Ekspedisi Patriot UNDIP Ungkap Masalah Sawit di Donggala: Sawit Melimpah, namun Jalan Rusak dan Banyak Lahan Sengketa

UNDIP, Donggala (9/10) — Tim 2 Ekspedisi Patriot Universitas Diponegoro (UNDIP) menggelar Focus Group Discussion (FGD) di Kantor Kecamatan Rio Pakava, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah. Tim UNDIP menemukan data yang krusial untuk menjadi evaluasi yaitu jalan rusak dan sengketa lahan yang justru menghambat berkembanganya potensi perkebunan sawit yang melimpah di kabupaten ini.

Kegiatan ini menjadi forum strategis untuk mempertemukan pemerintah kecamatan, perangkat desa, masyarakat transmigran, dan kelompok tani dalam merumuskan desain pengembangan komoditas unggulan serta mencari solusi atas berbagai persoalan di kawasan transmigrasi Lalundu dan Bambakaenu.

Dalam diskusi yang berlangsung hangat tersebut, berbagai persoalan klasik kembali dimunculkan — mulai dari potensi pertanian dan perkebunan, infrastruktur jalan dan jembatan, hingga konflik batas wilayah dan ketidakjelasan sertifikat lahan. Kondisi ini dinilai menjadi penghambat utama investasi dan pertumbuhan ekonomi masyarakat transmigran.

Sukarjoni, Kepala Desa Bukit Indah, menyampaikan bahwa ketidakpastian lahan dan buruknya infrastruktur membuat banyak peluang ekonomi berhenti di tengah jalan.

“Permasalahan infrastruktur jalan harus diperhatikan dan diprioritaskan. Kalau jalan dan sertifikat lahan belum beres, investor tidak akan berani masuk. Padahal potensi pertanian dan perkebunan sawit di kawasan ini sangat besar, tapi kondisi jalannya bikin rugi,” ungkapnya.

Sawit Melimpah, Jalan Rusak dan Pupuk yang Mahal

Meski kawasan Rio Pakava memiliki hamparan kebun sawit yang luas, harga jual tandan buah segar (TBS) di wilayah ini justru tertekan akibat buruknya akses transportasi. Jalan berlubang dan jembatan rusak membuat biaya angkut meningkat signifikan, sehingga harga sawit jauh lebih rendah dibandingkan daerah lain seperti Sumatera dan Kalimantan.

Selain itu, hasil FGD menunjukkan sekitar 40% tanaman sawit di Rio Pakava berasal dari bibit cabutan, yaitu bibit non-sertifikasi yang disemai secara sederhana. Hal ini berdampak pada produktivitas dan kualitas hasil panen. Para petani berharap adanya dukungan pemerintah untuk peningkatan mutu bibit dan penyesuaian harga agar sawit lokal lebih kompetitif.

Masalah lain yang muncul adalah kelangkaan dan mahalnya harga pupuk. Widayat, A.Md., dari Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Rio Pakava, menuturkan bahwa petani sawit di kawasan ini tidak menerima pupuk bersubsidi, sementara harga pupuk non-subsidi bisa mencapai tiga hingga empat kali lipat lebih tinggi.

“Harga sawit di sini paling rendah, tapi harga pupuk paling mahal. Kami berharap ada perubahan regulasi terkait pupuk subsidi dari Kementerian Pertanian agar lebih adil bagi petani sawit,” ujarnya.

Meski menghadapi berbagai tantangan, semangat masyarakat Rio Pakava tetap kuat. Mereka berupaya mempertahankan hasil usaha tani sembari mengembangkan potensi baru. Tim Ekspedisi Patriot UNDIP juga mengambil langkah nyata dengan melakukan pengambilan sampel tanah yang akan diuji di laboratorium guna menentukan jenis tanaman potensial untuk pengembangan jangka menengah dan panjang.

Tim yang terdiri atas Muhammad Iqbal Fauzan, S.P., M.Si., Muhammad Naufal, Nafachani Timmu Nafsi, S.P., Sholikatul Azizah Nur Fitriani, S.P.W.K., dan Arla Disayna Azzahra Yuniaz, S.A.P., berkomitmen menghadirkan data ilmiah yang dapat menjadi dasar kebijakan pembangunan kawasan transmigrasi berbasis potensi lokal.

Langkah Awal Menuju Perubahan

FGD ini menjadi momentum penting untuk mempertemukan aspirasi masyarakat dengan arah kebijakan pemerintah. Tim Ekspedisi Patriot UNDIP akan membawa hasil temuan lapangan tersebut sebagai rekomendasi bagi Kementerian Transmigrasi, mencakup perbaikan infrastruktur jalan dan jembatan, penyelesaian sengketa lahan, serta dukungan pengembangan komoditas unggulan berkelanjutan.

Ketua Tim 2 Ekspedisi Patriot UNDIP Kawasan Transmigrasi Lalundu dan Bambakaenu, Muhammad Iqbal Fauzan, S.P., M.Si., menegaskan bahwa kegiatan ini menjadi langkah awal kolaborasi lintas pihak.

“Kegiatan ini merupakan awal dari kolaborasi antara masyarakat, pemerintah daerah, dan kementerian agar kawasan transmigrasi Rio Pakava dapat tumbuh menjadi pusat ekonomi baru berbasis potensi komoditas pertanian unggulan,” ujarnya menutup kegiatan.

Kegiatan Ekspedisi Patriot UNDIP mendukung SDG 11 (Kota dan Permukiman Berkelanjutan) melalui penguatan tata kelola wilayah dan infrastruktur di kawasan transmigrasi, serta SDG 8 (Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi) dengan mendorong pengembangan komoditas unggulan dan peluang kerja lokal berbasis potensi daerah. (Komunikasi Publik/ UNDIP/ Nurul)

Share this :