Universitas Diponegoro mengajak kematian mahasiswi PPDS (Program Pendidikan Dokter Sepesialis) Anestesi, dr Aulia Risma Lestari, menjadi momentum evaluasi bersama, tidak hanya terkait penyelengaraan pendidikan dokter spesialis, namun juga untuk semua pemangku kepentingan. “Dengan segala hormat, tanpa bermaksud mendahului semua proses pemeriksaan yang dilakukan kepolisian dan kementerian, kami berharap peristiwa ini menjadi momentum evaluasi bersama. Tidak bijaksana kalau peristiwa ini menjadi wacana dan polemik serta perdebatan semata. Jangan pula menjadi bahan untuk menyalahkan satu dan lainnya,” kata Rektor Universitas Diponegoro (UNDIP), Prof. Dr. Suharnomo S.E., M.Si. pada Senin (2//9/2024).
Rektor mengingatkan, peristiwa meninggalnya dokter Aulia sudah menjadi bola liar yang berpotensi merugikan semua pihak. Jika itu dibiarkan, bukan saja penyelenggara pendidikan tinggi yang dirugikan, efeknya bisa kemana-mana termasuk mengganggu komitmen untuk menyediakan dokter spesialis yang dicanangkan pemerintah. “Kita juga punya kewajiban moral menjaga rasa hati keluarga almarhumah dokter Aulia yang pasti akan lebih suka jika apa yang mereka alami menjadi sesuatu yang dikenang karena membawa kebaikan dalam kehidupan bersama,” tegas Suharnomo.
Karena itu, UNDIP mengajak semua pihak mengakhiri perdebatan yang tidak produktif, melakukan evaluasi, dan kembali menatap kedepan melakukan hal-hal yang menjadi tugas dan kewajiban masing-masing. Ajakan ini, bukan semata untuk kepentingan UNDIP, tapi kepentingan bersama. “Ajakan ini bukan untuk kepentingan UNDIP. Kampus ini lahir untuk mengabdi kepada bangsa, negara dan umat manusia melalui bidang pendidikan. UNDIP ini statusnya badan hukum milik negara, namun keberadaannya didedikasikan untuk masyarakat,” dia menambahkan.
Terkait masalah perundungan, juga adanya dugaan tindakan pemalakan oleh senior, UNDIP menyerahkan sepenuhnya kepada aparat yang berwenang. Dalam konteks ini, UNDIP membuka diri dan bersikap kooperatif sejak peristiwa ini terjadi. UNDIP bukan saja kooperatif, tapi juga transparan, sehingga Suharnomo merasa heran dengan munculnya tuduhan bahwa kampus menutup-nutupi peristiwa ini. “Untuk apa kami menutupi-nutupi, UNDIP itu badan hukum milik negara. Ini milik kita bersama, jadi buat apa kita menutupi sesuatu. Ini era digital dimana semua orang bisa berekspresi di ruang digital. Yang kita harapkan dialektika di ruang publik yang produktif, yang edukatif, bermanfaat.”
Karena itu Rektor UNDIP menyambut baik langkah yang dilakukan Komisi IX DPR RI yang tengah berupaya menyelesaikan undang-undang kesehatan yang baru, yang didalamnya akan mengatur perbaikan pendidikan tenaga kesehatan, dimana pendidikan tenaga dokter dan dokter spesialis termasuk di dalamnya. Wakil Ketua Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Emanuel Melkiades Laka Lena yang juga Ketua Panja RUU Kesehatan, dalam dialog dengan CNN bersama Rektor UNDIP, Prof Suharnomo, akhir pekan lalu, mengaku sejak pembahasan undang-undang kesehatan sudah mendapatkan banyak sekali laporan bahwa memang kita perlu juga melakukan perbaikan menyeluruh terkait dengan pendidikan dokter spesialis di tanah air. Melki mengungkapkan, ada indikasi bahwa terjadi bullying atau perundungan yang diduga terjadi secara sistematis dalam waktu yang lama.
Melki berpendapat perlu ada terbososan dan cara-cara yang radikal untuk menghentikannya. Fenomena yang diduga terjadi di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) yang ada di Indonesia ibarat gunung es yang hanya terlihat di permukaannya saja. Karena itu Melki berharap Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi serta lembaga pendidikan tinggi serta rumah sakit pendidikan mengambil peran dalam penghentian proses perundungan dengan melakukan perbaikan di bidangnya masing-masing. “Kami sudah meminta hal itu kepada Menkes dalam rapat kerja,” kata Melki saat dialog di CNN.
Dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyoroti masih tingginya kasus perundungan di lingkungan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS). Data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) hingga 23 Agustus 2024, mencatat ada 234 laporan perundungan di rumah sakit vertikal, rumah sakit yan dikelola Kementerian Kesehatan yang saat ini berjumlah 33 Rumah Sakit. Dari data yang diperoleh, program studi (Prodi) penyakit dalam tercatat sebagai Prodi dengan kasus tertinggi dengan 44 kasus yang dilaporkan, disusul program studi bedah dengan jumlah 33 kasus. Kemudian Prodi anestesiologi dengan 22 kasus yang dilaporkan.
Melihat perkembangan yang terjadi di ruang dialog publik, Rektor UNDIP, Prof Suharnomo, menyatakan bahwa apa yang diwacanakan terkait kematian mahasiswi PPDS UNDIP sekarang menjadi pekerjaan rumah bersama yang harus diselesaikan. Sebagai institusi pendidikan tinggi milik negara, UNDIP membuka diri sebagai tuan rumah upaya perbaikan PPDS di Indonesia. “Kalau memang dikehendaki, silakan DPR, pers dan kampus lain datang ke UNDIP untuk secara bersama mencari solusi atas masalah yang ada. Kami open, terbuka, kolaboratif, dan pasti kooperatif,” tukas Suharnomo (***)