang kami capai menjadi kabar baik, terutama bagi startup atau tim pengembang kecil yang tidak memiliki akses ke data besar,” lanjut Aris. Menurutnya, teknologi ini bisa memangkas waktu pengujian dan biaya produksi secara signifikan, sehingga tim bisa lebih fokus pada inovasi kreatif.

Bagi masyarakat umum, manfaatnya bisa dirasakan dalam tiga aspek utama. Pertama, aplikasi menjadi lebih ramah pengguna. Masalah kecil seperti tombol ‘kirim’ yang sulit ditekan atau teks instruksi yang saling menimpa dapat diatasi lebih cepat, sehingga pengguna merasa nyaman. Kedua, teknologi ini mendukung inklusi digital, karena mampu mendeteksi desain yang tidak ramah bagi kelompok rentan, seperti lansia, penyandang disabilitas netra, atau pengguna dengan keterbatasan motorik. Ketiga, layanan digital dapat hadir lebih cepat, baik di sektor publik maupun swasta, tanpa mengorbankan kualitas.

“Dengan demikian, inovasi ini bukan hanya tentang teknologi, tetapi juga soal keadilan dan aksesibilitas. Semua orang berhak menikmati aplikasi yang mudah digunakan,” tegas Dr. Aris Puji.

Di sisi industri, otomatisasi pengujian UI dengan AI membawa dampak besar. Dalam era pengembangan perangkat lunak modern yang mengedepankan continuous integration dan continuous delivery (CI/CD), kecepatan dan ketepatan menjadi keharusan. Integrasi AI dengan pipeline DevOps memungkinkan pengujian UI dilakukan otomatis setiap kali ada perubahan desain. “Bayangkan, setiap kali ada revisi, sistem langsung memberi evaluasi dan rekomendasi perbaikan secara instan. Ini revolusi dalam cara kerja,” ujarnya.

Meski begitu, tim UNDIP menyadari tantangan tetap ada. Keberagaman data dan interpretasi hasil AI menjadi catatan penting. Menurut Aris, AI cerdas tetap membutuhkan bimbingan manusia, terutama dalam konteks etika desain dan pengalaman pengguna yang kompleks. Oleh karena itu, riset selanjutnya akan diarahkan pada pengembangan dataset yang lebih luas, melibatkan pengguna akhir dalam proses pelatihan, serta memperluas cakupan deteksi ke aspek UI lain, termasuk navigasi dan animasi.

“Kami optimistis. AI bukan untuk menggantikan peran desainer atau penguji, melainkan sebagai mitra yang mempercepat sekaligus memperkuat inovasi,” kata Dr. Aris Puji menutup penjelasannya.

Inovasi ini sekaligus menjadi bukti nyata komitmen UNDIP Bermartabat dan UNDIP Bermanfaat diwujudkan dalam karya penelitian yang mendukung program Diktisaintek Berdampak. Dengan memadukan kecerdasan buatan dan semangat kebaruan, UNDIP berkontribusi pada lahirnya ekosistem digital yang lebih inklusif, andal, dan berpusat pada kenyamanan pengguna serta mampu menjawab kebutuhan zaman sekaligus memberi manfaat nyata bagi masyarakat. (Komunikasi Publik/ UNDIP/*DHW*)

Share this :